Share

Batas Waktu
Batas Waktu
Penulis: rafikai

SATU

“Halo Giska..”

“Halo Naya..”

“Hay Ser..”

“Haloo cantik..” goda Alfa jail dengan mata yang ia mainkan kearah beberapa cewek yang melewatinya.

Di sepanjang lorong sekolah, Alfa menggoda setiap cewek yang melewatinya. Melihat tingkah sahabatnya yang genit membuat Raffa hanya menggelengkan kepala. Lain dengan Bagas yang justru menimpali dengan lambaian tangan yang sok ngartis. Alfa, laki-laki bertubuh atletis dan wajah yang diatas rata-rata membuatnya mempunyai banyak penggemar di sekolah terutama untuk kaum hawa. Kelebihannya itu lah yang membuatnya menjadi seorang playboy kelas kakap di sekolah. Dan for your information, selain tampan Alfa juga tajir melintir. Laki-laki bermarga Siregar itu merupakan anak dari pengusaha manufaktur sukses di Indonesia.

Ketiga laki-laki itu menuju kantin, Alfa melipir ke stand es cincau Cik Yan. Selain untuk memesan es cincau, Alfa juga ingin menyapa Anna. Perempuan keturunan Tionghoa yang merupakan anak dari Cik Yan.

“Cik es cincau satu ya..” ucapnya kepada Cik Yan. Perempuan paruh baya itu segera menyajikan pesanan. Namun belum sampai ia meracikan es cincau, Cik Yan dikagetkan dengan teriakan bariton dari mulut Alfa yang membuat beberapa siswa di kantin tertegun seketika melihat kearahnya.

“NGGAK MAU CIK!” Cik Yan terkejut dengan teriakan Alfa yang membingungkannya.

“Yaampun Alfa hampir aja bikin Cik Yan jantungan,” ucap Cik Yan sambil mengelus dada. Alfa hanya terkekeh dengan reaksinya.

“KENAPA! JADI BELI APA ENGGAK,” balas Cik Yan lagi dengan suara baritonnya, ia dibuat kesal dengan kelakuan Alfa. Laki-laki itu terlonjak kaget melihat wanita paruh baya di depannya yang berteriak kearahnya. Sontak seisi kantin menertawakan Alfa.

“Rasain loo..” ucap Bagas dengan tertawa renyah kearah sahabatnya itu. Sontak ia terdiam saat Alfa melototinya.

“Nggak enak kalo yang buatin Cik Yan mah..”  sontak Cik Yan melotot tajam. Alfa mendongakkan kepalanya mencari anak perempuan Cik Yan.

“Anna dong Cik..” Alfa mengedipkan satu matanya kepada Cik Yan, yang membuat wanita paruh baya itu begidik ngeri melihatnya.

“Nggak..nggak ada Anna Anna an..” Cik Yan mendengus kasar. Ia jengah dengan kelakuan Alfa yang selalu menggoda anak perempuannya.

“Kalo Elsa?” sahut Alfa mengada-ada. Ya kali dikira keluarga Frozen. Cik Yan menaikkan alisnya tanda tak faham dengan yang dimaksud Alfa. Laki-laki itu sontak tertawa keras melihat reaksi bingung Cik Yan. Dasar jailnya nggak ketulungan, orang tua aja diusilin. Perempuan paruh baya itu memberikan segelas es cincau kepada Alfa. Alfa memberika uang serratus ribuan.

“Kembaliannya ambil aja Cik, hitung-hitung nyogok calon mertua..ya nggak,” usilnya lagi sebelum akhirnya ia menghampiri kedua sahabatnya yang sudah duduk di salah satu kursi di kantin. Cik Yan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah bocah satu ini yang tak henti-hentinya mengusilinya.

Disisi meja lain, Aqilla dengan ketiga temannya sedang membicarakan Alfa. Berkali-kali Aqilla mengumpat laki-laki itu. Melihatnya menggoda cewek-cewek di sekolah ini membuat Aqilla merasa jengah dengan Alfa.

“Ketolong muka aja bangga, prestasi juga nggak ada, belagu banget jadi play boy..” dengus Aqilla sambil mengaduk-aduk es cincau di depannya. Sesekali ia melirik Alfa dan lagi-lagi mengumpatnya saat mendapati laki-laki itu yang sudah dikerumuni para cewek yang sukses terhipnotis olehnya.

“Gila sih emang, gue aja ngga pernah bosen lihatin mukanya yang super kiyutt..” ucap Lala menatap Alfa tanpa berkedip dengan menopangkan dagu ke tangannya.

“Ganteng iya, tajir melintir iyaa..apa coba yang kurang..SEM..PUR..NA..” balas kezia yang juga menatap cowok itu.

“Kalian kenapa sih..biasa aja kali..sempurna dari mananya?” Aqilla menampol pipi kedua sahabatnya, satu per satu. Ia tak habis pikir dengan Kezia dan Lala yang juga mendewakan Alfa.

“Inget..kesempurnaan itu hanya milik Allah..ya nggak Nya,” Aqilla menoleh Vanya, meminta persetujuan. Perempuan berbadan gempal itu sibuk memakan bakso jumbo yang sudah habis dua porsi.

“Mbuetull..twapi shiapa sikh yhang nggak mhau dwengan chowok setampan dwia..” ucapnya dengan mulut yang masih penuh dengan bakso.

“Akhh..sama aja lo..” dengus Aqilla sebal.

“Pelan-pelan kenapa sih kalo makan Nya..” Lala menegur Vanya yang membuatnya ngeri melihatnya memakan bakso.

“Hehe..sorry-sorry, habisnya enak parah nih bakso,” Vanya terkekeh.

“Serius lo nggak suka sama tu cowok?” ledek Lala.

“Atau jangan-jangan…Lo belok ya?” Aqilla melotot tajam membungkam mulut Lala, ia melirik ke kanan kirinya berharap tidak ada yang mendengar ucapan Lala barusan. Vanya dan Kezia hanya terkikik menahan tawanya yang hampir pecah.

“Gila lo..gue masih waras kali,”

“Tapi kalo buat cowok kayak dia, sorry bukan level gue.” Ketusnya.

“Hati-hati kalo ngomong Qil..biasanya benci bisa jadi cinta tuh,” sahut Vanya.

Sepertinya ide nakal muncul di pikiran Lala, terlihat sikapnya yang menunjukkan senyuman nakal kepada Aqilla. Lala mendekati telinga Kezia lalu membisikkan sesuatu, seperti mengajaknya kompromi. Melihat kedua sahabatnya yang aneh membuat Aqilla dan Vanya mengidikkan bahu tak faham.

“Kenapa sih.” Ketus Aqilla.

“Ekhem..” Lala beredeham, lalu memperbaiki posisinya. Mengararhkan teman-temannya untuk merapatkan duduknya.

“Gimana kalo kita taruhan.” Ucap Lala dengan suara lirih yang ditekankan.

“Apaan?” tanya Vanya.

“Firasat gue nggak enak,” Lala tersenyum nakal kepada Aqilla.

“Gue taruh lo buat ambil hati Alfa, nan—“

“Nggak-nggak..ogah gue.” Potong Aqilla. Lala semakin tersenyum nakal.

“Oke..ada yang nggak setuju lagi?” tanyanya kepada tiga sahabatnya. Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Aqilla mendengus kesal, kali ini tidak ada yang dipihaknya. Ketiga temannya terkikik geli melihat reaksi Aqilla.

“Sorry Qil, gue mau banget soalnya..” sahut Vanya tanpa rasa bersalah.

“Mau lihat gue sengsara?” ketusnya. Lala tersenyum dengan kemenangannya.

“Oke Qil lo kalah suara, jadi taruhan ini deal.” Aqilla pasrah dengan teman-temannya, ia sudah kalah suara. Mau tak mau dirinya harus menerima taruhan ini.

“Serah lo deh..taruhannya gmna?” tanyanya pasrah.

“Jadi lo harus bisa dapetin hatinya Alfa, buat dia jatuh cinta sama lo. Sampai dia nggak bisa berpaling ke cewek lain lagi,” Aqilla mendengar dengan malas. Sebenarnya ia juga tak yakin bisa dengan taruhan itu.

“Terus kalo gue yang menang?”

“Apa pun yang lo mau, bakal kita lakuin,”

“Sepuluh permintaan..”

“Tiga permintaan,” jawab Lala.

“Nggak.”

“Okay..lima permintaan,” sahutnya mengalah.

“DEAL.” Jawab Aqilla.

“Terus kalo gue yang kalah?” lanjutnya.

“Lo traktir kita di kantin selama seminggu,” Aqilla berpikir sejenak, dibanding dengan kemenangannya, kekalahannya tidak terlalu berat. Ia pun mengangguk setuju.

“OKE..siapa takut.” Ucapnya ketus. Aqilla lantas berdiri dan meninggalkan ketiga sahabatnya di kantin. Ia melewati Alfa dkk, tentu saja mulut buaya itu beraksi. Sebelumnya, setiap Alfa menggodanya ia selalu diam dan mencuekkannya. Namun kali ini ai justru akan memancing laki-laki itu.

“Hay Aqilla cantik…main yuk,” Alfa dengan mulut buayanya. Aqilla menghentikan langkah dan berbalik kearah cowok itu duduk.

“Boleh. Kapan?” jawab Aqilla dengan senyum manisnya. Tentu saja senyum yang ia paksakan. Alfa sedikit terkejut dengan sikap Aqilla yang tiba-tiba berubah dari yang semula sedingin es batu kini menjadi hangat. Ketiga temannya yang melihat Aqilla meluncurkan aksinya tertawa cekikikan melihat sahabatnya.

“Wiihh tumben si es batu mau nih..” sahut Bagas, yang juga cukup terkejut dengan sikap Aqilla.

“Lusa, gimana?” ucap Alfa yang masih tak percaya. Jelas saja ia menawarkan lusa, sebab nanti malam ia harus keluar dengan pacar kedua dari ke-lima pacarnya. Dasar buaya darat.

“Oke.” Aqilla langsung meninggalkan Alfa dkk yang masih dibuat terdiam olehnya. Sepintas senyuman terlintas dibibirnya. Bukan senyuman buaya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status