Share

Map Cokelat

Author: Miss Secret
last update Last Updated: 2025-08-28 11:17:09

Langit terlihat berwarna jingga keemasan, saat aku tiba di rumah. Bagiku, hari ini adalah hari terburuk yang pernah kualami.

Sepintas aku menoleh ke arah garasi, dan tak melihat mobil suamiku terparkir di sana. Ini artinya, Mas Ethan belum pulang.

Aku pun bergegas melangkah masuk ke rumah. Begitu pintu rumah tertutup rapat, aku langsung menjatuhkan tubuhku ke sofa, lalu menangis.

Tangisan yang mati-matian kutahan sejak berada di rumah sakit, dan di kantor.

Sungguh rasanya begitu berat. Bekerja di tengah campur aduknya perasaan membuatku tak fokus. Namun, sebagai seorang budak corporate, aku bisa apa? Selain berusaha meredam gejolak emosional yang bergelayut di dada.

Dengan tangan gemetar, aku meraih tas, menarik map cokelat. Map yang sejak siang tadi terasa seperti bom waktu di hidupku.

Perlahan kubuka amplop itu kembali, meski aku tahu apa yang kulihat, hasilnya tak akan berubah.

Mataku menelusuri tulisan dokter—hitam, tegas, dan kejam.

“Azoospermia. Jumlah sperma: 0. Kualitas sperma tidak memungkinkan untuk membuahi ovum.”

Aku terdiam. Tubuhku kaku. Dunia seakan berhenti. Hanya kalimat itu yang berulang-ulang bergema di kepalaku sedari tadi.

Selama menyalahkan diriku sendiri setiap kali orang bertanya, “Kapan punya anak?” Aku berpikir mungkin akulah yang bermasalah, mungkin tubuhku yang gagal.

Akan tetapi, kenyataannya, bukan aku. Namun, Ethan, suamiku. Lelaki yang begitu kucintai.

“Mas Ethan .…”

Suaraku pecah, teringat wajahnya, ketenangannya yang selalu memberi semangat padaku sejak kami duduk di bangku kuliah jika aku menghadapi kesulitan.

Belum lagi, jika aku mengeluh karena tak kunjung hamil. Dia yang selalu optimis. Bahkan, kata-katanya masih terngiang jelas, "Kita pasti bisa, Sayang. Aku yakin kita akan punya anak suatu hari nanti.”

Lantas, bagaimana caranya aku mengatakan kenyataan pahit ini? Bagaimana aku harus mengucapkan kalimat yang bahkan aku sendiri tak sanggup menanggungnya.

“Tuhan, kenapa harus dia?" Kenapa harus kita .…”

Air mataku terus mengalir, membasahi map cokelat yang kini menjadi momok untukku.

Beberapa saat kemudian, akhirnya aku bangkit dari sofa setelah entah berapa lama hanya duduk dengan map itu di pangkuanku.

Wajahku basah oleh air mata, terlihat lengket, dan sayu. Mata ini memerah, dan terasa perih. Aku pun sadar, aku tidak boleh terlihat seperti ini ketika Mas Ethan pulang nanti.

Dengan langkah pelan, aku berjalan ke kamar, lalu bergegas menuju kamar mandi. Kubuka keran, membiarkan air dingin dari shower mengalir deras.

Aku melepas pakaian, lalu berdiri di bawah tetes demi tetes air yang jatuh, dan membasuh seluruh tubuh.

Kubasuh wajah berulang kali. Wajahku harus benar-benar terlihat segar, dan tidak boleh ada jejak air mata. Aku harus terlihat seperti Cleo yang biasanya, istri yang selalu bersikap ceria di depan.

Sebelum selesai mandi, kupijat wajahku perlahan, berusaha mengusir sembab di sekitar mata. Lalu, setelah terasa cukup, aku menutup keran dan membungkus tubuh dengan bathrobe.

Di depan cermin, aku menatap pantulan wajah yang masih terlihat sayu. Aku pun mengoleskan pelembap, lalu memoles bedak tipis. Bibirku kutorehkan sedikit lipstik warna natural agar tidak terlihat pucat.

Aku mencoba tersenyum kecil, senyum yang terasa dipaksakan, tapi kupaksa terlihat tulus. Ethan tidak boleh tahu apa yang kubawa pulang hari ini. Setidaknya, belum untuk saat ini.

Setelah mengganti bathrobe dengan dress santai berwarna lembut, aku turun ke dapur. Aku akan memasak makanan kesukaannya, agar bisa mengalihkan pikiran, dan mungkin membuatku lebih siap menyambutnya dengan senyuman saat dia pulang.

Satu jam kemudian, aroma masakan masih memenuhi rumah saat suara pintu depan terbuka. Aku buru-buru melangkah ke ruang tamu, dan Mas Ethan sudah berdiri di ambang pintu.

Wajahnya tampak lelah, tapi kali ini ada sesuatu yang berbeda. Wajahnya suram, tatapannya kosong, seolah beban berat baru saja menimpa pundaknya.

“Mas? Kamu kenapa? Ada masalah di kafe?”

Dia tidak langsung menjawab. Tangannya memijit pelan pelipis, lalu melepaskan napas berat.

“Aku capek banget."

Aku mengulurkan tangan, menggenggam jemarinya yang dingin. “Mas, ada apa? Kamu bikin aku khawatir.”

Mas Ethan menatapku, matanya memerah seperti menahan emosi.

“Aku dibohongi, investasiku gagal. Dia bawa kabur uangku. Aku salah terlalu gegabah. Padahal ada uang cafe yang aku gunakan untuk investasi tersebut. Aku malah bikin semuanya berantakan.”

Aku menatapnya lama, hatiku ikut terhimpit melihat suamiku seperti ini. Ada dorongan kuat untuk memeluknya, menenangkannya, meski di hatiku sendiri masih tersimpan luka.

Aku pun menariknya perlahan ke dalam pelukanku.

“Mas, dengar aku, semua orang bisa jatuh.”

Dia akhirnya balas memelukku erat. “Aku bener-bener nggak tahu harus gimana, Cleo. Aku cuma, takut mengecewakan kamu, dan semua orang.”

Aku menggigit bibir, menahan perih. Kalau saja dia tahu, akulah yang sebenarnya menyimpan kenyataan yang bisa lebih melukainya.

“Kamu nggak pernah mengecewakan aku, Mas. Selama kamu ada di sini, itu udah cukup buatku.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Di Lift

    Aku spontan menoleh, meskipun ada rasa tegang menyergap.“Kita sudah sampai.”Aku buru-buru mengalihkan pandangan ke luar jendela. Benar saja, mobil sudah berhenti di lokasi rapat yang disebutkan Pak Andra tadi.“Oh ....” Aku berusaha terdengar biasa, walau suaraku sedikit serak. “Baik.”Aku segera meraih tas, membuka pintu mobil. Seketika, angin luar menerpa wajahku, membawa sedikit kelegaan.Devan keluar lebih dulu, memberi isyarat singkat pada staf yang sudah menunggu, lalu berjalan mendahuluiku menuju pintu gedung.Aku menarik napas panjang, mengumpulkan ketenangan. "Profesional, Cleo. Ingat, kamu ada di sini untuk bekerja," batinku dalam hati Aku pun mengikuti di belakangnya, bersiap menghadapi rapat, dan juga menghadapi diriku sendiri.Begitu memasuki gedung, kami diarahkan ke lift untuk menuju ruang rapat di lantai atas. Aku melangkah masuk bersama Devan, hanya berdua kali ini, karena staf yang mengantar, harus menjemput rekan bisnis yang lain. Awalnya semua berjalan normal

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Meeting di Luar

    Pagi ini, aku duduk di depan meja rias cukup lama. Bedak tipis, dan lipstik samar sudah kupulas, tapi wajahku masih saja terlihat sendu. Semalaman aku hampir tak tidur, bukan hanya karena pikiranku sendiri yang kalut, tapi juga karena Mas Ethan. Dia sangat gelisah, berulang kali bangun, dan aku langsung memeluknya, mengusap punggungnya, sambil berusaha menenangkan. Aku paham bagaimana kondisi mentalnya yang cukup tertekan, dan juga amarah yang masih menggeloraAku menarik napas panjang, lalu bangkit dari meja rias, dan meraih tas kerja. Mas Ethan masih tertidur, wajahnya pun tampak letih. Sebelum pergi, aku sempat menatapnya lama dari ambang pintu kamar, ingin membangunkannya hanya untuk berkata aku berangkat dulu, tapi kuurungkan. Aku tak mau mengganggunya. Biarlah, dia butuh istirahat untuk menenangkan tubuh, dan jiwanya. Perjalanan menuju kantor pagi ini, terasa lebih lama dari biasanya. Mungkin, sebenarnya sama seperti hari-hari kemarin. Hanya saja, otak dan hatiku terasa penu

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Map Cokelat

    Langit terlihat berwarna jingga keemasan, saat aku tiba di rumah. Bagiku, hari ini adalah hari terburuk yang pernah kualami.Sepintas aku menoleh ke arah garasi, dan tak melihat mobil suamiku terparkir di sana. Ini artinya, Mas Ethan belum pulang.Aku pun bergegas melangkah masuk ke rumah. Begitu pintu rumah tertutup rapat, aku langsung menjatuhkan tubuhku ke sofa, lalu menangis.Tangisan yang mati-matian kutahan sejak berada di rumah sakit, dan di kantor.Sungguh rasanya begitu berat. Bekerja di tengah campur aduknya perasaan membuatku tak fokus. Namun, sebagai seorang budak corporate, aku bisa apa? Selain berusaha meredam gejolak emosional yang bergelayut di dada.Dengan tangan gemetar, aku meraih tas, menarik map cokelat. Map yang sejak siang tadi terasa seperti bom waktu di hidupku.Perlahan kubuka amplop itu kembali, meski aku tahu apa yang kulihat, hasilnya tak akan berubah.Mataku menelusuri tulisan dokter—hitam, tegas, dan kejam.“Azoospermia. Jumlah sperma: 0. Kualitas sperma

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Hasil Tes

    Pagi ini, saat berangkat ke kantor, aku berusaha sebisa mungkin terlihat biasa. Ketika berpamitan dengan Mas Ethan, wajah kubuat seceria mungkin, seperti tak ada beban. Meskipun sebenarnya dalam hati, aku berusaha menekan dalam-dalam semua gejolak yang masih tersisa sejak kemarin. Lebih tepatnya sejak Devan menemuiku di basement.Aku berharap dia sudah lupa jika kami pernah dekat, dan menganggap aku hanyalah sebatas kenangan tak berharga di masa lalu. Namun, harapan itu sepertinya berbanding terbalik dengan kenyataan. Dia masih mengingat semua itu, dan sepertinya ingin membahas kenangan yang ingin kukubur dalam-dalam. Sesampainya di kantor, aku berjalan cepat menuju kubikel. Menata meja, membuka laptop, serta menyiapkan dokumen yang harus kukerjakan.Namun, saat aku baru saja duduk, suasana yang tadinya penuh perbincangan ringan di antara karyawan sebelum bekerja, mendadak sedikit heningBeberapa karyawan mulai membetulkan postur tubuh, sebagian lagi sengaja menunduk dengan pura-p

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Masa Lalu

    Perlahan aku menoleh, dan benar saja, di antara deretan mobil yang terparkir di basement, sosok tinggi dengan jas yang kini sudah dilepas dan dasi yang longgar berdiri menatapku.Dialah Devan.Dia berjalan mendekat, langkahnya tenang, dengan sorot mata tajam yang tak pernah berubah sejak dulu."Cleo, apa kabar? Kamu masih inget aku, 'kan?" Aku menelan ludah, mencoba meredam degup jantungku yang kian kencang."Iya, aku ingat. Kamu keliatan berbeda."Senyum tipis pun tersungging di bibir Devan. Laki-laki yang usianya jauh lebih muda di bawahku itu, kini berjalan mendekat. “Cleo, saat itu sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan, tapi ....”Dadaku serasa diremas. Meskipun aku tak tahu apa yang akan dia katakan, tapi mungkin aku tahu ke mana arahnya."Saat itu kamu tiba-tiba pergi ....” Aku langsung memotong pembicaraannya, seolah tak ingin memberi kesempatan untuk membahas masa lalu. Ada jeda hening yang panjang. Kudengar hembusan napasnya berat. "Iya, saat itu aku yang udah janji, ta

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Aku mengenalnya

    Beberapa saat kemudian, kasak-kusuk di antara karyawan kian kencang ketika sebuah mobil mewah berwarna hitam perlahan berhenti tepat di depan lobby gedung.Ketika pintu terbuka, serentak semua mata karyawan tertuju pada sosok yang keluar dari mobil tersebut. Aku pun ingin melihatnya. Namun, karena jarak yang masih cukup jauh, aku belum bisa melihat dengan jelas.“Itu bos baru kita?” bisik seseorang di sampingku."Iya, itu Pak Adrian Devan Pratama."Mendengar nama itu disebut kembali, otakku seketika berpikir keras, sembari mengingat lembar demi lembar masa lalu yang pernah kulewati. Entah mengapa nama itu, sepertinya tak asing. Namun, pernah terpatri di sudut ingatan. Seiring berjalannya sosok Adrian menuju gedung, akhirnya dari balik kerumunan, aku bisa melihat sosok tersebut.Akan tetapi, saat melihat sosok itu, seketika mataku terbuka lebar, diiringi tanda tanya yang menyeruak di dalam dada. Rasanya, aku tak percaya, siapa laki-laki yang menjadi bosku.Namun, mataku tak mungkin sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status