Share

8. Makanan Sisa

Hari pertama puasa terlampaui dengan lancar. Hanya ada beberapa drama yang buat oleh Marwah. Mulai tidak mengindahkan perintah dari ibu sampai dirinya yang enggan untuk dimintai tolong menyuapi keponakannya sendiri. Padahal keponakanku adalah keponakannya juga dan tidak ubahnya seperti anak sendiri. Karena Marwah yang tidak mau menuruti kemauan Kiran. Maka gadis kecil itu pun merajuk dan mau makan makanan yang ada di piringnya. Dan ibu ku lah yang akhirnya membujuk dan menyuapinya makan sementara tangan dan matanya tetap fokus pada gadget dan asik memainkan gamenya.

"Sudah kelas tiga masih juga manja!"

Telingaku ini masih menangkap gerutuan yang dilontarkan oleh Marwah.

Memang benar Kiran saat ini duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar dan usianya pun sembilan tahun lebih. Tapi untuk urusan makan biasanya masih minta di suami sementara dirinya asik main game. Dan jika tidak dituruti maka anak itu tidak akan mau memakan makanannya sendiri.

Kalau dibilang anak manja. Wajar juga karena namanya anak memang butuh perhatian dan ingin selalu dimanja.

Adan magrib sudah berkumandang. Inilah waktunya berbuka puasa. Buka puasa bersama seperti jarang sekali kami lakukan karena masing-masing memiliki kesibukan tersendiri.

Dimana kami sedang sibuk menyantap menu buka puasa dengan masakan yang sudah disiapkan oleh istriku. Sementara aku tidak melihat dimana keberadaan perempuan itu.

Dasar memang. Susah sekali diajak ngumpul bareng. Padahal ada ibu, kakak dan adikku serta pasangannya. Sedangkan aku hanya sendiri entah kemana pasangan ku tadi.

Tak bisa dipungkiri jika masakan istriku ini memang sangat nikmat. Oleh karena itu ibu mempercayainya untuk menjadi tukang masak ketika ada acara seperti ini. Mbak Nur tentu saja ia tidak diperkenankan oleh ibuku untuk membantu adik iparnya itu. Karena alasan berlibur dari penatnya rutinitas sehari-hari juga waktu bersama yang terbatas. Jadilah semua pekerjaan dapur dan rumah istriku lah yang mengerjakannya.

Aku sangat bangga karena itulah tugas sebagai seorang istri dan menantu yang baik. Tidak hanya rajin tetapi harus tahu diri juga.

Usai bersantap menu buka puasa aku dan lainnya beranjak dari ruang tengah rumah ibuku ini. Di ruangan inilah kami semua menyantap menu berbuka puasa yang di hidangkan oleh Marwah tanpa ada sisa. Semua masakannya enak dan sangat cocok di lidah kami. Semua meninggalkan ruangan ini pun dengan sisa bekas makan yang dibiarkan begitu saja. Toh nanti ada yang akan membereskan dan membersihkannya. Sementara yang lain bersiap karena kami akan pergi keluar jalan-jalan ke kota. Aku izin terlebih dahulu untuk menunaikan ibadah salat magrib.

Saat aku memasuki kamar yang biasa aku tempati bersama dengan Marwah. Ternyata wanita ku itu masih khusuk dalam doanya.

Aku juga tidak mempertanyakan perihal ia sudah berbuka atau belum. Itu jadi urusan dia sendiri. Toh Marwah itu sudah besar dan bukan anak-anak lagi. Kalau lapar dan sudah waktunya buka puasa harus dia menyegerakannya.

Aku berjalan ke arah lemari baju yang ada di sebelah tempat Marwah menjalankan salatnya. Aku berniat mengambil baju ganti karena sekalian bersiap untuk pergi.

"Dek, aku dan yang lain mau pergi keluar dulu. Karena mobilnya Mbak Nur gak muat. Kamu sama Alina di rumah saja, ya. Sekalian jaga-jaga siapa tahu ada tamu atau ada maling yang lebih parahnya. Biasanya gitu kalau lagi bukan puasa apalagi pas orang -orang lagi salat taraweh."

Tanpa menoleh ke arahnya karena fokusku mencari baju ganti yang tidak disiapkan oleh Marwah. Aku memberitahunya tentang rencana kami yang akan pergi jalan-jalan ke kota.

Karena tak ada jawaban yang keluar dari bibirnya. Aku menoleh ke arahnya bersamaan dengan baju yang akan aku pakai sudah ku temukan dan menariknya dari tumpukan baju yang lain.

Marwah hanya diam. Seolah mengabaikan ucapanku. Bergegas dia membereskan peralatan salat yang baru saja dipakainya.

Tak berselang lama pun suara klakson dari mobil milik Mbak Nur terdengar. Aku bergegas mengerjakan salat. Sebelum mereka pergi meninggalkan aku. Tapi itu tidak mungkin. Karena rencana pergi ini juga ada aku yang andil di dalamnya. Karena janjiku yang akan mentraktir keluarga ku untuk membeli baju baru untuk di kenakan pada lebaran nanti.

Suasana jalanan kota KDR ramai lalu-lalang pengendara. Di tambah hari Sabtu malam Minggu yang biasanya di habiskan untuk berkumpul atau sekedar jalan-jalan bersama keluarga seperti aku dan keluargaku saat ini. Kawasan pertokoan di pusat kota yang menjadi tujuan pertama kali. Di mana berjajar toko -toko besar yang menjajakan dagangannya. Tidak hanya toko besar permanen. Tetapi warung tenda semi permanen juga ikut menghiasi padatnya lalu lintas yang ada di kota ini.

Setelah memastikan toko pakaian yang akan kami tuju. Mobil terlebih dahu di parkirkan pada bahu jalan dengan mengikuti arahan tukang parkir yang ada dan berjaga di depan toko.

Segera kami semua turun. Toko yang akan kami masuki ini adalah salah satu toko yang paling terkenal dan juga koleksinya yang lengkap dan pastinya harganya yang juga sebanding diantara deretan toko yang lainnya. Sudah seperti langganan di toko ini.

Kami masuk melalui pintu kaca. Dan semua berpencar menuju tujuannya masing-masing. Jika keluarga Mbak Nur memilih menuju lantai dua di mana pakaian anak dan wanita berada dan di pajang di sana dan diikuti pula oleh Reihan dan pasangannya. Sementara aku dan ibu lebih memilih menuju lantai satu ini. Milih baju untuk aku kenakan nanti dan juga ibuku. Semua memilih pilihannya masing-masing.

Sementara menunggu yang lain selesai. Aku dan juga ibuku memutuskan untuk naik ke lantai dua. Dan saat berada di lantai tersebut mataku tertuju pada satu pajangan baju yang menempel pada rak dinding di bagian atas. Baju couple ibu dan anak seperti yang diinginkan Marwah. Sejenak pikiran itu melintas dan segera di sadarkan oleh ucapan Mbak Nur beberapa waktu yang lalu. "Marwah dan Alina sudah ada baju. Bajuku dan baju Karin dan Kiran masih bagus. Masih bisa dipakai Alina. Gak usah kamu buang-buang duit. Cari duit itu susah." Karena ucapan itu aku tersadar. Dan ku urungkan niatku untuk mengambil baju tersebut.

Akhirnya aku meninggalkan tempat tersebut dan menyusul yang lainnya untuk turun ke lantai satu. Menuju meja kasir untuk membayar semua belanjaan kami. Hampir menguras gajiku satu bulan untuk total belanjaan semua keluarga ku ini. Tak masalah toh uang dan rezeki masih bisa di cari. Sedangkan kebahagiaan keluarga itu jauh lebih penting.

Usai dari toko ini lanjut kami menuju tempat makan. Setelah hampir satu jam berkeliling toko. Rasanya menguras tenaga juga. Perut pun ikut keroncongan. Kami mampir ke pasar malam yang berada di sisi dari monumen yang terkenal dan menjadi ikon di kota ini. Warung bakso dan kelapa muda menjadi tujuan kami. Dan semua memesan masing-masing satu porsi bakso dan juga es nya. Kali ini ibuku yang giliran mentraktir anak-anaknya. Niatku yang ingin membungkus dua porsi untuk Marwah dan Alina ku urungkan ketika ibu ku mengingatkan. "Di rumah banyak makanan, Han. Gak usah pakai bungkusin yang di rumah."

Iya, memang di rumah banyak makanan yang dimasak oleh Marwah---istriku. Tapi bukannya makanan tadi juga habis semua oleh kami. Atau ibu sengaja menyisihkan dan menyimpannya untuk Marwah. Iya pasti. Tidak mungkin juga ibuku tega dan melupakan anak Istriku.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Aann 12
mas farhan kok lebih mementingkan keluarganya daripada anak dan istri ya.. bikin gemesss
goodnovel comment avatar
rina chiolly
keluarga jahat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status