"Leo, maafkan aku. Kali ini kamu harus membantuku," Anisa bergumam dalam hati.Davin sudah menyadari bahwa barangnya hilang. Kalau perhatiannya tidak dialihkan, Anisa tidak akan bisa hidup dengan tenang.Di saat bersamaan, ponsel Anisa berdering. Pria tersebut mengambil ponsel Anisa dan melihat nama yang tertera di panggilan masuk."Keluarga Pratama? Ternyata kamu nggak bohong. Baiklah, karena kamu memiliki hubungan sama Keluarga Pratama, aku nggak akan menyakitimu. Sana, pergi!" Pria ini tahu betapa mengerikannya Keluarga Pratama.Lagi pula pria ini hanya diminta untuk menginterogasi Anisa. Sekarang semua tugasnya sudah selesai.Setelah Anisa dibebaskan, dia langsung menelepon Bibi Wina."Nona, kenapa tadi tidak angkat teleponnya? Nona di mana? Kenapa belum pulang?" Suara Bibi Wina terdengar cemas.Anisa melihat sekelilingnya, di sini tidak ada desa maupun pertokoan. Terdapat hutan lebat di sepanjang jalan, takutnya di dalam sana ada binatang buas."Bi, sopir di rumah sudah tidur belu
"Eh, maaf, maksudku ... kalau kamu nggak bekerja keras, bagaimana kamu sanggup membelikan barang-barang mewah? Ini adalah pertama kalinya aku mengenakan gaun dan sepatu mewah," kata Anisa sambil berjalan ke depan Theo."Menyedihkan!" kata Theo, lalu masuk ke dalam lift.Sebenarnya Anisa masih ingin menjawab Theo, tetapi pintu lift sudah tertutup.Akhirnya Anisa kembali ke kamarnya. Dia melepaskan gaunnya, lalu masuk ke kamar mandi dan menyalakan air hangat.Dalam sekejap semua lelah pun terasa sirna.Keesokan hari Anisa pergi ke kantor. Pada pukul 10 pagi, semua orang sudah berkumpul di ruang rapat."Selamat pagi semuanya. Aku adalah Anisa Kintara. Hari ini aku mengumpulkan kita semua karena tadi malam aku diculik." Anisa berbicara sambil memperhatikan setiap wajah yang ada di depannya."Hah? Anisa, kamu tidak apa-apa?""Aku tidak apa-apa. Aku mengumpulkan kita semua untuk membahas satu hal. Kondisi perusahaan sedang tidak kondusif, para investor pun pesimis dengan kita. Oleh sebab itu
"Sekarang perusahaan lagi mengembangkan sistem kecerdasan buatan. Walaupun terlihat canggih, aku sendiri juga ragu dengan produknya. Apakah ada yang mau investasi? Hah ...." Anisa terlihat sedih."Anisa, jangan patah semangat! Kalau sistemnya bagus, pasti ada investor yang tertarik. Oh iya, malam ini ada pesta besar, yang datang orang kaya semua. Kamu mau ikut? Siapa tahu dapat kenalan investor di sana?" tanya Sania."Nggak deh. Aku bukan orang kaya," jawab Anisa sambil tertawa."Coba dulu, siapa tahu kamu beneran dapat kenalan investor? Sebenarnya aku nggak mau pergi, tapi ayahku yang memaksa. Aku mau dijodohin. Anisa, temani aku, ya?" Sania menarik tangan Anisa dan berusaha membujuknya."Emm, ya sudah, ya sudah." Anisa tidak tega melihat Sania yang memohon-mohon.Pukul 7 malam.Sania dan Anisa tiba di sebuah hotel mewah bintang lima."Anisa, nanti kita berpencar saja. Aku akan membantu kamu cari investor juga," kata Sania.Anisa mengangguk. "Seingat aku kamu datang buat berkencan deh
Sepuluh menit kemudian ponsel Anisa berdering.Anisa menjawab panggilan tersebut, lalu mengirimkan pesan kepada Sania dan buru-buru pergi.Vanzoe tersenyum mengejek saat melihat Anisa yang buru-buru pergi.Dari mana Anisa mendapatkan keberanian sebesar ini? Berani-beraninya dia datang ke pesta ini tanpa sepengetahuan Theo.Apa kurangnya Theo? Dia berkali-kali lipat jauh lebih baik daripada para pria di sini.Vanzoe tidak mengerti jalan pikiran wanita.Sania mengerutkan alisnya, lalu membalas pesan Anisa.[ Ada masalah apa? Kamu buru-buru banget. ]Anisa membalas pesan Sania.[ Masalah besar! Aku ceritakan nanti. Maaf, ya! ]Yang menelepon Anisa adalah pengawalnya Theo. Pengawal sudah menunggu Anisa di depan pintu hotel.Anisa agak takut melihat pengawalnya Theo. Para pengawal ini sama seperti majikannya, tidak punya hati nurani.Begitu Anisa keluar, sebuah mobil hitam berhenti di depannya. Pengawal menurunkan kaca jendela dan menatap Anisa.Anisa bergegas membuka pintu mobil dan masuk.
Mungkin selama ini tidak banyak wanita yang dekat dengan Theo, makanya orang-orang terdekatnya mengira kalau Theo menyukai Anisa.Namun cinta yang didambakan Anisa adalah cinta yang saling menghormati, bukan saling mengekang.Sesampainya di rumah, pengawal turun duluan dan bergegas melapor kepada Theo. Pengawal takut Theo mengamuk, makanya dia menjelaskan, "Tadi Nona sudah menjelaskan semuanya di mobil. Nona sengaja memanfaatkan nama Leo untuk menguji akurasi alat pendeteksi kebohongan."Anisa sedang melepaskan sepatu. Samar-samar, dia dapat mendengar pembicaraan di antara pengawal dan Theo."Nona juga bilang bukan sengaja ingin membuat Tuan marah," pengawal lanjut menjelaskan."Dia tidak punya mulut? Sampai harus kamu yang menjelaskan?" tanya Theo.Pengawal pun bergegas pamit dan pergi. Ketika berpapasan dengan Anisa, pengawal memelototinya, seolah sedang memperingatkannya untuk membujuk Theo.Anisa selesai berganti sepatu, lalu berjalan ke ruang tamu dan duduk di depan Theo. Anisa me
Anisa berpikir, bagaimana kalau wanita itu belum mati? Berarti Anisa adalah selingkuhannya Theo?Jika wanita itu sudah mati, berarti Anisa hanya dijadikan sebagai pelampiasan? Tidak peduli apa pun alasannya, Anisa merasa agak menyedihkan.Di saat Anisa sedang melamun, pikiran Theo juga sedang mengembara ke mana-mana."Anisa, apa yang kamu sukai dari Leo?" tanya Theo sambil mengeluarkan sebatang rokok."Aku sudah nggak suka." Suara Anisa terdengar lesu.Kalau bukan karena sikap Theo yang meluka, Anisa mungkin akan terus menggunakan Leo untuk membuat Theo marah.Meskipun terkesan kekanak-kanakan, Anisa harus membuat perlawanan agar Theo tidak terus menindasnya sesuka hati.Theo selalu marah bahkan hanya karena hal kecil sekalipun. Kalau Anisa tidak melakukan sedikit perlawanan, mungkin dia bisa depresi."Kamu sudah sadar dia cuma pecundang?" Theo mengambil rokok, tetapi tidak menyalakannya."Selain uang, apakah di otakmu nggak ada hal lain?" Anisa bertanya balik. "Waktu Theo mendekatiku,
Pameran lukisan? Konser musik?Apa yang terjadi kepada Theo?"Wanita berusia sekitar 20 suka yang seperti apa? Kamu tentukan sendiri," jawab Theo."Baik, Pak. Aku kabari setelah dapat tiketnya." Sepertinya Eden baru mendapatkan pencerahan.Keesokan hari.Di Tera Group.Hari ini Theo tidak datang ke kantor karena sedang ada urusan sehingga Eden dan Sabai bisa bergosip secara bebas."Tidak dibilang pun aku tahu, Pak Theo pasti mau mengajak Anisa ke pameran lukisan atau nonton konser musik." Eden tertawa sambil menggelengkan kepala. "Entah apa yang terjadi sama mereka, cepat banget perkembangan hubungannya. Padahal kemarin aku masih khawatir kalau mereka akan bercerai."Sabai mengernyit sambil coba menganalisa. "Sepertinya karena sudah pernah tidur bersama. Kamu tahu sendiri sekeras apa hati Theo, tapi dia sudah pernah merasakan kenikmatan tubuh Anisa. Walaupun membenci Anisa, Theo tetaplah laki-laki, ada hasrat yang perlu dilampiaskan.""Kalau Clara tahu, dia pasti bisa gila," jawab Eden
Pengawal bergegas menarik Anisa keluar dari ruangan.Keributan ini menyebabkan Theo, Profesor Carmen, dan asistennya menoleh ke arah pintu.Begitu melihat Anisa, Theo bangkit berdiri dan bertanya, "Anisa? Kenapa kamu ada di sini?"Anisa mengempaskan tangan pengawal, lalu merapikan pakaiannya dan masuk ke dalam ruangan."Aku cari Profesor Carmen. Kamu juga cari Profesor Carmen?" Anisa berjalan ke hadapan Theo, tatapannya terlihat penuh kecurigaan.Profesor Carmen mengamati interaksi di antara Theo dan Anisa, lalu bertanya, "Kalian saling kenal?"Anisa hendak menjawab, tetapi Theo mendahuluinya. "Profesor, aku masih ada urusan. Pembicaraan ini mohon dirahasiakan.""Tenang saja, aku tahu etika kedokteran," jawab Carmen."Aku pamit dulu." Theo membalikkan badan dan pergi.Ketika melewati Anisa, Theo cuma meliriknya tanpa berkata apa-apa.Anisa terlihat kebingungan, kenapa Theo tidak menjawab pertanyaannya? Ditambah, pembicaraan di antara Theo dan Carmen juga terdengar misterius."Kamu menc