Share

8. Kasurku

Kalian tahu apa yang paling aku benci dari Pak Roan? Dia adalah orang narsis yang sok bersih. Padahal yang sering membereskan kamarnya adalah aku. Kadang sampai bingung apakah aku sekretaris atau babunya.

Dan sekarang dia berkomentar tentang apartemenku yang dihasilkan dengan banting tulang? Sungguh, aku ingin mematahkan bibirnya yang limis itu.

"Semalam kita... sibuk resepsi. Benar, kemarin dari pagi sampai malam kita sibuk acara, jadi hari ini kamu libur saja."

Roan menghentikanku yang akan pergi ke Penthouse. Dia melepaskan tanganku. Terlihat gugup dan pandangannya mengarah ke tempat lain.

"Kenapa, Pak? Tumben, biasanya kalau kita dinas ke luar negeri juga nggak pernah dikasih libur."

"Itu beda, pokoknya turuti saja. Kalau sampai kau sakit, aku yang repot."

Tubuhku memang sakit, tapi kalau tidak dikerjakan sekarang maka dua hari tidak akan selesai. Belum lagi nanti sore perabotanku datang.

Kalau cuma sakit seperti ini mah tidak apa-apa, aku pernah demam tinggi tapi tetap masuk kantor. Itu karena Pak Roan akan mengomel jika aku tidak mengerjakan tugas tepat waktu.

Ada kalimatnya yang paling aku ingat hingga sekarang, yakni dia membandingkanku dengan orang lulusan luar negeri.

Katanya aku tidak berguna, bodoh dan tidak bisa melakukan apapun dibandingkan mereka. Itu sangat melukai harga diriku.

Asal dia tahu, aku pemilik nilai UN tertinggi se-provinsi Jawa ketika SMP. Menjadi lulusan terbaik ketika SMA. Masuk UI dan dapat beasiswa penuh.

Namun, Roan terus merendahkanku hanya karena kurang lancar bahasa asing. Menyuruhku lanjut S2 kalau masih mau bekerja di Nathanael Grup. Katanya dia tidak mau membayar orang bodoh.

Sejak saat itu aku berubah, bekerja lebih keras dari siapapun. Tidak mau diremehkan hanya karena bukan lulusan luar negeri. Akhirnya aku lulus S2 dan berhasil menguasai bahasa asing.

Bahasa Inggris, Jepang, Mandarin dan Arab. Aku membuktikan bahwa walaupun bukan lulusan luar negeri, aku bisa mengungguli mereka semua. Hingga Roan memberikan posisi sekretaris utama.

"Kalau nggak dikerjain sekarang, nanti nggak selesai, Pak."

Aku terlatih untuk tepat waktu dan mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya. Tidak suka menunda-nunda apalagi hanya karena habis pecah perawan.

"Biarkan orang lain yang mengisi perabot, hubungi Mirna."

Mirna adalah sekretaris Roan yang lain, walaupun lulusan luar negeri, tapi dia tidak cekatan dan sering berbuat salah. Maka dari itu Pak Roan jarang menyuruhnya.

"Tapi Pak--"

"Kamu mau membantah?"

"Nggak, Pak."

Aku segera menghubungi Mirna, menyuruhnya ke Penthouse untuk mengurus perabotan.

"Sudah, Pak."

"Ambilkan aku minum," perintahnya lagi.

"Baik, Pak."

Aku segera ke dapur dan membuatkan teh. Menghidangkan bersama kukis. Aku menaruhnya di meja kecil lesehan.

Suasana sangat canggung, Roan diam saja sembari menikmati tehnya. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan.

"Soal semalam...." Roan mulai berbicara.

Aku menelan ludah, apa dia mau membahas adegan gila semalam? Duh, jantungku tiba-tiba berdetak kencang seperti baru gajian tapi duit langsung habis.

Apa yang terjadi semalam aku juga salah, bahkan aku ingat ketika mencakar punggung Roan. Apa aku akan dituntut karena itu? Bagaimana kalau Roan minta ganti rugi?

"Semalam... teman-temanku salah karena membuatmu mabuk." Roan mengatakannya dengan cepat. Terlihat canggung.

"Ah, iya. Haha. Mereka yang salah," balasku. Aku juga ikut canggung menanggapinya.

"Kita korban," katanya lagi. Mengalihkan pandangan.

"Haha iya benar, Pak. Kita cuma korban."

Roan meletakkan cangkir teh ke meja, dia terlihat bingung dan canggung. Badannya terus bergerak tidak nyaman. Kami sama-sama tidak nyaman dan terus kepikiran kejadian semalam, saat tubuh kami menyatu.

bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Jadi ingat Drakor sekretaris kim
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status