Share

2

Karin tersenyum sambil mengucapkan terimakasih kepada Jordan yang mengantarnya pulang ke rumah.

"Terima kasih banyak Pak."

Pria itu bergumam pelan. Dia menatap sekretarisnya yang sudah keluar dari dalam mobil dan berjalan memasuki rumahnya.

Mata tajam Jordan terus memperhatikan langkah kaki Karin. Entah kenapa malam ini dia terlihat sangat cantik dan menggoda.

Sayangnya Karin tidak bisa untuk diajak bersenang-senang. Wanita itu terlalu jual mahal dan lagi Ayahnya selalu menceritakan kebaikannya.

Jordan terlalu malas berurusan dengan wanita seperti itu. Akan lebih baik jika berurusan dengan wanita yang dengan sukarela menyerahkan tubuh mereka padanya.

Setelah memastikan Karin masuk ke dalam rumah Jordan langsung melajukan mobilnya menjauh dari rumah sederhana itu.

•••••

"Jordan, harus berapa kali lagi Papa menutupi kelakuanmu itu?!"

Baru saja masuk ke dalam rumah Jordan langsung mendapat omelan dari orang tuanya.

Dia tidak tau karena apa.

"Kalau kau benar-benar tidak bisa menahan nafsumu itu segeralah menikah!" seru Mario dengan wajah memerah karena menahan amarah.

Belum sempat Jordan mengajukan pertanyaan Mario sudah lebih dulu menunjukkan layar ponselnya.

Ah tentu saja Jordan selalu diawasi kemanapun dia pergi.

Mau tau apa yang ada di ponsel itu?

Benar, foto Jordan yang tengah berciuman panas dengan seorang wanita.

"Papa sudah dapat dua foto hari ini! Apa kamu tau berapa uang yang Papa habiskan dalam satu hari untuk menutupi kelakuanmu itu?!" tanya Mario dengan nada tinggi.

Jordan mengangkat bahunya acuh. Dia seolah tidak peduli dengan kekacauan yang selalu dia buat setiap harinya.

"Kau bukan anak kecil lagi Jordan! Mengertilah bahwa ada nama baik keluarga dan perusahaan yang kau bawa!" seru Mario sambil melempar asal ponselnya.

Ponsel itu hancur ketika jatuh ke lantai. Mario melemparnya dengan kuat hingga benda itu membentur tembok.

"Sekali lagi Papa mendapatkan foto seperti ini jangan salahkan Papa jika kamu akan menikah dalam waktu dekat," kata Mario dengan penuh keseriusan.

Jordan hanya mengangguk singkat sebagai tanggapan. Dia juga sudah sering mendengar ancaman seperti itu.

Memang apa salahnya bersenang-senang?

"Aku akan istirahat, selamat malam."

Jordan langsung melangkahkan kakinya menaiki tangga dan meninggalkan Mario yang kini memijat dahinya.

Anak itu benar-benar membuatnya sakit kepala.

Sedangkan itu Jordan yang sudah masuk ke dalam kamarnya berjalan menuju balkon. Dia mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya.

Satu bungkus rokok serta korek miliknya. Jordan mengambil satu batang dari dalam sana.

Benda bernikotin itu Jordan apit diantara kedua bibirnya. Mata tajamnya menyipit ketika dia menghidupkan korek dan membakar ujung rokok miliknya.

Setelah rokok itu menyala Jordan menyesapnya. Berkali-kali dia menghembuskan nafasnya dan membiarkan asap rokok mengelilingi sekitar wajahnya.

•••••

"Sial! Aku kesiangan!!!"

Wajah Karin terlihat begitu panik. Dengan terburu-buru wanita itu menutup pintu rumahnya dan berlari ke arah ojek online yang telah dia pesan.

Tanpa menunggu waktu lagi Karin bergegas naik dan meminta agar ojek yang dia tumpangi itu mengendarai motornya dengan cepat.

Baru saja naik ke atas motor Jordan sudah terus menelpon lalu karena Karin tak menjawab pria itu mengirim pesan padanya.

Pak Jordan :

[ Dmn? ]

Padahal hanya pertanyaan dimana, tapi Karin panik bukan main.

Karin :

[ Lagi dijalan Pak ]

[ Macet ]

Karin langsung memasukkan ponselnya ke dalam tas dan merapalkan doa di dalam hatinya.

Dan sialnya dia benar-benar terjebak macet sekarang!

Agh rasanya Karin ingin berteriak!

Dia sudah sangat terlambat dan sekarang dia malah terjebak macet?!

"Aduh Pak enggak ada jalan lain ya? Saya udah terlambat banget," kata Karin dengan panik.

"Enggak ada atuh Neng kalaupun ada ya harus putar balik dulu," ucap pria paruh baya itu.

Karin menggeram kesal. Dia melirik jam ditangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi.

Mati!

"Pak saya turun disini aja deh," kata Karin dengan panik.

Tanpa menunggu jawaban Karin langsung turun dan membayar. Di tengah kemacetan dia berlari ke kantor tempatnya bekerja yang jaraknya masih lumayan jauh.

Bersamaan dengan itu ponselnya berdering. Karena Karin tidak mau menambah masalah dia langsung mengangkatnya.

'Kau dimana?! Kita sudah sangat terlambat!'

"Maaf Pak tadi macet, tapi ini saya sudah turun dari ojek dan sekarang saya lagi lari ke kantor," kata Karin dengan nafas terengah karena dia berlari dengan sangat kencang.

'Dimana posisi kamu sekarang?'

"Lampu merah, sebentar Pak saya mau nyebrang dulu," ucap Karin.

Dia kembali berlari menyebrang jalan. Rasanya kaki Karin akan putus karena berlari menggunakan heels.

'Saya tunggu sepuluh menit lagi, kamu tidak lupa dengan dokumen penting saya kan?'

Perkataan itu membuat langkah kaki Karin terhenti. Matanya membulat dengan sempurna.

Dokumen itu?!

'Karin Namira! Saya akan memotong gaji kamu lima puluh persen jika kamu tidak membawa dokumen itu bersama kamu sekarang!'

Mati!

Karin tak menjawab. Dia langsung mematikan sambungan telponnya.

"Mampus! Aduh gimana? Sekarang gue harus gimana? Dokumennya di rumah!!!" kata Karin dengan panik.

Karin menggigit jarinya sambil berjalan kesana kemari. Dia tidak mungkin kembali ke rumah, tapi tidak mungkin juga pergi ke kantor tanpa membawa dokumen itu.

Bagaimana ini?

•••••

Kepala Karin terus menunduk. Dia sama sekali tidak berani menatap wajah atasannya sekarang.

Karin kembali ke rumah untuk mengambil dokumen itu dan dia terlambat lebih dari setengah jam. Mereka tidak menghadiri meeting dan kerja sama perusahaan yang harusnya sudah terjalin nyaris dibatalkan karena kecerobohannya.

Jantung Karin berdetak tidak karuan. Untuk menahan rasa takut dan gugupnya Karin menggigit kuat-kuat bibir bawahnya.

"Bagus sekali."

Kalimat pertama yang Jordan keluarkan membuat Karin merinding seketika.

Dia benar-benar takut.

Bagaimana kalau dia di pecat?

"Besok tidak usah datang ke kantor sekalian," kata Jordan dengan penuh kekesalan.

Karin sudah nyaris menangis sekarang. Dia semakin menggigit bibir bawahnya untuk menahan tangis.

Kenapa dia bisa seceroboh ini?

"Datang terlambat, meninggalkan dokumen penting di rumah dan nyaris membuat kerja sama perusahaan batal." Jordan menyebut satu per satu kesalahan Karin hari ini.

"Kira-kira hukuman apa yang pantas diberikan untuk anda Nona Karin Namira?" tanya Jordan dengan satu alis terangkat.

Karin semakin tidak berani untuk mendongak.

"Apa ini waktu yang tepat untuk mengganti sekretaris? Bukankah kamu sudah terlalu lama menjadi sekretaris Karin?" tanya Jordan lagi.

Jantung Karin semakin berdegup dengan kencang. Dia tau kesalahannya sangat besar hari ini, tapi Karin benar-benar tidak ingin dipecat.

Sulit mendapatkan pekerjaan dan belum tentu dia akan mendapatkan gaji yang besar seperti yang dia dapatkan di perusahaan ini.

"Maaf.."

"Maaf? Seandainya kontrak kerja sama itu benar-benar batal apa kata maaf saja cukup?" tanya Jordan dengan suara yang lebih keras dari sebelumnya.

"Apa kau tau berapa kerugian yang bisa perusahaan alami jika kontrak itu dibatalkan?!" seru Jordan.

"Hal seperti ini bisa saja terjadi besok dan hari-hari setelahnya..."

"Tidak Pak saya berjanji hal seperti ini tidak akan terulang lagi," potong Karin.

Wajahnya sudah sangat memelas sekarang. Dia benar-benar ketakutan jika harus dipecat.

Mencari pekerjaan di ibu kota bukan hal yang mudah. Apalagi untuk mendapatkan posisi sebagai sekretaris.

Pekerjaan Karin sudah lebih dari kata nyaman, jadi dia tidak mau kehilangan pekerjaannya.

"Sayangnya saya tidak percaya Nona Karin Namira," kata Jordan dengan penuh penekanan.

Jordan kembali meneliti tubuh Karin dan memperhatikan ekspresi wajahnya yang benar-benar ketakutan.

Sepertinya akan menyenangkan jika Jordan bisa memanfaatkan kesempatan ini.

"Mau mengundurkan diri atau mau dipecat?" tanya Jordan yang dengan sengaja membuatnya panik.

Karin langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Saya janji hal seperti ini tidak akan terulang lagi, tapi saya mohon jangan pecat saya Pak." Karin mengatupkan kedua tangannya di dada.

Hal itu membuat Jordan menunduk dan tersenyum. Beberapa detik setelahnya dia kembali menatap Karin yang masih memohon padanya.

"Saya tidak melakukannya secara cuma-cuma Karin Namira."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status