Share

Bab 193

Author: perdy
last update Huling Na-update: 2025-08-04 23:20:55

Hujan mengguyur jendela ruang kerja Nayla dengan ritme yang konstan, seperti ingin menyamakan diri dengan pikirannya yang tak berhenti berputar. Di meja kayu yang biasanya dipenuhi dokumen dan laptop, malam itu hanya ada satu benda yang jadi pusat perhatiannya: sebuah bingkai foto.

Foto itu tak baru. Sudut kacanya sedikit retak, dan warnanya mulai memudar. Terlihat Nayla di usia awal 30-an, mengenakan kebaya biru muda, berdiri di samping pria yang sekarang hanya tinggal sebagai bagian dari masa lalu: Adrian.

Suara pintu terbuka pelan, lalu tertutup lagi.

“Aku ketuk dua kali tadi,” kata Arvino sambil masuk, sedikit basah karena gerimis.

“Kamu selalu masuk pelan-pelan, ya,” gumam Nayla tanpa menoleh. Tangannya masih memegang bingkai foto itu, tapi wajahnya tertuju ke luar jendela.

Arvino tak langsung menjawab. Ia hanya menarik kursi di seberangnya, duduk, dan memperhatikan wanita yang selama ini ia kenal sebagai pemimpin yang tak gentar bahkan saat diterpa tekanan besar. Tapi malam ini,
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 196

    Seminggu setelah percakapan itu, hidup kembali berjalan normal. Setidaknya, itu yang Nayla coba yakini. Di kantor, dia dan Arvino tetap profesional—presentasi berjalan lancar, meeting dengan klien seperti biasa, dan sesekali bercanda saat beban kerja mulai berat. Tapi ada sesuatu yang berubah dalam cara mereka saling melirik. Sekilas, hampir tidak terlihat, tapi cukup membuat udara di antara mereka terasa lebih hidup.Malam itu, Nayla menghadiri peluncuran buku karya salah satu kliennya di sebuah hotel mewah di kawasan Sudirman. Acara yang sederhana tapi elegan, dihadiri para penulis, editor, dan beberapa pengusaha kreatif. Nayla mengenakan blazer hitam dan celana kulot krem—formal tapi tidak berlebihan.Dia sedang berbincang dengan penerbit tentang strategi pemasaran digital ketika matanya menangkap sosok yang berdiri di dekat meja registrasi. Tinggi, berjas abu-abu, rambut disisir rapi ke belakang. Galan.Jantung Nayla berdetak lebih cepat, bukan karena rindu, tapi karena shock. Dia

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 195

    Langit Jakarta malam itu menggantung berat, awan kelabu menutupi bintang-bintang. Hujan belum turun, tapi udara terasa lembap, seperti pertanda sesuatu yang belum selesai. Di dalam mobil yang terparkir di depan rumah Nayla, hanya suara mesin AC dan detak jam tangan yang terdengar.Arvino menyentuh kemudi tanpa niat menyalakan mobil. Mereka baru saja pulang dari pertemuan dengan komunitas pelaku UMKM, dan seperti biasa, Nayla duduk di sampingnya, lelah tapi enggan langsung masuk ke rumah. Ada sesuatu yang belum selesai—dan Arvino tahu waktunya sudah dekat."Nayla," suaranya pelan, hampir tenggelam oleh suara kota yang redup di luar, "kalau suatu saat aku ingin lebih dari sekadar rekan kerja... kamu akan?"Nayla tidak langsung menjawab. Tangannya memainkan resleting tas kecil di pangkuannya, matanya menatap ke depan tapi tidak melihat apa-apa. Lalu ia menggigit bibir bawahnya, sesuatu yang hanya dilakukan ketika ia sedang mencoba menahan sesuatu yang rapuh dari jatuh."Aku tidak bisa ja

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 194

    Pukul delapan malam dan kantor sudah sepi ketika Nayla duduk kembali di meja rapat kecil lantai dua, berkas-berkas kasus klien baru masih berserakan di hadapannya. Di depannya, duduk seorang perempuan muda bernama Siska. Usianya tidak jauh berbeda dengan Nayla saat memulai usaha pertama kali.Tapi malam itu, bukan tentang bisnis atau strategi. Siska menangis pelan, tangannya menggenggam cangkir teh yang sejak tadi tak disentuh."Dia bawa kabur uang tabungan kami. Semua hasil kerja keras catering kecil itu, hilang dalam semalam. Aku kira kami sedang bangun masa depan bersama... ternyata aku sendiri yang dibangun untuk ditinggalkan," suara Siska bergetar.Nayla tidak langsung menjawab. Matanya terfokus pada ekspresi Siska—patah tapi berusaha tegar. Familiar. Terlalu familiar."Apakah kamu mencurigai dia sebelumnya?" tanya Nayla pelan.Siska mengangguk lemah. "Pernah. Tapi aku memilih percaya. Karena... bukankah itu yang dilakukan pasangan? Saling percaya?"Pertanyaan itu menggema lebih

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 193

    Hujan mengguyur jendela ruang kerja Nayla dengan ritme yang konstan, seperti ingin menyamakan diri dengan pikirannya yang tak berhenti berputar. Di meja kayu yang biasanya dipenuhi dokumen dan laptop, malam itu hanya ada satu benda yang jadi pusat perhatiannya: sebuah bingkai foto.Foto itu tak baru. Sudut kacanya sedikit retak, dan warnanya mulai memudar. Terlihat Nayla di usia awal 30-an, mengenakan kebaya biru muda, berdiri di samping pria yang sekarang hanya tinggal sebagai bagian dari masa lalu: Adrian.Suara pintu terbuka pelan, lalu tertutup lagi.“Aku ketuk dua kali tadi,” kata Arvino sambil masuk, sedikit basah karena gerimis.“Kamu selalu masuk pelan-pelan, ya,” gumam Nayla tanpa menoleh. Tangannya masih memegang bingkai foto itu, tapi wajahnya tertuju ke luar jendela.Arvino tak langsung menjawab. Ia hanya menarik kursi di seberangnya, duduk, dan memperhatikan wanita yang selama ini ia kenal sebagai pemimpin yang tak gentar bahkan saat diterpa tekanan besar. Tapi malam ini,

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 192

    Lift menuju lantai 12 berhenti dengan ding yang lembut. Nayla melangkah keluar dengan langkah yang lebih ringan dari biasanya, tas kerja di bahu dan ponsel yang masih menampilkan pesan terakhir dari Arvino: "Bu Ratna's case settled. Full payment plus damages. She wants to cook for us next week as celebration."Tanpa disadari, sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman yang genuine."Selamat malam, Bu Nayla," sapa Dinda, sekretaris malam yang biasanya menggantikan Sarah setelah jam 7."Malam, Din. Masih ada yang perlu ditangani?""Report dari tim Jakarta Utara sudah di meja Ibu. Dan..." Dinda pause, studying ekspresi Nayla dengan curious expression. "Ada yang berubah, Bu Nayla."Nayla berhenti di depan pintu ruangannya. "Apa maksudmu?""Biasanya senyum Ibu..." Dinda tampak hesitant untuk melanjutkan."Biasanya bagaimana?""Biasanya senyumnya... dingin. Professional. Sekarang hangat."Kata-kata Dinda mengejutkan Nayla. Di

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 191

    "Mereka bilang apa?" Nayla berhenti mengetik, suaranya naik satu oktaf. Sarah di seberang meja terlihat tak nyaman dengan intensitas reaksi bosnya."Kontrak training sudah ditandatangani, tapi mereka menolak bayar karena katanya ada klausul tentang 'unsatisfactory performance' yang memberi mereka hak buat terminasi tanpa pembayaran.""Klausul yang mana? Kita nggak pernah setuju dengan terms seperti itu.""Menurut tim legal mereka, itu tersembunyi di sub-bagian 4.3.2 tentang quality assurance standards."Tangan Nayla mengepal. Bu Ratna, salah satu peserta program legal literacy mereka, baru saja jadi korban penipuan kontrak yang kelihatan sah tapi manipulatif. Perempuan yang sudah susah payah membangun bisnis katering, kini menghadapi risiko kehilangan bayaran tiga bulan kerja."Hubungi Arvino sekarang juga.""Mbak, mungkin kita sebaiknya—""Sekarang, Sarah."Lima menit kemudian, suara Arvino terdengar dari speaker phone.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status