Al masih sibuk dengan pekerjaannya ketika Tania masuk ke ruang kerjanya. Sekilas Al mengamati Tania yang mulai mendekat ke arahnya."Ryan bilang kamu akan ngantor di Jakarta lagi, Mas?" tanya Tania sambil mengamati pekerjaan suaminya."Ya, di sini sudah ada manajer baru. Aku akan kembali mengurus kantor pusat." Al menjawab pertanyaan istri sirri nya tanpa mengalihkan pandanganya dari layar laptop."Apa aku boleh ikut?" tanya Tania seraya memeluk punggung suaminya. Dia menghidu leher suaminya, seolah itu adalah candu yang bisa memabukkan."Lusa kita akan berangkat ke Jakarta. Aku juga ingin membawamu bertemu dokter Toni. Beliau dokter kandungan yang dulu mengawasi kehamilan almarhumah mamaku," jawab Al kemudian melepaskan tangan Tania.Sejujurnya Al merasa sudah tidak nyaman berdekatan dengan Tania, apalagi setelah mendengar fakta dari dokter Toni. Perasaan Al pada Tania semakin tergerus hingga tak tersisa barang sedikitpun."Bagaimana dengan Hanna?" Tania memiringkan kepalanya agar dap
"Saya mohon, Bu. Tolong beri tahu saya keberadaan Hanna. Saya sangat mencintainya, saya ingin rujuk dengannya." Entah sudah berapa kali Al memohon pada Bu Yana tapi wanita itu tidak menggubrisnya, bahkan Rayyan pun tak bisa berbuat apa-apa."Maaf, Nak. Hubungan Al dan Hanna kan sudah berakhir. Jikalau Al benar-benar mencintai Hanna, tolong biarkan dia memulai kembali hidupnya," ucap Bu Yana pada pria yang sedang bersimpuh di depannya."Bangunlah, Al! Jangan merendahkan dirimu seperti ini! Jika Hanna ditakdirkan untukmu pasti dia akan kembali padamu. Untuk sekarang, biarkan dia menenangkan dirinya dulu." Bu Yana memaksa Al untuk berdiri dan kembali duduk di kursinya."Apa Hanna sudah menikah dengan pria lain, Bu?" tanya Al cemas."Belum. Sejauh yang ibu tahu, Hanna tidak sedang dekat dengan pria manapun. Hanya saja ...." Bu Yana tidak melanjutkan ucapannya, dia merutuki dirinya sendiri yang hampir saja kelepasan berbicara."Hanya apa, Bu?" telisik Al pada mantan mertuanya. Al tidak ingi
Di dalam bus sesaat sebelum mereka berangkat meninggalkan sekolah, Hanna dengan sabarnya memimpin anak-anak membaca do'a naik kendaraan. Hiruk pikuk serta canda tawa meramaikan suasana di dalam bus sepanjang perjalanan mereka, sesekali Hanna melemparkan kuis lalu memberikan hadiah bagi anak yang bisa menjawabnya.Bus yang mereka tumpangi membawa tujuan pertama mereka, yakni kebun binatang. Ammar dan Unsa membimbing anak-anak berbaris sebelum memasuki Kebun Binatang Tampa yang terletak di Lowry Park. Nampak anak-anak itu sangat tidak sabar ingin segera memasuki kebun binatang.Dibimbing oleh guru kelasnya masing-masing, satu persatu anak-anak memasuki kebun binatang melewati susunan gapura yang terbuat dari kayu. Mereka sangat antusias melihat satwa-satwa di dalam kebun binatang itu.Perhatian Hanna tertuju pada sebuah ornamen kayu yang bertuliskan 'Sulawesi', seketika rasa rindunya terhadap tanah air membuncah di dadanya. Dia belum memikirkan kapan akan kembali ke negara asalnya karena
Dean baru saja menutup panggilan telepon ketika pintu ruangannya diketuk, Kevin muncul dari balik pintu setelah Dean menyuruhnya masuk. Dia membawa beberapa berkas yang perlu ditandatangani Dean."Barusan Al meneleponku," kata Dean datar. Dia dengan santai menyandarkan bokongnya di tepi meja. "Oh, ya? Untuk apa? Aku baru saja menerima laporan keuangan perusahaannya, nampaknya tidak ada masalah di sana." Kevin yang baru saja ingin meletakkan berkas-berkas itu mengurungkan niatnya.Dean bersedekap lalu menghela napas. "Al bilang Hanna kabur dari rumah. Apa terjadi sesuatu ketika kamu di Kalimantan? Rasanya mustahil Hanna kabur begitu saja."Jantung Kevin mulai berdegup lebih kencang, dia mengeratkan tangannya pada berkas yang dipegangnya. Dia mencoba mengatur napasnya agar tidak tampak panik. Kemudian memikirkan alasan apa yang harus dia katakan untuk mengelabui bosnya.Nampaknya Kevin tak memiliki kesempatan untuk berkelit lagi. Tatapan Dean yang meng-intimidasi seolah ingin mengatakan
I am a muslim, the things I sayIn everything I do everydayWe are a muslim, the things we sayIn everything we do everydayOooh ... bismillahOooh ... alhamdulillahMia Johnson mengetuk-ngetukkan pisau dan garpu di atas meja, kedua matanya berbinar menyanyikan lagu milik Yusuf Islam yang sering di dengarnya di Al Huda Pre School.Mendengar putrinya yang sedang bernyanyi, lantas Debra Johnson memusatkan perhatiannya pada Mia yang sama sekali belum menyentuh pancake di piringnya.Telinganya menyimak dengan teliti setiap kata yang keluar dari mulut mungil Mia. Dia sangat terkejut dengan lirik lagu yang sedang dinyanyikan Mia. Kedengarannya seperti lagu rohani, entah milik siapa. Debra mengernyitkan dahinya, dia sadar ada yang tidak beres dengan putrinya."Lagu apa itu, Mia?" Mendadak Debra kehilangan selera makannya. Dia meletakkan garpu dan pisaunya di sisi piring makan. Kedua tangan Debra saling bertautan dan diletakkannya di bawah dagu. Dia berusaha menjaga mimiknya sesantai mungkin a
"Dua orang petugas kepolisian sedang menunggumu di luar. Apa kamu bersedia menemui mereka? Kau yakin tidak apa-apa?" tanya Noah ragu. Dia takut polisi itu akan membawa Hanna."Biar aku menemuinya, Noah. Ini salahku." Hanna bergegas keluar hendak menemui polisi itu, sedangkan Noah mengekorinya di belakang. Dia mengabaikan perasaan mual dan pening di kepalanya."A-ada yang bisa saya bantu, Sir?" sapa Hanna sedikit gugup pada dua orang polisi yang sedang menunggunya. Jemarinya saling meremas karena kedua telapak tangannya yang dingin dan basah. Bahkan Hanna beberapa kali menyeka peluh di dahinya. Dia berusaha melawan panic attack yang sedang menderanya."Anda Miss Hanna?" tanya salah seorang dari mereka."Iya," jawab Hanna."Ikutlah dengan kami ke kantor. Seseorang telah membuat laporan, dan kami membutuhkan keteranganmu." Hanna lalu menyetujuinya dan ikut bersama mereka. Memangnya apa yang bisa dilakukan Hanna selain ikut ke kantor polisi? Melawan pun dia tak bisa."Apakah saya boleh iku
Dean bersama Hanna dan Kevin duduk di ruang tamu tempat tinggal Hanna di lantai tiga gedung sekolah. Dia sedang menyidang dua orang terdekatnya itu."Jadi, siapa yang akan menjelaskan padaku?" tanya Dean menatap satu per satu Kevin dan Hanna."Aku.""Aku."Kevin dan Hanna menjawab secara serempak.Dean terkekeh. "Kalian kompak sekali, tidak hanya di belakangku bahkan di depanku pun masih sangat kompak. Sebenarnya sudah sejauh mana hubungan kalian?" kata Dean seolah dia sedang mengejek dirinya sendiri."Demi Tuhan, kami tidak punya hubungan apa-apa, Dean. Aku hanya ingin membantu Hanna, mencarikan pekerjaan dan melupakan masa lalunya," kata Kevin berusaha meyakinkan."Memangnya kenapa kalau kami punya hubungan?" celetuk Hanna tanpa memikirkan akibat dari pertanyaannya."Shit!" Kevin yang sejak awal sudah merasa tegang kini semakin dibuat tegang oleh Hanna. Dia kemudian menutup wajah dengan kedua tangannya.Mendengar umpatan Kevin lantas Hanna menoleh pada pria itu. Tidakkah Hanna meliha
Ditemani salah seorang pengawalnya, Dean dan Hanna pergi ke salah satu supermarket besar di kota itu. Dean mengambil sebuah troli yang berjejer di samping pintu masuk. Hanna mengekorinya di belakang. Langkah kedua orang itu memasuki pintu kaca yang otomatis terbuka saat jarak mereka berada dua meter berada di depannya."Berjalanlah di sampingku, Hanna! Aku tidak akan memakanmu," goda Dean. Pria itu melirik Hanna dengan senyuman di sudut bibirnya. Hanna segera menyejajarkan langkahnya."Ada yang ingin kamu beli?" tanya Dean. Kedua matanya mengamati beberapa rak yang berjejer rapi di depannya."Biar aku ambil keranjang lagi supaya aku bisa membayar sendiri." Hanna hendak melangkah pergi tapi Dean menarik belakang jilbabnya, spontan dia memegangi kepalanya. Jilbab yang sedikit tertarik ke belakang membuat sebagian kening Hanna lebih terekspos. Gadis itu lalu merapikannya kembali sambil berdecak kesal.'Astaga, nih bule, hampir saja jilbabnya lepas. Lagipula memang aku orang lain, dia piki