MasukPernikahan yang seharusnya di langsungkan dua minggu lagi. Kini Yeshi harus melakukan pengaturan ulang. Memberikan biaya tambahan kepada Wedding organizer (WO). Yaitu penyedia jasa profesional yang membantu calon pengantin dalam merencanakan, mengatur, dan melaksanakan acara pernikahan.
Karena pihak Wedding organizer juga hanya memiliki waktu kosong di tanggal dua belas. Tiga hari dari waktu pemberitahuan. Yeshi dan kedua orangtuanya tetep menyetujui pengaturan itu. Di hari itu juga mereka semua langsung menyebarkan undangan yang telah disimpan. Mereka melakukannya seperti pengaturan awal. Agar Nenek Anin tidak curiga. Acara mendadak itu tentu saja membuat semua orang merasa bingung. Namun juga ikut senang karena pernikahan di segerakan. Hari-H pernikahan. Di salah satu ruang rias khusus untuk kedua mempelai yang ada di gedung pernikahan. Yeshi menatap diam di depan cermin cukup besar. Dia menarik napas berulang kali. Mencoba mengatur emosi dan perasaannya. Senyuman indah yang coba ia tunjukkan masih saja terlalu sulit di lakukan. Dari arah pintu beberapa wanita masuk membawa gaun pengantin yang telah di siapkan. Salah satunya membawa koper berisi makeup lengkap. "Nona, kita akan mulai sekarang." Yeshi mengangguk memberikan persetujuannya. Pesta pernikahan akan di mulai jam sepuluh pagi. Dan Yeshi harus melakukan riasan di jam tujuh pagi. Nyonya Ayas datang. Dia berdiri di dekat putrinya dengan tatapan nanar. Di saat air matanya mengalir. Dia berusaha menyembunyikannya. Ia membalikkan tubuhnya kebelakang. Setelah memastikan air mata tidak mengalir lagi. Wanita paruh baya itu melihat kearah putrinya kembali. "Putriku selalu saja terlihat cantik." Dari pantulan cermin Yeshi menatap kearah Mamanya. "Aku putri Mama. Tentu saja cantik." Tersenyum. "Mama akan melihat keadaan di luar." Berjalan keluar dari ruangan. Tepat di saat pintu tertutup. Nyonya Ayas menekan dadanya. Rasa sesak terasa sangat menyakitkan. Air mata yang ia coba tahan mengalir perlahan. Dia tidak pernah menyangka rasa sakit yang di rasakan putri pertamanya. Harus di rasakan putri bungsunya juga. Di tinggalkan calon suaminya di saat pernikahan telah di jadwalkan. Namun Yeshi jauh lebih bisa menjaga dirinya. Karena putri pertamanya Yena hamil terlebih dulu. Sebelum pernikahan di langsungkan. Akibat dari itu pihak pria memberikan tuduhan jika anak di dalam kandung Yena adalah anak pria lain. Sehingga pernikahan harus di batalkan. Dan Yena sendiri memilih pergi keluar negari dalam keadaan mengandung. Dan tidak pernah kembali lagi selama satu tahun terakhir. Tuan Danu mendekati istrinya. Dia merangkulnya mengajaknya pergi ketempat lain. Di jam delapan pagi beberapa tamu undangan dari pihak keluarga dekat sudah berdatangan. Begitu juga dengan Tuan Hazhi yang harus memaksa putra pertamanya dan putra keduanya agar bersedia ikut dengannya. "Kakak pertama, selamat atas pernikahan putrimu." "Terima kasih sudah bersedia hadir." Tuan Danu memberikan sambutan. Kepada sepupu jauhnya yang datang bersama istrinya juga kedua putranya. Nyonya Aylin memeluk wanita yang terlihat tersenyum namun menyembunyikan kesedihannya. "Di hari bahagia seperti ini. Kenapa kakak ipar terlihat sedih?" "Aku terlalu bahagia. Dapat melihat putri bungsuku menikah," ujar Nyonya Ayas berusaha menutupi masalah yang tengah di hadapi keluarganya. "Kalian sudah melakukan perjalanan jauh. Mari kita masuk bersama." Semua orang memberikan anggukan persetujuan. Mereka masuk kedalam gedung pernikahan yang telah di dekorasi sangat indah. Baru saja mereka masuk, bau harum dari seribu bunga mawar merah dan putih memenuhi gedung pernikahan. Semua bunga terlihat masih segar tanpa ada satupun yang layu. Kain sutra berwarna merah darah dan putih transparan di kaitkan dalam satu bagian. Di bentuk seperti kupu-kupu menggantung di beberapa titik pada bagian langit-langit ruangan. Gantungan kaca seperti kristal berjatuhan di tengah-tengah ruangan. Tepat di bagian terdalam terdapat lampu putih cerah. Sehingga membuat keindahan tersendiri di saat para tamu memperhatikan kearah atas. Jalur khusus yang di buat untuk kedua mempelai. Juga terbuat dari kaca bening dengan lampu kuning keemasan. Menambah kesan mewah namun masih dalam balutan elegan. Di ruangan tata rias. Penatas rias telah menyelesaikan pekerjaannya. "Nona Yeshi, semua sudah selesai. Kami akan segara pergi untuk menyesuaikan jadwal lain," ujar wanita penata rias sembari menata semua barangnya. Dua asisten pribadi penata rias itu juga ikut membereskan semua barang bawaan mereka. "Iya, terima kasih banyak." Yeshi menatap dengan rasa terima kasih. Di jam sembilan kurang lima belas. Mempelai wanita masih harus menunggu seorang diri di dalam ruangan. Kedua orangtuanya masih sibuk mengurus tamu undangan yang terus berdatangan. Sedangkan Nenek Anin memperhatikan dari kamera yang di pasang di dalam aula pernikahan. Dan di sambungkan langsung ke laptop yang ada di rumah sakit. Tempat Neneknya di rawat. Pasien lain dan keluarga pasien yang ada di ruangan tempat Nenek Anin di rawat. Mereka sangat antusias ingin menyaksikan pernikahan cucu wanita tua itu. Bruukk... Pintu ruangan yang di gunakan untuk menata riasan kedua mempelai di buka. Arga sudah berdiri menatap dengan kedua mata yang terlihat memerah. Selama beberapa hari dia tidak bisa beristirahat dengan baik karena Yeshi memutuskan pernikahan mereka. Dan kini dia datang setelah mendapatkan ucapan selamat dari teman kantor Yeshi yang juga mengenal dirinya. Mendengar kabar itu Arga tentu kaget. Namun dia berharap Yeshi bisa menerimanya kembali. "Shishi, kamu ingin menikah dengan siapa? Aku jelas-jelas mempelai pria yang seharusnya datang. Mengikat janji suci di antara kita. Tapi kamu bahkan tidak menghubungi aku juga keluarga besarku. Kamu justru melakukan pernikahan diam-diam bersama pria lain." Arga menutup pintu. Di saat pria itu mendekat Yeshi sudah bangkit berada di pojok ruangan. Pisau kecil yang ada di dekatnya. Langsung di ambil dan di arahkan kedepan. "Jika kamu mendekat lagi. Aku tidak segan melukaimu." "Shishi, kamu tidak bisa menikah dengan pria lain. Aku calon suamimu. Hanya aku yang bisa menikah denganmu." Arga benar-benar sudah frustasi. Dia menekan amarahnya. "Baiklah, aku akan membiarkan kamu menikah dengan pria lain. Asalkan kamu memberikan keperawananmu kepadaku. Aaaaaa..." Bertarik kuat. "Aku tidak ingin hancur seorang diri. Kita saling mencintai. Jika aku hancur kamu juga harus merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan." "Kamu gila. Kamu sudah gila Arga. Kamu yang telah melakukan kesalahanan. Tapi kenapa aku yang harus menderita." Tangan Yeshi bergetar. Rasa takut sudah tidak bisa ia kendalikan. Arga semakin mendekat. "Berhenti..." Brakkkk... Seseorang masuk secara paksa. Pelakkk... Dreakkk... Tinjuan kuat di layangkan kewajah Arga. Pria itu tersungkur kearah meja rias. Membuat semua barang di atasnya berjatuhan dan berserakan di lantai. Ethan berdiri tegap menjadi pelindung wanita yang terlihat sangat ketakutan. Dia menggenggam lembut tangan Yeshi yang masih mengarahkan pisau kedepan. "Pisau ini terlalu tajam. Jangan sampai melukai dirimu sendiri." Menarik perlahan tangan wanita itu. Lalu mengambil pisau yang ada di tangannya. Arga bangkit. "Apa kamu pria yang sudah merebut calon istriku?" teriaknya kuat membuat setiap urat di tubuhnya terlihat. Kedua matanya melotot penuh amarah. Tatapan Ethan berubah menjadi sangat dingin di saat dia membalikkan tubuhnya menatap Arga. Arga melawan. Bukkk... Dreakkk... Namun satu pukulannya yang meleset justru membuatnya babak belur. Dari arah luar Tuan Danu, Nyonya Ayas, Tuan Hazhi dan Nyonya Aylin yang berniat menghampiri mempelai wanita. Mereka langsung berlari sekuat tenaga di saat mendengar suara perkelahian dari ruangan rias. Melihat Arga ada di dalam ruangan dengan wajah penuh luka. Tetap tidak bisa memadamkan amarah Tuan Danu. "Aku akan membunuhmu." Dia langsung menyerbu. Memukuli Arga tanpa henti. "Kakak pertama, hentikan. Dia bisa mati." Tuan Hazhi menarik tubuh sepupunya itu. Tapi dia masih tidak sanggup melakukannya. Sehingga harus di bantu putra keduanya yang baru saja datang. Untung saja Tuan Danu berhasil di tahan. Nyonya Ayas mendekat. Palkakk... Tamparan kuat juga ia berikan. Tidak selang lama pihak kemanan gedung berdatangan mengamankan situasi.Di dalam mobil yang melaju kencang Wanita itu hanya bisa diam dengan tubuh bergetar. Dalam hatinya hanya berharap Paman kecilnya segara datang membantu dirinya lepas dari genggaman pria itu."Aaaa..." Pria yang tengah memegang kendali mobil kehilangan kendali. Tangan kirinya menekan kepalanya. "Data, data, data..."Dia terus mengulangi kata yang sama sepanjang perjalanan.Di menit berikutnya pria itu memperhatikan wanita di sampingnya. "Kamu harus menyimpan datanya. Jangan sampai ada orang yang mengetahui keberadaan data itu."Yeshi memperhatikan dengan air mata yang terus mengalir."Aku tidak akan membunuhmu. Hanya kamu satu-satunya orang yang dapat menerima data itu." Kedua mata itu sangat menakutkan. "Cari benda tajam." Suara-suara aneh terus saja berdatangan tanpa henti. Membuat isi kepala pria itu terasa hampir meledak. "Cepat."Dengan tangan yang masih terikat. Yeshi mencari benda tajam yang bisa dia berikan kepada pria itu. Dia menemukan cutter kecil di samping tempat duduknya.
Saat malam hari kediaman itu menjadi sangat sunyi. Hanya suara hewan malam yang terdengar saling bersautan.Tokk...Suara ketukan pintu terdengar.Yeshi bangkit dari atas tempat tidur meletakkan laptop yang ada di pangkuannya. "Tunggu sebentar." Dia berjalan menuju pintu. Saat dia membuka pintu itu Pak Tua Zack sudah berdiri di hadapannya."Nyonya muda, makan malam sudah siap."Yeshi keluar dengan baju casual.Di meja makan dua puluh lauk berbeda ada di atasnya."Paman Zack, apa Paman kecil sudah pulang?" Tanya Yeshi."Tuan muda masih ada banyak pekerjaan di luar. Mungkin malam ini tidak bisa kembali," ujar Pak tua Zack."Lalu, semua makanan ini?" Menatap semua makanan yang ada di depannya."Untuk anda."Jawaban sederhana dari Pak tua Zack membuat wanita itu menelan ludah kecut di tenggorokannya. Pandangan matanya teralihkan menuju pria tua di samping meja. "Paman Zack, aku tidak mungkin menghabiskan semua ini.""Tidak masalah. Nyonya bisa mengambil secukupnya," saut pria tua itu."La
Pesta pernikahan berakhir di jam dua belas siang. Semua tamu undangan juga telah meninggalkan gedung pernikahan. Hanya keluarga dari kedua mempelai yang masih berbincang di dalam gedung pernikahan.Sedangkan kedua mempelai telah berada di dalam ruangan penata rias.Di dalam ruang mereka hanya diam. Hingga Erhan memulai pembicaraan lebih dulu. "Untuk sementara kamu bisa tinggal di apartemenku. Nanti aku akan minta seseorang membeli rumah pernikahan." Mengambil satu batang rokok. Tapi tidak menyalakannya hanya di putar berulang kali di antara jari-jari tangan."Tidak perlu. Aku tahu paman kecil menyetujui pernikahan ini karena paksaan keluarga." Menatap kearah pria di ujung ruangan bagian kanan. "Besok aku akan menyiapkan surat perceraian untuk mengakhiri pernikahan ini." Yeshi menatap dengan perasaan tidak enak.Mendengar itu Erhan langsung menatap kearah wanita berbalutkan gaun pengantin. "Tunggu sampai semua tenang. Jika kita langsung bercerai Ibu pasti akan membunuhku."Pemantik ele
Arga di seret keluar dari ruangan itu.Melihat dirinya sudah aman Yeshi justru merasakan kakinya sangat lemas. Saat dia hampir pingsan Ethan langsung menahan tubuhnya. Wanita itu di arahkan untuk duduk di kursi.Nyonya Ayas segara memeluk putrinya."Kakak pertama, sebenarnya apa yang terjadi?" Tuan Hazhi mencoba meluruskan masalah yang tidak mereka mengerti.Pintu ruangan di tutup rapat. Tidak mengizinkan orang luar masuk kedalam.Tuan Danu menceritakan semua masalah yang terjadi kepada adik sepupunya tanpa terlewat."Bocah itu memang layak mati," ujar Tuan Hazhi menggertakkan giginya. Dia menatap kearah kakak sepupunya. "Tapi tidak mungkin juga kalian membiarkan Yeshi duduk di pelaminan seorang diri.""Sebentar lagi acara akan di mulai. Ibu juga tengah menyaksikan melalui kamera yang telah di pasang di aula utama. Jika pesta gagal kami takut keadaan Ibu menjadi semakin buruk." Tuan Danu menekan kepalanya."Bukankah kakak juga masih lajang. Kenapa tidak dia saja yang menggantikan memp
Pernikahan yang seharusnya di langsungkan dua minggu lagi. Kini Yeshi harus melakukan pengaturan ulang. Memberikan biaya tambahan kepada Wedding organizer (WO). Yaitu penyedia jasa profesional yang membantu calon pengantin dalam merencanakan, mengatur, dan melaksanakan acara pernikahan.Karena pihak Wedding organizer juga hanya memiliki waktu kosong di tanggal dua belas. Tiga hari dari waktu pemberitahuan. Yeshi dan kedua orangtuanya tetep menyetujui pengaturan itu. Di hari itu juga mereka semua langsung menyebarkan undangan yang telah disimpan. Mereka melakukannya seperti pengaturan awal. Agar Nenek Anin tidak curiga.Acara mendadak itu tentu saja membuat semua orang merasa bingung. Namun juga ikut senang karena pernikahan di segerakan.Hari-H pernikahan.Di salah satu ruang rias khusus untuk kedua mempelai yang ada di gedung pernikahan. Yeshi menatap diam di depan cermin cukup besar. Dia menarik napas berulang kali. Mencoba mengatur emosi dan perasaannya. Senyuman indah yang coba ia
Yeshi meraih botol kaca yang ada di dekatnya.Pranggg...Botol di hantamkan kuat kearah kepala Arga."Arhhh..." Pria itu menekan rasa sakit di kepalanya. Seketika dia melepaskan cengkeraman tangannya.Darah mengalir dari bekas hantaman."Pergi..." Ujung lancip pecahan botol di tekan di lehernya. "Lebih baik aku mati. Dari pada harus menyerahkan kesucianku kepadamu." Tangannya bergetar. Tangis tidak lagi dapat di tahan. Rasa takut telah menyelimutinya. "Pergi, atau kita mati bersama..." Yeshi berteriak lebih kuat.Arga terus menekan kepalanya. Darah terus mengalir dari celah jari jemarinya. "Shishi, aku sangat mencintaimu. Tidak akan aku biarkan kamu lepas begitu saja." Dia berjalan pergi dari rumah itu.Yeshi berlari menuju kepintu. Dengan tangan bergetar dia segara mengganti sandi akses masuk kerumahnya. Dia jatuh terduduk di lantai."Aaaaaaa..." Tangisannya pecah.Hatinya terluka sangat dalam oleh pria yang ia telah percayai. Dan ingin ia serahkan seluruh masa depannya kepadanya. Se







