Share

Bab 03, Terlanjur Jatuh

Pagi-pagi sekali, Dasya sudah berada di toko kue miliknya. Tidak ingin bertemu dengan Aren yang pastinya akan membuat pagi Dasya menjadi kurang menyenangkan. Maka dari itu, Dasya bangun cepat untuk menyiapkan sarapan dan segala kebutuhan pria itu, lalu pergi meninggalkannya.

Biasanya, jam delapan Dasya baru akan berangkat dari rumah ke toko kue. Akan tetapi, khusus hari ini, Dasya datang cepat. Pukul tujuh sudah berada di toko kue. Membuka toko, membersihkan dan menyiapkan segala keperluan untuk membuat kue nanti.

Mila—sahabat sekaligus karyawannya itu mengernyitkan kening heran saat dirinya sampai di toko, dan melihat Dasya sudah ada di sana, dengan kesibukan yang biasa Mila lakukan bersama karyawan lain.

“Eh, Mil. Lo udah datang?!” Mila hanya mengangguk menatap bingung sahabatnya sekaligus bosnya itu. “Itu peralatan udah gue beresin. Tinggal nanti lo pakai sama yang lain,” ucap Dasya memberitahu.

Gadis itu masih sibuk dengan kegiatannya mengelap etalase, dan menata kue-kue yang dia keluarkan dari lemari pendingin. Mila berjalan masuk meletakkan tasnya ke loker miliknya, lalu kembali ke arah Dasya.

“Sya, tumben lo udah datang. Biasanya jam segini lo masih di rumah nyiapin kebutuhan lakik lo.” Dasya hanya melirik Mila sebentar sambil tersenyum tipis. “Ada apa? Apa ada masalah?”

Dasya menghela napas kasar. Kegiatannya terhenti sejenak, dia menggeleng kemudian melanjutkan.

“Tidak ada,” sahutnya pelan. “Hanya ingin cepat datang saja. Sekalian bantu kalian buka toko,” ucapnya berbohong.

Mila terdiam memperhatikan Dasya yang terlihat sedang menyembunyikan sesuatu. Mila juga dapat melihat mata Dasya yang sedikit membengkak dan memerah.

“Sya, lo ribut sama Aren lagi?” tanya Mila.

Dasya tidak menjawab, melirik Mila dan tersenyum membalas sapaan satu persatu karyawannya yang mulai berdatangan. Kemudian menggeleng setelah merasa hanya tinggal mereka berdua saja.

“Tidak,” jawabnya singkat, lalu berjalan meninggalkan Mila.

Namun, gadis itu mengikutinya. Menarik tangan Dasya untuk menghadapnya. Alhasil, Dasya sekarang sudah berhadapan dengan Mila. Kening Dasya mengerut bingung.

“Aren pasti nyakitin lo lagi, ‘kan? Dia pasti berbuat kasar, ‘kan?! Iya, ‘kan?” cecar Mila.

Dasya menatap Mila sejenak, dia tidak tahu harus mengatakan apa. Sementara, Mila sudah bisa menebak tanpa harus Dasya jelaskan. Ingin rasanya Dasya menangis saat ini, lalu menjelaskan kepada Mila apa yang kemarin terjadi. Meskipun, apa yang akan Dasya katakan hampir sama dengan cerita sebelum-sebelumnya.

Tidak ingin karyawan yang lainnya melihat mereka membicarakan tentang hubungan rumah tangga Dasya yang berantakan. Dasya berjalan menuju ruangannya yang diikuti Mila di belakangnya.

“Sepertinya, gue nggak usah menjelaskannya dari awal, Mil.” Dasya menarik kursi kerjanya. Kemudian duduk. Mila ikut duduk di depan Dasya. Hanya ada meja yang menghalangi mereka.

“Lo pasti sudah hafal dan mengerti dengan cerita gue kali ini.” Suara Dasya terdengar bergetar seperti menahan tangis.

Mila menarik napas panjang, dia menatap Dasya yang sedang memandang ke luar jendela. Memperhatikan kendaraan yang berlalu lalang di sana. Meskipun tidak sepenuhnya fokus ke sana.

“Sudah gue bilang, Sya. Suami lo itu nggak akan bisa berubah! Kenapa nggak lo tinggalin saja, sih?!”

“Nggak semudah itu, Mil,” desah Dasya pelan. Dia menunduk sambil menatap kedua tangannya yang saling bertautan. “Berpisah dengannya juga nggak bakalan bikin hidup gue nyaman.”

Kelapa Mila menggeleng seolah tidak setuju dengan apa yang dikatakan sahabatnya itu.

“Siapa bilang, Sya? Malah dengan berpisah dengannya, lo nggak lagi-lagi mendapat perlakuan kasar, dan hinaan setiap harinya. Setidaknya hati lo nggak akan setiap hari terluka.”

Dasya hanya diam saja mendengar apa yang dikatakan Mila tadi. Dalam hati, dia membenarkan apa yang dikatakan sahabatnya itu. Dia akan terbebas dari semua yang melukainya selama lima tahun ini. Dasya sangat ingin itu terjadi. Akan tetapi, perkaranya tidak semudah itu.

Mungkin mudah saja menggugat cerai Aren, meninggalkan pria dingin dan menyebalkan itu, lalu memulai hidup baru lagi. Itu akan menjadi perkara muda andai saja hati Dasya tidak jatuh pada pesona pria yang sudah mengabaikannya selama lima tahun ini.

Tidak tahu kapan dan bagaimana, Dasya jatuh cinta pada Aren—suaminya sendiri. Mungkin tidak ada salahnya jatuh cinta pada suami sendiri, apabila terbalas dan diperlakukan selayaknya istri. Akan tetapi, Aren malah tidak pernah menganggap Dasya seperti itu. Dasya merutuki dirinya yang harus jatuh hati pada pria yang sama sekali tidak meliriknya.

“Jangan bilang ... lo jatuh cinta sama dia, Sya?!” tebak Mila menatap Dasya dengan mata memicing.

Lagi-lagi Dasya hanya mendesah membuat perkiraan Mila semakin kuat. Mila menyayangkan Dasya yang harus jatuh cinta pada penjahat seperti Aren. Punya hati, tapi tidak memiliki rasa. Pria yang bisanya memaki, membentak dan menyakiti Dasya saja.

Ya, Mila adalah satu-satunya orang yang tahu tentang perkara rumah tangga Dasya bersama Aren. Itupun baru satu tahun ini mengetahui hal tersebut. Sebab, Dasya selalu saja menyembunyikan segala kedukaannya kepada siapapun itu. Baik teman dekat maupun keluarganya sendiri.

“Benar, Sya, lo jatuh cinta sama dia?! Sama orang yang nggak menginginkan lo?!”

“Gue tahu itu salah, Mil.” Dasya mendesah pelan sambil mengusap wajahnya. “Tapi, gue juga nggak bisa mencegahnya. Rasa itu mengalir begitu saja tanpa bisa aku tahan.”

Mila terdiam tidak tahu harus mengatakan apa. Dasya tidak sepenuhnya salah. Memang apa salahnya jatuh cinta, tetapi yang menjadi masalah adalah, Dasya jatuh cinta dengan orang yang salah. Walaupun status mereka suami istri. Akan tetapi, tidak seharusnya gadis itu jatuh cinta pada pria yang sama sekali tidak bisa membalas perasaannya. Sebab, semua akan sia-sia dan mengakibatkan banyaknya luka yang akan dirasakan Dasya.

“Kupikir, rasa ini hanya sementara. Namun, lama kelamaan rasa cintaku kepadanya semakin dalam seiring berjalannya waktu. Meskipun ... meskipun dia selalu menyakitiku dengan kata-katanya, dan sikapnya yang dingin juga ketus. Akan tetapi, rasaku tidak menghilang. Malah bertambah setiap harinya, Mil.”

Dasya sudah tidak bisa menahan lagi. Air matanya mengalir begitu saja mengingat bagaimana dia mencoba menghapus rasa kepada Aren. Namun, bukannya menghilang rasa itu semakin dalam dia rasakan. Juga rasa sakit yang dia dapatkan, pun berkali-kali lipatnya.

Dasya meletakkan kepalanya di atas meja kerjanya dengan beralaskan tangannya. Dia menangis sesegukan. Mila yang mendengarnya merasa sangat muris dengan apa yang saat ini dialami sang sahabat. Suara tangis Dasya terdengar begitu pilu mampu membuat hati siapa yang mendengarnya tersayat.

“Sya, jangan nangis,” pinta Mila mengelus lembut lengan Dasya. “Gue ... gue minta maaf. Gue nggak maksud buat lo sedih.”

Dasya menggeleng, tapi masih dalam keadaan menangis. Wajahnya di dongakkan sambil menghapus air matanya yang terus mengalir membasahi wajahnya.

“Nggak, kok. Lo nggak salah.”

Mila hanya diam melihat betapa menderitanya Dasya selama ini. Ingin membantu pun dia tidak tahu bagaimana caranya. Dia hanya memberikan solusi dan mendukungnya. Selain itu, Mila tidak bisa apa-apa.

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status