Home / Romansa / Belenggu Hasrat CEO / 5. Siapa Gio Adelardo

Share

5. Siapa Gio Adelardo

Author: Siska Cahaya
last update Last Updated: 2024-12-05 09:36:56

"Hafsah!" teriak Aryan gegas menopang tubuh gadis itu dengan kedua tangannya.

Hafsah menangis, dia tersedu di depan Aryan dengan tubuh terguncang. Namun, Hayati tetap tak peduli.

"Pergilah, Hafsah! Kehadiranmu hanya akan mengingatkan aku pada kejadian dua puluh tiga tahun lalu saat kamu tercipta. Kamu tercipta sebab kesalahan hingga suamiku meninggalkan aku yang amat mencintainya. Pergilah sebelum satpam mengusirmu!" bentaknya tanpa mau menatap Hafsah.

"Sebenci itu Mama padaku? Apa salahku, Maa?" isak Hafsah tanpa suara.

"Aku membencimu! Sangat!" jelasnya lalu memutar tubuh, "pergi sebelum para satpam di rumah ini menyeretmu." 

Setelah mengucapkan kata-kata pedih itu Hayati masuk ke dalam rumah mewahnya. Semua pelayan hanya mampu menatap iba tanpa bisa menolong. Mereka yang sudah sejak lama mengenal Hafsah hanya bisa mendoakan gadis itu.

"Kita kembali ke Bandung, Hafsah," ujar Aryan memeluknya erat. 

Hafsah diam tanpa merespon apa pun, tanpa dia tahu bahwa lelaki itu menyeka sudut matanya melihat penghinaan yang diterima sang pujaan. Aryan menuntun Hafsah kembali ke mobil yang masih setia menunggunya. Keduanya masuk lalu meminta sopir kembali ke bandara.

"Menangislah!" titah Aryan menggenggam tangannya tapi gadis itu melepaskannya.

"Kata Umma kita gak boleh bersentuhan. Aku sedang belajar membentengi diriku dari segala dosa. Maaf, Aryan," ujar Hafsah menyeka sudut matanya.

Aryan mengangkat bibir ke samping seraya menatap Hafsah.

"Kita ke rumah Omaku," jelasnya menunjukkan jalan pada sopir.

Hafsah dan Aryan menuju rumah Halimah, omanya Hafsah. Gadis itu selalu ke sana ketika siapapun tidak menerimanya. 

"Aku aman di sini, kamu kalau mau balik gak papa. Ini wilayahku bukan?" Hafsah menatap Aryan yang tak meliriknya.

"Aku ingin rehat sejenak dari segala rutinitas yang menyita waktuku. Aku akan tidur di hotel, kamu jangan khawatir. Tapi sebelum itu aku harus memastikan kamu sampai dengan aman di tempat yang di tuju," balas Aryan menarik napas.

***

"Kami benar-benar tidak bisa menemukannya, Tuan. Setelah keluar dari kantor polisi gadis itu dibawa seseorang. Tapi kami kehilangan jejak saat mengikutinya," jelas anak buah Maher.

"Dia dibebaskan?" tanya Maher menatap dinding dengan lukisan samar seorang perempuan.

"Ada yang menjaminnya," jawab mereka menunduk.

"Sampaikan informasi yang jelas padaku! Siapa yang menjamin gadis itu? Siapa gadis itu di mana tinggalnya semuanya katakan dengan lengkap!" teriak Maher kembali menghajar anak buahnya tanpa ampun.

Mereka hanya meringis menahan rasa sakit yang tidak bisa dilawannya. Maher pun terus menghajarnya hingga puas. setelah itu dia masuk ke kamar lalu menarik napas perlahan. Lelaki itu membuka jendela dan berdiri tegap dengan mata terpejam. Perlahan hidungnya menghidu sesuatu yang dirindukan. Sementara jemarinya menari mengikuti arah angin yang berhembus.

"Kamu tidak berada di kota ini, Nona? Kamu kemana? Akan kupastikan kita akan bertemu lagi. Apa pun caranya," bisiknya menghembus napas yang mulai stabil.

Sementara Hafsah telah berdiri di halaman rumah Halimah, perempuan enam puluh tahun itu sedang santai di teras ditemani pelayannya.

"Omaaa!" teriak Hafsah berlari menuju sang nenek yang langsung menoleh dan berdiri menatap ke asal suara.

"Hafsah!" Halimah membentangkan tangan menyambut kedatangan sang cucu.

Keduanya melepas rindu dengan air mata. Halimah mencium kening dan pipi yang terbungkus cadar itu. Dipeluk erat sang cucu perempuan dengan penuh kasih sayang.

"Oma kok bisa tahu ini aku? Padahal aku pake cadar lo," isak Hafsah sambil tertawa.

"Oma tidak akan bisa melupakan darah keturunan sendiri. Kamu aset Martadinata, kamu berliannya Martadinata," jelas Halimah memeluk erat.

Mereka kemudian masuk disusul Aryan yang tersenyum bahagia melihat Hafsah diperlakukan dengan baik oleh neneknya.

"Oma senang kamu kembali. Dan itu artinya ... kamu gak boleh balik lagi ke sana. Ini tempatmu. Keluargamu!" ungkap Halimah menatap Hafsah.

"Aku belum memikirkan itu, Oma. Oma tahu kan apa yang paling aku inginkan?" tanya Hafsah menggeleng hingga tatapannya berhenti pada Aryan yang masih berdiri, "ini Aryan temanku dari bandung."

"Iya." Halimah mengangguk sedih tapi tetap tersenyum pada Aryan. "Sebab itulah kamu harus di sini. Bantu abangmu mengurus anak perusahaan Martadinata. Dia juga akan membuka mall terbesar di Batu Sangkar nanti. Banyak rencana telah di susunnya bersama Hasan, Hanan mulai serius bekerja setelah bertemu seorang perempuan dari Sawahlunto," jelas Halimah tersenyum.

Mereka terus berbincang bersama Aryan. Halimah sangat baik dan ramah, dia juga menyediakan makanan dan meminta Hafsah dan Aryan untuk makan siang. Setelah itu Aryan menuju hotel untuk beristirahat.

Aryan sebenarnya tidak lelah, hanya saja dia memberikan waktu untuk Hafsah agar bisa lebih leluasa bersama keluarganya. Namun, pikiran dan hatinya terus memikirkan Hafsah.

"Aku harus melakukan sesuatu untuk diriku. Tidak tidak tidak, ini tidak boleh dibiarkan. Aku menunggunya lebih dari lima tahun. Ini saatnya untukmu Aryan. Dia tidak akan memahaminya jika kamu tidak mengutarakan padanya." Aryan menganggukkan kepala seraya menatap keluar jendela.

***

Hanan datang mengunjungi Halimah karena diberi tahu tentang kedatangan adiknya. Lelaki tampan itu memasuki rumah dengan wajah dingin dan tanpa senyum. Lelaki itu menuju kamar Halimah dan langsung masuk. Hafsah yang tengah disisir rambutnya oleh Halimah kaget saat seseorang menerobos masuk.

"Abaaang," rengek Hafsah menghambur ke pelukan lelaki itu.

"Bonekaku sudah tumbuh dewasa dan sangat cantik. Siapa lelaki yang beruntung itu?" tanyanya membelai rambut panjang Hafsah.

"Gak ada. Aku belum kepikiran. Lagi fokus ke teka-teki yang diberikan mama untukku," jawab Hafsah mengurai pelukannya.

"Teka-teki?" Halimah mengernyitkan dahinya.

"Iya Oma. Inisial ayah kandungku. Bukankah dari dahulu kala aku dan Bang Hanan beda ayah. Aku tahu itu ... aku bukan keturunan dan darah daging Martadinata," jelas Hafsah membuat Hanan kembali merengkuhnya.

"Jangan katakan itu. Kamu kesayangan kami. Tunggu Hasan kembali dari luar negeri dia akan mengurus segalanya. Tetaplah disini dan jangan kembali lagi ke Bandung," ujar Hanan tegas sambil mencium kening sang adik.

"Aku akan tetap di sini, bersama kalian dan tetap mencari tahu siapa ayahku," balas Hafsah membuat Halimah menjadi gelisah.

Ketiganya keluar dari kamar dan menuju ruang makan. Hafsah sudah memakai kembali kerudung panjang dan cadarnya. Namun, teriakan Hayati membuat dia menghentikan langkahnya.

"Ibu menampung anak sialan ini?" tanya Hayati membuat Halimah menatap tajam dan Hanan menggenggam tangan sang adik.

"Aku sudah memintamu kembali, Hafsah. Pulang ke Bandung!" katanya menarik Hafsah dari genggaman Hanan.

"Enggak, Ma. Aku akan tetap di sini. Mama keras kepala aku juga bisa. Maaf jika aku meniru semua tingkahmu. Tapi untuk kali ini aku tidak akan menurut pada Mama." Hafsah menatap sang ibu dengan datar.

Hayati mengangkat tangan hingga Hafsah menunduk sebelum tangan itu menempel di pipinya. Tapi Halimah menarik tangannya lalu menyeret Hayati ke teras.

"Ini rumahku, Hayati. Jangan bertindak tidak sopan sebagai tamu. Aku bisa mengusirmu atau meminta satpam menyeretmu keluar dari sini. Pergilah!" titah Halimah dengan emosi.

"Ibu membela anak kurang ajar itu?" tanya Hayati tidak percaya.

"Yang kurang ajar itu kamu, Hayati! Kamu yang membuatnya ada bersama lelaki itu. Lalu kenapa kamu ingin bermain-main dengan putrimu. Kenapa tidak kamu katakan kalau ayahnya ada Gio Adelardo. Ayah biologisnya adalah dia! Lelaki itu!" teriak Halimah emosi.

Hafsah mundur teratur hingga menabrak Hanan yang berdiri di belakangnya. Dia menggeleng dengan air mata yang meluncur tak terbendung.

"Gio Adelardo," isaknya menggeleng.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Belenggu Hasrat CEO    80. akhir sebuah keputusan

    Adnan terjaga karena dering ponsel yang begitu nyaring di sisinya. Lelaki itu masih di apartemen lama milik Maher, dia bangkit dan menatap layar dengan mengusap mata, mengusap dan berjalan ke jendela menyibak tirai, membiarkan cahaya masuk menyinari kamarnya."Ada apa?" tanyanya menatap langit biru."Perempuan itu kabur, Boss!" ungkap anak buahnya."Apa!" Adnan terperanjat dan berpaling dengan cepat, "bagaimana bisa!" "Tiba-tiba ada asap setelah itu kami semua pingsan. Saya memeriksa botol yang dilempar ternyata asap bius, Boss. Perempuan itu kabur saat kami pingsan," jelasnya."Cari Lavina! Temukan dia atau sesuatu yang buruk akan terjadi!" Adnan mengusap wajah dengan kasar."Baik, Boss!"Adnan duduk dengan cemas tapi otaknya terus berpikir. Lavina bukan gadis lemah seperti yang Maher pikirkan. Lavina bukan gadis lima tahun lalu yang begitu mengharapkan dan siap mati untuknya. Sekarang ada seseorang yang membantunya untuk balas dendam."Bagaimana cara memberitahu, Tuan. Apa kutelep

  • Belenggu Hasrat CEO    79. Cinta Yang Hilang

    "Maher," rengek Hafsah mendadak mendayukan suaranya."Ah, merduanya suara itu menyebut namaku." Maher menyentuh dada dan memejamkan mata sambil tersenyum membuat Hafsah tersipu malu."Mandilah!" titah Hafsah sambil menyodorkan handuk baru ke hadapan suaminya.Maher menarik pergelangan tangan Hafsah hingga gadis itu menabrak dada bidang lelaki tinggi putih itu. Hafsah terkesiap dan langsung memeluk Maher karena takut jatuh membuat Hafsah memejamkan mata. "Maher." Hafsah berusaha melepaskan dekapan suaminya tapi Maher tetap mempertahannya."Aku selalu menggenggam angin saat Hanan memelukmu. Berharap waktu cepat berlalu dan tiba di mana aku dan kamu halal. Kini ... aku akan selalu memelukmu. Tidak akan kubiarkan Hanan memelukmu," katanya dengan tegas."Dia kakakku," kekeh Hafsah membuat Maher mengangkat wajahnya."Aku tahu," katanya tersenyum, "tapi aku akan balas dendam padanya. Tenang saja aku sudah mengundang Hanan dan oma untuk makan siang. Sekalian perkenalan rumah baru kita.""Ma

  • Belenggu Hasrat CEO    78. Kekaguman Maher

    Suara desir angin dari balkon bertiup samar hingga menggoyangkan tirai. Menyebarkan wangi dari aroma lilin yang berkelip manja di sudut ruangan."Malam ini ... aku Rajanya," bisik Maher, suaranya terdengar rendah tapi cukup menggema di ruangan yang hanya ada mereka saja.Hafsah merasakan jemari Maher menyentuh pundaknya. Menariknya dalam kehangatan yang belum pernah dirasakan selama ini. Hafsah menahan napas saat Maher mengikis jarak antara mereka. Hafsah hanya bisa diam, tidak bisa melawan"Aku membelenggumu dengan cinta dan kesetiaan, Hafsah. Malam ini dan seterusnya aku dan kamu menjadi kita. Aku akan menjadi pelindung dan penjagamu, Istriku. Aku akan selalu menjadi garda terdepan dalam hidupmu," bisiknya seperti mantra yang mengalun indah sekaligus membunuh keberanian Hafsah untuk menatap suaminya.Hafsah menunduk dan membeku saat bayangan Maher tertangkap di mata indahnya. Napasnya berembus di permukaan kulit membuat bulu kuduknya berdiri. Hafsah ingin lari saja tapi kakinya sepe

  • Belenggu Hasrat CEO    77. Gadis malam itu

    Langkah kaki Maher mendekat menyongsong Hafsah yang masih menatap dalam diam. Hafsah menoleh dan langsung panik saat melihat Maher berdiri di depannya dengan sorot mata penuh kelembutan dan cinta. Menatap tersenyum.Hafsah menunduk dengan meremas jemarinya. Dia merasa gugup saat tangan besar itu menarik jemarinya yang lentik. Hafsah menoleh ke samping saat Maher menariknya lebih ketengah. Menampakkan Hafsah seutuhnya di antara cahaya lilin yang berkelip tertiup angin.Maher menatap Hafsah dengan mata menyipit. Dadanya berdegup lebih kencang dan kakinya gemetar. "Hafsah, kamu?" Maher menggeleng tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Lelaki itu mengangkat dagu istrinya agar lebih tegap lagi."Aku tidak percaya ini, Hafsah?" ujar Maher mengitari Hafsah dengan keterkejutan yang tidak bisa disembunyikannya.Tampilan Hafsah mirip dengan malam itu. Malam di mana dia berani duduk dipangkuan Maher dengan rambut panjang dan dress yang lebih pendek meski yang dipakai saat ini lebih pendek da

  • Belenggu Hasrat CEO    76. Sebuah Hubungan Yang Halal

    Aryan mengumpat kesal karena panggilannya diabaikan. Aryan masuk ke dalam mobil dan menatap layar ponsel yang masih menampilkan notifikasi panggilan telepon yang diabaikan oleh Maher. Tak patah semangat, dia kembali menekan nomor Maher dengan cemas tapi juga kesal.Aryan merasa kesal dan kecewa. Dia tidak mengerti mengapa Maher mengabaikan panggilan telepon darinya. Apakah dia tidak ingin berbicara dengan aku? Apakah dia tidak peduli dengan perasaanku?Aryan memutuskan untuk mengirimkan pesan kepada lelaki yang tengah tersenyum bahagia menyambut kedatangan Hafsah pasca dirinya usai mengucapkan ijab kabul. Aryan berharap dia akan membalas dan menjelaskan mengapa dia mengabaikan panggilannya.Tapi Adnan hanya diam menyimpan ponsel di saku jasnya."Tidak apa-apa, Oma. Aku hanya ingin tahu mengapa kamu tidak menjawab panggilanku," tulisnya lalu mengirimkan pesan kepada Maher.Tapi hingga beberapa jam kemudian, lelaki yang dipanggil Oma atau Om Maher itu masih belum membalas pesan darin

  • Belenggu Hasrat CEO    75. kenapa harus Maher

    Hafsah mengangguk dengan menggigit bibirnya. Bersiap untuk segala kemungkinan yang akan terjadi malam ini. Maher melepaskan jarum pengait di kerudung Hafsah. Satu persatu dengan pelan tangan itu menarik jarum dan meletakkan ditempat khusus di meja rias yang telah dipenuhi bedak milik Hafsah.Azan ashar berkumandang membuat Hafsah secara reflek menghentikan pergerakan tangan Maher."Kita salat dulu," katanya menatap suaminya."Sendiri-sendiri dulu ya. Aku merasa belum pas takut salah," jelas Maher."Pelan-pelan kita belajar bareng. Gak papa kita coba," ajak Hafsah meyakinkan suaminya yang mengangguk juga pada akhirnya."Tapi mukenaku," bisik Hafsah menyadari dia tidak datang dengan membawa satu barang apa pun.Maher mengusap pipi itu untuk pertama kalinya membuat Hafsah membeku merasakan sesuatu dalam dirinya mengalir lebih cepat. Lelaki itu melangkah menuju walk-in closet. Tak lama dia kembali dengan mukena putih di tangannya."Ini," katanya menyodorkan kehadapan Hafsah, "pakailah!

  • Belenggu Hasrat CEO    74. Aku Akan Menjagamu!

    Maher menatap pantulan dirinya dicermin. Dia tampak gagah dengan balutan jas hitam serta rambut yang tertata rapi. Berulangkali dia menarik napas guna mengurangi kegugupan. Maher begitu gugup untuk menjalani hari ini."Rasanya menghadapi penjahat tidak segugup ini!" katanya menarik napas.Maher keluar dari kamar melewati kilauan cahaya dan kebahagiaan para tamu undangan. Ruangan dipenuhi bunga-bunga yang wanginya samar terbawa angin tapi mampu menusuk hidung ditambah lampu kristal yang menggantung mewah di langit-langit ruangan. Para tamu tersenyum dan berbisik kagum saat Maher melewatinya. Aura positif begitu menguar dari dirinya. Tampan dan berkelas. Halimah, Hanan, Puti dan Vass tersenyum menikmati pemandangan dua insan yang akan bersatu dalam ikatan suci."Kuharap setelah ini anda selanjutnya, Boss," bisik Vass yang langsung mendapat tatapan tajam dari Hanan. Maher duduk di hadapan penghulu dengan Hanan sebagai saksi dari pihak Hafsah dan Adnan dari pihak Maher. Halimah berdoa

  • Belenggu Hasrat CEO    73. menuju pernikahan

    Hayati diam. Dia sadar sebagai ibu sudah sangat keterlaluan kepada putrinya. Namun, di balik sikap keras dan tidak pedulinya, perempuan itu menyimpan luka dan kesedihan yang tidak bisa dibaginya dengan siapa pun. Sejak dia mengetahui hamil Hafsah, suaminya langsung berubah dan menanyakan tentang kehamilan. Hayati yang tidak pernah disentuh suaminya sejak beberapa bulan lalu tiba-tiba hamil tentu saja menjadi pertanyaan oleh suaminya. Suaminya jadi curiga, dingin, dan menolak satu ranjang dengannya. Bahkan saat Hayati jujur bahwa dia telah berselingkuh, suaminya memilih menceraikannya sesaat setelah melahirkan.Hayati menjadi marah dan terhina diceraikan didepan dokter dan perawat yang membantu proses melahirkannya. Namun, mereka tidak tahu penyebab perceraian itu. Andai saat itu Hayati bisa menjaga diri dan marwah rumah tangganya maka segalanya tidak akan terjadi. Di dalam kehidupan sehari-hari dan pergaulan antara lelaki dan perempuan ada batasan dan aturannya dalam Islam. Terutam

  • Belenggu Hasrat CEO    72. Lebih Menyedihkan

    "Aryan," isak Malini menutup bibir dengan kedua tangannya."Pemahaman agamaku lemah, Pa. Tapi aku tahu bahwa setetes saja seorang suami membuat air mata istrinya jatuh, maka disetiap langkahnya akan dilaknat oleh para malaikat." Aryan menatap Gio dengan kepala terangkat. "Aku sangat kecewa kepadamu, Papa. Sangat!"Aryan meninggalkan Gio yang membeku dan tidak menyangka akan ucapan Aryan. Selama ini lelaki itu selalu menunjukkan cinta dan hormat padanya. Tak pernah mengatakan hal buruk padanya. Tapi kali ini, Aryan bicara dengan tegas dan kepala terangkat. Lelaki itu menyesali segala perbuatannya tapi segalanya telah menjadi masa lalu yang tidak bisa diubah.Aryan mengambil dompet dan jaketnya di lemari lalu keluar bersama Vino menggeret koper miliknya. Lelaki itu melewati Gio begitu saja. Tapi dia memeluk Malini dan mencium keningnya. Sama setiap kali dia akan pergi, Aryan akan melakukannya. Malini hanya diam dan sedikit mengangguk saat Aryan meminta izin padanya."Aku berangkat, Ma,"

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status