MasukYeshi meraih botol kaca yang ada di dekatnya.
Pranggg... Botol di hantamkan kuat kearah kepala Arga. "Arhhh..." Pria itu menekan rasa sakit di kepalanya. Seketika dia melepaskan cengkeraman tangannya. Darah mengalir dari bekas hantaman. "Pergi..." Ujung lancip pecahan botol di tekan di lehernya. "Lebih baik aku mati. Dari pada harus menyerahkan kesucianku kepadamu." Tangannya bergetar. Tangis tidak lagi dapat di tahan. Rasa takut telah menyelimutinya. "Pergi, atau kita mati bersama..." Yeshi berteriak lebih kuat. Arga terus menekan kepalanya. Darah terus mengalir dari celah jari jemarinya. "Shishi, aku sangat mencintaimu. Tidak akan aku biarkan kamu lepas begitu saja." Dia berjalan pergi dari rumah itu. Yeshi berlari menuju kepintu. Dengan tangan bergetar dia segara mengganti sandi akses masuk kerumahnya. Dia jatuh terduduk di lantai. "Aaaaaaa..." Tangisannya pecah. Hatinya terluka sangat dalam oleh pria yang ia telah percayai. Dan ingin ia serahkan seluruh masa depannya kepadanya. Semua impian sederhananya telah hancur. Dalam keheningan, wanita itu hanya diam merangkul kedua lututnya di sofa ruang tamu. Kejadian pagi tadi membuat trauma yang tidak akan bisa ia lupakan. Suara dering ponsel terdengar. Tangan lemah itu mencoba meraihnya. "Ya, Ra." "Yeshi, semua dokumen sudah aku terima. Kenapa kamu tiba-tiba mengambil cuti satu bulan? Apa kamu baik-baik saja?" Tanya Rara teman satu kantor Yeshi melalui sambungan telepon. "Dua minggu lagi pernikahan akan di langsungkan. Masih banyak keperluan yang harus di selesaikan. Jika terus memikirkan masalah pekerjaan. Hal penting dalam hidupku tidak bisa berlangsung dengan lebih baik," ujar Yeshi. "Benar juga. Aku juga sudah mengabarkan kepada pihak management. Semua akan di alihkan sementara kepada bagian dua. Kamu atur pernikahanmu dengan tenang. Aku akan menghandle semua pekerjaanmu dengan baik," saut Rara dengan antusias. "Aku tutup dulu. Lima menit lagi meeting di mulai. Bye..." Sambungan telepon di akhiri. Yeshi menarik napasnya dalam. "Aku tidak bisa terpuruk seperti ini. Aku harus menyelesaikan semuanya sebelum menyesal." Baru saja dia berniat menghubungi pihak Wedding Organizer untuk membatalkan pernikahannya. Mamanya sudah menghubunginya terlebih dulu. "Ya, Ma." Suara tangisan terdengar dari sambungan telepon. "Ma, ada apa?" "Shishi, Nenek masuk rumah sakit. Dia terkena serangan jantung." Mendengar kabar itu tubuh Yeshi semakin lemas. "Berikan aku alamat rumah sakitnya. Aku akan segara kesana." "Jangan ngebut. Jaga keselamatanmu." Panggilan di akhiri. Yeshi mengatur napasnya berulang kali. Lalu bangkit dari sofa mulai menyiapkan semua keperluan untuk di bawa pergi. Kali ini dia tidak membawa mobil sendiri. Tapi menyewa sopir pribadi untuk membawa mobilnya. Dia terlalu lelah untuk membawa kendaraan menempuh perjalanan selama empat jam lagi. Di tambah dia juga belum tidur sama sekali. Selama perjalanan wanita itu memilih untuk menenangkan pikirannya. Dia terkadang tertidur dan memberikan kepercayaan penuh terhadap sopir sewaan yang sudah cukup ia kenal. "Nona Yeshi, kita sudah sampai." Paman Arafi membangunkan wanita yang tertidur lelap di kursi belakang. Yeshi membuka kedua matanya. Dia melihat kearah kaca mobil. Mereka benar-benar sudah tiba di rumah sakit tempat Neneknya di rawat. "Paman, kamu bisa beristirahat terlebih dulu. Cari hotel terdekat untuk beristirahat. Sewakan juga satu kamar untukku." Memberikan uang untuk menyewa dua kamar, uang makan dan uang jajan. "Iya." Wanita itu keluar membawa tas ranselnya. Baru setelahnya mobil melaju pergi menuju kehotel terdekat. "Yeshi kamu pasti bisa." Raut wajah lelah ia hilangkan. Dia berjalan masuk kedalam rumah sakit. Dan mulai mencari ruang dengan nomor 322 di lantai tiga. Tempat neneknya di rawat. Saat masuk kedalam ruangan. Dia mendapati ruangan sudah penuh. Dua tempat lainnya juga telah di tempati pasien. "Mama, Ayah. Bagaimana keadaan Nenek?" Nyonya Ayas meraih tangan putrinya. " Ibu baru saja tidur. Operasi harus di lakukan dalam waktu dekat ini. Tapi dia bersikeras melakukan operasi setelah melihat kamu menikah. Dia sangat keras kepala. Bagaimana pun kami membujuk. Tetap Ibu tidak ingin mendengarkannya." "Bagaimana tanggapan dokter?" "Dokter akan mengusahakan yang terbaik." Menatap kearah putrinya. "Shishi, bagaimana jika pernikahan kalian di percepat? Agar Nenekmu juga bisa segara melakukan operasi." Ludah pahit di telan di tenggorokannya. Mulutnya seperti terkunci rapat tidak bisa mengatakan semua masalah yang telah ia alami. Namun dia juga tidak bisa memberikan harapan palsu kepada keluarganya. "Ma, Yah, ada yang ingin aku bicarakan dengan kalian. Tapi tidak di sini." Melihat putri mereka terlihat sangat serius. Nyonya Ayas dan suaminya mengikuti setiap langkah putrinya keluar dari ruangan. Di lorong rumah sakit yang memanjang. Mereka duduk di kursi tunggu. "Aku sudah membatalkan pernikahanku." Semua kesedihan yang berusaha ia tahan. Tidak lagi memiliki tepat untuk di simpan. "Arga melakukan kesalahan. Beberapa bulan lalu dia mabuk dan bermalam dengan wanita lain. Saat ini wanita itu tengah hamil lima bulan. Aku tidak bisa menerimanya lagi." Yeshi menahan air mata yang hampir keluar. "Bajingan itu." Tuan Danu menekan amarahnya. Brukk... "Ma..." Semua orang panik di saat Nyonya Ayas pingsan. Fisik dan mentalnya terlalu lelah menerima semua kenyataan. Beberapa perawat jaga langsung membantu Tuan Danu membopong tubuh istrinya menuju ruang perawatan lain. Dokter juga segara di kabari untuk melakukan pemeriksaan. Setelah Nyonya Ayas sadar. Yeshi memeluk Mamanya sangat erat. "Ma, maaf." Wanita paruh baya itu mengelus lembut kepala putrinya. "Ini semua bukan kesalahanmu. Putriku, kamu sudah menderita. Tidak masalah pernikahan di batalkan. Mama juga tidak sudi memiliki menantu sepertinya." Tangis keduanya pecah. Tuan Danu menghela napas lega melihat istrinya siuman. Dia juga mengelus lembut kepala putrinya. "Lupakan soal pernikahan. Ayah juga tidak ingin melihat putriku menderita." Yeshi melepaskan pelukannya. Dia berkata, "Pernikahan harus tetap di jalankan. Tapi tanpa suami." Kedua orangtuanya menatap binggung. "Ma, Yah. Keadaan Nenek saat ini sangat tidak stabil. Jika pernikahan gagal aku takut akan mempengaruhi kesehatan Nenek. Pesta pernikahan bisa di langsungkan meskipun tidak ada acara mengikat janji suci. Hanya mempelai wanita di pelaminan tanpa mempelai pria. Setidaknya acara harus berlangsung tanpa gangguan. Lagi pula uang yang kalian keluarkan untuk pernikahan ini juga sangat banyak. Jika di batalkan begitu saja uang akan hilang tanpa bekas. Tapi jika tetap di langsungkan pesta pernikahan. Setidaknya Nenek juga dapat melihat aku mengenakan gaun pengantin. Dengan begitu Nenek akan bersedia melakukan operasi." Yeshi menjelaskan niatnya. Yang terpikirkan di saat itu juga. "Tidak bisa. Bagaimana denganmu? Semua orang pasti akan mencela dirimu. Ayah tidak setuju." "Ayah, jika ada orang yang bertanya tentang mempelai pria. Kita bisa mengatakan jika mempelai pria sedang sakit. Tidak bisa hadir. Dan prosesi mengikat janji suci juga telah di lakukan. Hanya di hadiri pihak keluarga saja. Semua orang tentu tidak akan memperhatikan masalah yang sebenarnya." Yeshi berusaha meyakinkan Ayahnya. "Ayah, anggap saja aku melakukan semua ini demi Nenek." "Putriku." Tuan Danu meraih tubuh putrinya ia dekap kuat. "Bagaimana bisa pria bodoh itu melukaimu. Jika aku melihatnya, aku pasti akan mematahkan kedua kakinya." Untung saja diskusi itu di lakukan di kamar pasien VVIP. Sehingga tidak ada orang luar yang bisa mendengarnya. Pelukan di lepaskan. "Ayah, Ibu. Kenapa tidak memindahkan Nenek keruang pribadi?" "Kamu tahu sendiri sifat Nenekmu itu. Dia tidak suka keheningan. Sehingga memilih ruangan kamar bersama pasien lain," ujar Nyonya Ayas. Yeshi tersenyum mendengar ucapan Mamanya sembari mengusap air matanya. Dia tentu mengerti dan paham betul. Jika Neneknya memang wanita keras kepala yang sulit di bantah. "Ayah bisa menemani Mama di sini. Biar aku yang menemani Nenek." Kedua orangtuanya setuju. Yeshi keluar dan kembali kekamar Neneknya. Di hatinya ada sedikit kelegaan setelah mengatakan semua kesulitannya kepada kedua orangtuanya.Di dalam mobil yang melaju kencang Wanita itu hanya bisa diam dengan tubuh bergetar. Dalam hatinya hanya berharap Paman kecilnya segara datang membantu dirinya lepas dari genggaman pria itu."Aaaa..." Pria yang tengah memegang kendali mobil kehilangan kendali. Tangan kirinya menekan kepalanya. "Data, data, data..."Dia terus mengulangi kata yang sama sepanjang perjalanan.Di menit berikutnya pria itu memperhatikan wanita di sampingnya. "Kamu harus menyimpan datanya. Jangan sampai ada orang yang mengetahui keberadaan data itu."Yeshi memperhatikan dengan air mata yang terus mengalir."Aku tidak akan membunuhmu. Hanya kamu satu-satunya orang yang dapat menerima data itu." Kedua mata itu sangat menakutkan. "Cari benda tajam." Suara-suara aneh terus saja berdatangan tanpa henti. Membuat isi kepala pria itu terasa hampir meledak. "Cepat."Dengan tangan yang masih terikat. Yeshi mencari benda tajam yang bisa dia berikan kepada pria itu. Dia menemukan cutter kecil di samping tempat duduknya.
Saat malam hari kediaman itu menjadi sangat sunyi. Hanya suara hewan malam yang terdengar saling bersautan.Tokk...Suara ketukan pintu terdengar.Yeshi bangkit dari atas tempat tidur meletakkan laptop yang ada di pangkuannya. "Tunggu sebentar." Dia berjalan menuju pintu. Saat dia membuka pintu itu Pak Tua Zack sudah berdiri di hadapannya."Nyonya muda, makan malam sudah siap."Yeshi keluar dengan baju casual.Di meja makan dua puluh lauk berbeda ada di atasnya."Paman Zack, apa Paman kecil sudah pulang?" Tanya Yeshi."Tuan muda masih ada banyak pekerjaan di luar. Mungkin malam ini tidak bisa kembali," ujar Pak tua Zack."Lalu, semua makanan ini?" Menatap semua makanan yang ada di depannya."Untuk anda."Jawaban sederhana dari Pak tua Zack membuat wanita itu menelan ludah kecut di tenggorokannya. Pandangan matanya teralihkan menuju pria tua di samping meja. "Paman Zack, aku tidak mungkin menghabiskan semua ini.""Tidak masalah. Nyonya bisa mengambil secukupnya," saut pria tua itu."La
Pesta pernikahan berakhir di jam dua belas siang. Semua tamu undangan juga telah meninggalkan gedung pernikahan. Hanya keluarga dari kedua mempelai yang masih berbincang di dalam gedung pernikahan.Sedangkan kedua mempelai telah berada di dalam ruangan penata rias.Di dalam ruang mereka hanya diam. Hingga Erhan memulai pembicaraan lebih dulu. "Untuk sementara kamu bisa tinggal di apartemenku. Nanti aku akan minta seseorang membeli rumah pernikahan." Mengambil satu batang rokok. Tapi tidak menyalakannya hanya di putar berulang kali di antara jari-jari tangan."Tidak perlu. Aku tahu paman kecil menyetujui pernikahan ini karena paksaan keluarga." Menatap kearah pria di ujung ruangan bagian kanan. "Besok aku akan menyiapkan surat perceraian untuk mengakhiri pernikahan ini." Yeshi menatap dengan perasaan tidak enak.Mendengar itu Erhan langsung menatap kearah wanita berbalutkan gaun pengantin. "Tunggu sampai semua tenang. Jika kita langsung bercerai Ibu pasti akan membunuhku."Pemantik ele
Arga di seret keluar dari ruangan itu.Melihat dirinya sudah aman Yeshi justru merasakan kakinya sangat lemas. Saat dia hampir pingsan Ethan langsung menahan tubuhnya. Wanita itu di arahkan untuk duduk di kursi.Nyonya Ayas segara memeluk putrinya."Kakak pertama, sebenarnya apa yang terjadi?" Tuan Hazhi mencoba meluruskan masalah yang tidak mereka mengerti.Pintu ruangan di tutup rapat. Tidak mengizinkan orang luar masuk kedalam.Tuan Danu menceritakan semua masalah yang terjadi kepada adik sepupunya tanpa terlewat."Bocah itu memang layak mati," ujar Tuan Hazhi menggertakkan giginya. Dia menatap kearah kakak sepupunya. "Tapi tidak mungkin juga kalian membiarkan Yeshi duduk di pelaminan seorang diri.""Sebentar lagi acara akan di mulai. Ibu juga tengah menyaksikan melalui kamera yang telah di pasang di aula utama. Jika pesta gagal kami takut keadaan Ibu menjadi semakin buruk." Tuan Danu menekan kepalanya."Bukankah kakak juga masih lajang. Kenapa tidak dia saja yang menggantikan memp
Pernikahan yang seharusnya di langsungkan dua minggu lagi. Kini Yeshi harus melakukan pengaturan ulang. Memberikan biaya tambahan kepada Wedding organizer (WO). Yaitu penyedia jasa profesional yang membantu calon pengantin dalam merencanakan, mengatur, dan melaksanakan acara pernikahan.Karena pihak Wedding organizer juga hanya memiliki waktu kosong di tanggal dua belas. Tiga hari dari waktu pemberitahuan. Yeshi dan kedua orangtuanya tetep menyetujui pengaturan itu. Di hari itu juga mereka semua langsung menyebarkan undangan yang telah disimpan. Mereka melakukannya seperti pengaturan awal. Agar Nenek Anin tidak curiga.Acara mendadak itu tentu saja membuat semua orang merasa bingung. Namun juga ikut senang karena pernikahan di segerakan.Hari-H pernikahan.Di salah satu ruang rias khusus untuk kedua mempelai yang ada di gedung pernikahan. Yeshi menatap diam di depan cermin cukup besar. Dia menarik napas berulang kali. Mencoba mengatur emosi dan perasaannya. Senyuman indah yang coba ia
Yeshi meraih botol kaca yang ada di dekatnya.Pranggg...Botol di hantamkan kuat kearah kepala Arga."Arhhh..." Pria itu menekan rasa sakit di kepalanya. Seketika dia melepaskan cengkeraman tangannya.Darah mengalir dari bekas hantaman."Pergi..." Ujung lancip pecahan botol di tekan di lehernya. "Lebih baik aku mati. Dari pada harus menyerahkan kesucianku kepadamu." Tangannya bergetar. Tangis tidak lagi dapat di tahan. Rasa takut telah menyelimutinya. "Pergi, atau kita mati bersama..." Yeshi berteriak lebih kuat.Arga terus menekan kepalanya. Darah terus mengalir dari celah jari jemarinya. "Shishi, aku sangat mencintaimu. Tidak akan aku biarkan kamu lepas begitu saja." Dia berjalan pergi dari rumah itu.Yeshi berlari menuju kepintu. Dengan tangan bergetar dia segara mengganti sandi akses masuk kerumahnya. Dia jatuh terduduk di lantai."Aaaaaaa..." Tangisannya pecah.Hatinya terluka sangat dalam oleh pria yang ia telah percayai. Dan ingin ia serahkan seluruh masa depannya kepadanya. Se







