Share

Bab 14

Penulis: Daniza
Ibu Stuart dan ayah Stuart adalah pasangan panutan yang terkenal sejak muda karena kisah cinta mereka.Namun, dalam video yang muncul di layar, ayah Stuart yang selama ini selalu menuruti segala kehendak istrinya, tampak sedang merangkul seorang gadis muda.

Gadis itu tampak berusia 20-an tahun, senyumannya sangat mirip dengan ibu Stuart waktu masih muda.

Ibu Stuart langsung menerobos masuk ke ruang tamu dan menampar suaminya sekuat tenaga. Wajahnya pucat pasi, air mata mengalir deras.

"Kenapa kamu kayak gini sama aku? Jawab!" bentak ibu Stuart.

"Aku 'kan cuma belajar dari kamu! Kamu sendiri yang kasih Winter ke anak kita! Aku lebih baik darimu, setidaknya aku nggak sampai punya anak yang nanti bakal manggil kamu ibu." Ayah Stuart mendorong istrinya dengan kesal, lalu langsung pergi.

Ibu Stuart berdiri dengan tubuh gemetaran, menangis tak terkendali. "Aku sama dia sudah 43 tahun! Kami pasangan sah! Apa salahku? Ke mana perginya hati nuraninya?"

"Lalu, Kate? Apa salah dia?" Mata Stuart dipenuhi amarah yang tak terbendung. Pisau baru terasa sakit jika mengenai tubuh sendiri.

Begitu pula ibunya, begitu pula dirinya. Tak ada dari mereka yang pantas mendapatkan kebahagiaan.

Ibu Stuart duduk terpuruk di sofa. Setelah lama diam, matanya menatap tajam ke arah Winter, lalu berteriak histeris, "Keluar! Kalian semua keluar dari sini!"

Dia melemparkan segala benda di sekitarnya. "Kalian semua sama. Nggak ada satu pun yang benar!"

Stuart langsung berbalik dan pergi. Baru saja melangkah keluar pintu, Winter mengejarnya sambil menangis. "Kak Stuart ... terus aku sama bayi ini gimana? Aku takut ...."

Langkah kaki Stuart terhenti. Dalam seluruh kekacauan ini, Winter memang bersalah, tetapi tidak pantas dihukum mati.

Anak itu tidak berdosa. Stuart sendiri sudah menantikan kehadiran bayi itu lebih dari delapan bulan.

"Aku akan transfer sejumlah uang untukmu. Gunakan sebaik-baiknya."

"Jangan, jangan!" Winter menarik lengan bajunya. "Aku benar-benar cinta sama kamu. Apa kamu bisa luangin sedikit waktu untuk lihat aku dan bayi kita sesekali?"

Stuart mengernyit, hendak menolak. Tiba-tiba, ponselnya berbunyi. Itu panggilan dari rumah. "Tuan Stuart, Nyonya Kate kirim paket."

Seluruh tubuh Stuart bergetar, kebahagiaan menyapu seluruh pikiran buruknya. Dia pun melepaskan cengkeraman Winter dan berkemudi pulang.

Di belakang, Winter tersandung dua langkah sebelum berhasil berdiri tegak kembali. Pandangannya menjadi gelap dan penuh kebencian.

Orang yang sudah diusirnya dengan susah payah kenapa masih ingin kembali?

Perjalanan seharusnya memakan waktu setengah jam, tetapi Stuart menempuhnya hanya dalam 15 menit.

Saat turun dari mobil, dia sampai beberapa kali terjatuh dan tubuhnya penuh lumpur. Namun, dia tak peduli dan langsung berlari masuk ke rumah.

"Sayang! Akhirnya kamu pulang!"

Namun, di ruang tamu, tak ada siapa-siapa kecuali seorang kurir yang berdiri membelakanginya.

"Pak Stuart?"

Kurir itu menoleh setelah mendengar suara, lalu menyerahkan paket.

"Ini kiriman dari Bu Kate. Silakan ditandatangani."

"Dia di mana? Dia ada di mana sekarang?"

"Maaf, Pak .... Aku nggak tahu."

"Dua puluh miliar." Stuart mencengkeram erat baju si kurir, menatapnya tajam. "Aku bisa langsung transfer sekarang."

"Tapi, aku benar-benar nggak tahu ...." Kurir itu tampak tak berdaya. "Paket ini dikirim dari bandara lima hari lalu dan dijadwalkan baru dikirim hari ini."

Seketika, Stuart merasa seperti dihantam benda tumpul di kepala. Kate sengaja. Dia yang menutup semua celah agar Stuart tidak bisa menemukannya.

Stuart memang bersalah. Namun, bagaimana bisa Kate setega itu sampai tidak meninggalkan sedikit pun harapan untuknya?

Dengan tangan gemetar, Stuart membuka paket itu. Di dalamnya, hanya ada ponsel milik Kate. Dia menyalakannya.

Ratusan pesan masuk membuat sistem ponsel sempat macet beberapa detik sebelum akhirnya merespons kembali.

Sebagian besar pesan itu adalah dari dirinya. Pesan-pesan yang seharusnya dibaca oleh seseorang, tetapi tak satu pun yang pernah terbaca.

Mata Stuart memerah. Satu notifikasi yang muncul membuatnya terpaku. Itu pesan dari Winter.

[ Pergi sendiri masih mending, tapi kalau sampai diusir, itu baru memalukan. Tenang saja, posisi istri Stuart cepat atau lambat akan jadi milikku. ]

Stuart membuka riwayat obrolan dengan Winter. Di sana, semua akhirnya terbongkar.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 29

    Tidak mungkin seperti yang dia pikirkan, 'kan? Namun, kenyataannya memang begitu.Kate bahkan sulit membayangkan bagaimana mungkin Adam, pria pendiam dan lembut seperti itu, bisa membuat begitu banyak rencana hanya untuk menggodanya agar dia berselingkuh.Dia membalik halaman, tidak tahu harus tertawa atau menangis, sampai pandangannya tertuju pada satu kalimat.[ Lebih baik jangan, dia pasti akan sedih. ]Jantung Kate berhenti berdetak untuk sedetik."Sejujurnya, waktu aku pertama kali lihat semua ini, aku bahkan lebih kaget dari kamu," ujar Flora sambil mengangkat bahu. "Orang bisa kelihatan baik, tapi siapa tahu dalamnya kayak gimana. Keluargaku sampai curiga dia punya kelainan ...."Kate tertawa."Tapi aku juga tahu, dia sudah jatuh cinta, bahkan selama 12 tahun. Kami sebenarnya sudah coba segala cara, tapi tekadnya terlalu kuat.""Maaf ya, Kate. Waktu pagi itu aku telepon dia, aku benar-benar nggak tahu kamu ada sama dia.""Aku juga minta maaf karena adikku kayak gitu. Kalau bisa,

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 28

    Satu kalimat ringan itu justru membuat mata Stuart memerah."Kita sudah bersama begitu lama, masa kamu nggak bisa maafin aku sekali saja?""Bisa kok, aku maafin kamu."Stuart tertegun, tak menyangka dia akan berkata begitu. Matanya langsung berbinar."Asal kamu juga bisa terima kalau aku nanti juga cari pria lain. Waktu aku sama kamu, aku akan kirim pesan ke dia, terus like postingannya.""Aku akan temani dia semalaman pas kamu tidur. Bahkan, mungkin aku akan hamil anak dia, terus minta kamu bantu besarkan."Setiap kata yang keluar dari mulut Kate membuat wajah Stuart semakin pucat. Baru mendengarnya saja, Stuart sudah nyaris hancur."Kamu bisa terima?"Stuart langsung menggeleng."Kate, aku nggak sanggup ....""Makanya, kamu juga nggak layak minta dimaafkan. Kalau kamu mau aku mencintaimu, kamu juga harus balas dengan kesetiaan yang sama. Kalau nggak, kamu nggak pantas."Kate menatapnya dingin saat Stuart mulai menangis tersedu-sedu."Stuart, kamu gagal jadi suami, gagal jadi ayah. Sat

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 27

    Kate menggigit pelan bibirnya. Pintu lift terbuka. Adam berjalan keluar beberapa langkah, lalu menoleh meliriknya. "Kenapa?"Kate menyimpan ponselnya dan menyusul. Kamar mereka berhadapan langsung. Kate membuka pintu, tetapi tidak langsung masuk."Adam.""Mau masuk sebentar?"Kate berbalik. "Maksudku, gimana kalau kita coba dulu?"Adam sempat bengong. Di saat Kate mulai tenang dan hendak menarik ucapannya, Adam segera mendahuluinya."Aku mau."Adam melangkah cepat, menutup pintu, dan menahan tubuh Kate di dinding. Adam yang selalu dikenal tenang dan terkendali, malah memperlihatkan tatapan yang membara."Mau lanjut, Kate?" Suaranya serak dan dalam, membuat telinga Kate memerah.Kate gugup, tetapi dia tidak ragu. "Mau ...."Adam terkekeh-kekeh, lalu memegang wajahnya dan menciumnya. Ciuman itu awalnya lembut, tetapi berubah menjadi dalam dan penuh gairah. Segalanya pun lepas kendali.Keesokan pagi, Kate terbangun karena dering ponsel Adam. Adam yang masih setengah sadar pun mengangkatnya

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 26

    "Aku nggak mau karena ... aku jijik padamu."Stuart terbangun seketika, lalu panik berlari ke kamar mandi, membersihkan tubuhnya berulang kali. Dia hampir saja mengelupas kulitnya sendiri. Matanya dipenuhi urat merah, mulutnya terus bergumam."Sayang, aku sudah bersih sekarang. Aku nggak kotor lagi, aku nggak menjijikkan lagi .... Makanan yang aku makan juga sudah kumuntahkan, kamu jangan jijik sama aku ya? Aku akan suruh mereka pergi, nggak akan ada yang datang lagi."Setelah hampir setengah jam, Stuart akhirnya keluar. Melihat kondisinya, ibu Stuart hendak masuk, tetapi langsung dihalangi olehnya."Jangan masuk. Kate nggak suka kamu. Aku harus jaga semua barang-barangnya di sini. Aku nggak bisa buat dia marah lagi."Ibu Stuart hanya bisa duduk di depan pintu, hatinya penuh keputusasaan."Kalau aku nggak bisa menghentikanmu, biar aku temani kamu di sini. Aku nggak sanggup melihat situasimu. Stuart, aku lebih baik mati daripada melihatmu begini. Sebenarnya, harus kayak gimana biar kamu

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 25

    "Kamu sepertinya lupa, aku sudah pernah kasih kamu banyak kesempatan. Tapi, kamu sendiri yang nggak becus, sekali pun nggak bisa kamu manfaatkan dengan baik."Suara Stuart bergetar. "Sayang, aku benar-benar sadar aku salah ....""Terus kenapa?" Kate terkekeh-kekeh. "Kamu bisa hidupkan dua anak kita kembali? Atau kamu bisa buat kejadian kamu tidur dengan Winter seolah-olah nggak pernah terjadi?""Sejak aku pergi, aku nggak pernah berniat balik lagi. Stuart, aku jijik sama kamu."Kate menoleh ke arah ibu Stuart. "Waktu lima menit sudah habis. Maaf, aku harus pergi.""Jangan ... jangan, Sayang. Kita sudah bersama begitu lama, kamu nggak bisa ...."Kate melangkah keluar pintu. Suara tangisan memohon itu tertinggal sepenuhnya di belakangnya.Ibu Stuart menghela napas berat. "Stuart, dia sudah pergi."Ucapan itu seperti vonis mati bagi Stuart. Tatapannya langsung kosong. Saat berikutnya, dia sontak berlari ke arah pintu. Jarum infus tercabut, darah memercik, tetapi dia seperti tak merasakan s

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 24

    Suara di ujung telepon sangat sunyi.Stuart semakin terdengar hati-hati dan rendah diri. "Aku tahu aku salah. Aku seharusnya nggak menipumu. Aku dan Winter sudah nggak ada hubungan apa-apa dan anak itu juga sudah tiada.""Sayang, aku mohon, tolong maafkan aku kali ini. Aku benar-benar nggak bisa hidup tanpa kamu. Selama kamu mau balik, aku akan melakukan apa saja."Tak ada respons dari seberang."Sayang, jangan ...." Suara Stuart mulai bergetar. Namun, sebelum kalimatnya selesai, panggilan sudah terputus.Dengan panik, Stuart buru-buru mencoba menelepon ulang. Namun, ternyata nomornya sudah diblokir. Keputusasaan yang begitu mendalam menyelimuti dirinya, membuatnya sulit bernapas.Tepat saat itu, panggilan dari ibunya masuk."Ibu, bisa tolong bantu cari dia? Aku benar-benar kangen banget sama dia. Dia sudah nggak mau angkat teleponku."Ibu Stuart merasa getir. Selama ini, anaknya begitu berwibawa. Kalau bukan karena putus asa, dia tidak mungkin memohon seperti ini padanya."Gimana kala

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status