Share

Bab 8

Penulis: Daniza
Halaman terakhir surat perceraian dibuka. Stuart langsung mengambil dan menandatanganinya tanpa ragu."Kamu nggak mau baca dulu isinya?"

"Bukannya cuma penyesuaian program bayi tabung? Sayang, kalau menurutmu itu yang terbaik, aku ikut saja. Aku percaya kamu sepenuhnya."

Kate hanya bisa tersenyum menyaksikan kepergiannya. Senyuman untuk pria yang masih saja mengaku semuanya demi dia.

Dia mengambil obat yang sudah enam hari tergeletak di meja tamu, lalu menelannya. Tangannya perlahan mengelus perutnya, tenggorokannya perih dan pahit.

'Maaf ya, Nak,' batin Kate. Dia sudah memberikan terlalu banyak kesempatan. Namun, Stuart sama sekali tidak peduli.

Kate membereskan koper, lalu pergi sendirian ke rumah sakit.

"Usia kehamilan empat minggu. Janin sudah ada detak jantungnya, perkembangan normal. Kamu yakin mau digugurin?"

"Iya ...."

"Sayang sekali. Dulu kehamilan pertamamu gagal karena salah minum obat tradisional, kamu sudah cukup menderita. Sekarang baru berhasil hamil lagi, malah mau digugurkan. Kalau nanti mau punya anak lagi, sepertinya bakal lebih susah." Dokter menghela napas.

"Waktu itu, janinku berhenti berkembang karena salah minum obat tradisional?" Kate termangu. Tenggorokannya kering, setiap kata yang keluar terasa sangat berat.

Dokter mengerutkan kening. "Ya, memangnya Pak Stuart nggak pernah bilang?"

Ternyata, dia tahu sejak awal.

Telinga Kate berdengung keras. Pada kehamilan pertamanya, ibu Stuart selalu mengirimkan obat penguat kandungan setiap minggu. Obatnya pahit, sangat pahit. Setiap kali, Stuart yang membujuknya untuk minum, satu suap demi satu suap.

Setelah keguguran, tubuhnya rusak. Dia pun harus menjalani program bayi tabung.

Selama ini, dia selalu mengira keguguran itu hanya musibah. Selama lima tahun, enam kali percobaan, lima kali gagal.

Stuart melihatnya tenggelam dalam rasa bersalah dan penderitaan setiap kali. Dia bilang dia tidak menyalahkan Kate, tetapi tidak pernah mengatakan Kate memang tidak bersalah.

"Bu Kate, kamu baik-baik saja?" Kate baru sadar bahwa air matanya sudah tak tertahankan saat menerima tisu dari dokter.

"Kamu sepertinya belum siap. Kalau mau dipikirkan lagi, ditunda saja dulu ...."

"Nggak usah." Kate menghapus air matanya, suaranya tegas. "Lanjutkan saja."

Sebelum obat bius membuatnya kehilangan kesadaran, Kate menatap ke arah dokter dengan mata berat. "Dok, janinnya bisa sakit nggak ya?"

Dokter termangu dan terdiam. Kate pun perlahan tenggelam dalam kegelapan.

Beberapa jam kemudian, dia membuka mata kembali. Tubuhnya masih lemas. Setelah tenaganya terkumpul sedikit, dia memaksakan diri untuk turun dari ranjang dan keluar.

Begitu melewati bagian kebidanan, langkah kakinya terhenti. Tidak jauh dari sana, Stuart sedang menemani Winter keluar dari ruang konsultasi.

"Kamu merasakannya nggak? Bayinya lagi sapa kamu. Terima kasih, Ayah, sudah jaga Ibu dan aku." Winter menarik tangan Stuart dan meletakkannya di perutnya, matanya merah dan berkaca-kaca. "Kak Stuart, tadi perutku sakit banget. Aku sampai takut setengah mati."

"Dasar bodoh." Stuart mengecup keningnya lembut. "Aku nggak akan biarin kamu dan bayi kita kenapa-napa."

Winter bersandar ke pelukannya, lalu matanya bertemu dengan Kate. Dia tersenyum bangga dan mengeraskan suaranya dengan sengaja. "Malam ini temani aku ya?"

Stuart terdiam sejenak.

"Kamu masih bisa temani dia nonton kembang api berkali-kali. Tapi, bayiku sebentar lagi lahir. Gimana kalau malam ini perutku sakit lagi? Kak Stuart, aku benaran takut ...."

Setelah lama hening, Stuart akhirnya mengangguk. "Oke."

"Aku tahu kamu paling sayang aku."

Kate menatap punggung mereka yang perlahan menjauh. Pandangannya membeku.

Mereka telah menjadi trending topic selama 22 hari. Seluruh kota menantikan pukul 7 malam ini untuk melihat pertunjukan kembang api megah dari Stuart untuk Kate.

Stuart tahu, tetapi tetap memilih meninggalkannya sendiri malam itu.

Kate mengambil ponsel dan mengirim pesan terakhir kepada Stuart.

[ Kejutan dariku sudah siap. ]

Kemudian, Kate memesan mobil untuk menuju bandara. Dia mematikan ponsel, menyerahkan sesuatu kepada kurir, menulis alamat rumah keluarga Stuart di paket.

Pukul 7 malam, kembang api biru meledak indah di langit, menerangi setengah kota. Meriah, spektakuler. Sorak-sorai terdengar di mana-mana.

Sementara itu, Kate melangkah ke dalam pesawat sambil menarik kopernya, tanpa menoleh ke belakang sedikit pun.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 29

    Tidak mungkin seperti yang dia pikirkan, 'kan? Namun, kenyataannya memang begitu.Kate bahkan sulit membayangkan bagaimana mungkin Adam, pria pendiam dan lembut seperti itu, bisa membuat begitu banyak rencana hanya untuk menggodanya agar dia berselingkuh.Dia membalik halaman, tidak tahu harus tertawa atau menangis, sampai pandangannya tertuju pada satu kalimat.[ Lebih baik jangan, dia pasti akan sedih. ]Jantung Kate berhenti berdetak untuk sedetik."Sejujurnya, waktu aku pertama kali lihat semua ini, aku bahkan lebih kaget dari kamu," ujar Flora sambil mengangkat bahu. "Orang bisa kelihatan baik, tapi siapa tahu dalamnya kayak gimana. Keluargaku sampai curiga dia punya kelainan ...."Kate tertawa."Tapi aku juga tahu, dia sudah jatuh cinta, bahkan selama 12 tahun. Kami sebenarnya sudah coba segala cara, tapi tekadnya terlalu kuat.""Maaf ya, Kate. Waktu pagi itu aku telepon dia, aku benar-benar nggak tahu kamu ada sama dia.""Aku juga minta maaf karena adikku kayak gitu. Kalau bisa,

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 28

    Satu kalimat ringan itu justru membuat mata Stuart memerah."Kita sudah bersama begitu lama, masa kamu nggak bisa maafin aku sekali saja?""Bisa kok, aku maafin kamu."Stuart tertegun, tak menyangka dia akan berkata begitu. Matanya langsung berbinar."Asal kamu juga bisa terima kalau aku nanti juga cari pria lain. Waktu aku sama kamu, aku akan kirim pesan ke dia, terus like postingannya.""Aku akan temani dia semalaman pas kamu tidur. Bahkan, mungkin aku akan hamil anak dia, terus minta kamu bantu besarkan."Setiap kata yang keluar dari mulut Kate membuat wajah Stuart semakin pucat. Baru mendengarnya saja, Stuart sudah nyaris hancur."Kamu bisa terima?"Stuart langsung menggeleng."Kate, aku nggak sanggup ....""Makanya, kamu juga nggak layak minta dimaafkan. Kalau kamu mau aku mencintaimu, kamu juga harus balas dengan kesetiaan yang sama. Kalau nggak, kamu nggak pantas."Kate menatapnya dingin saat Stuart mulai menangis tersedu-sedu."Stuart, kamu gagal jadi suami, gagal jadi ayah. Sat

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 27

    Kate menggigit pelan bibirnya. Pintu lift terbuka. Adam berjalan keluar beberapa langkah, lalu menoleh meliriknya. "Kenapa?"Kate menyimpan ponselnya dan menyusul. Kamar mereka berhadapan langsung. Kate membuka pintu, tetapi tidak langsung masuk."Adam.""Mau masuk sebentar?"Kate berbalik. "Maksudku, gimana kalau kita coba dulu?"Adam sempat bengong. Di saat Kate mulai tenang dan hendak menarik ucapannya, Adam segera mendahuluinya."Aku mau."Adam melangkah cepat, menutup pintu, dan menahan tubuh Kate di dinding. Adam yang selalu dikenal tenang dan terkendali, malah memperlihatkan tatapan yang membara."Mau lanjut, Kate?" Suaranya serak dan dalam, membuat telinga Kate memerah.Kate gugup, tetapi dia tidak ragu. "Mau ...."Adam terkekeh-kekeh, lalu memegang wajahnya dan menciumnya. Ciuman itu awalnya lembut, tetapi berubah menjadi dalam dan penuh gairah. Segalanya pun lepas kendali.Keesokan pagi, Kate terbangun karena dering ponsel Adam. Adam yang masih setengah sadar pun mengangkatnya

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 26

    "Aku nggak mau karena ... aku jijik padamu."Stuart terbangun seketika, lalu panik berlari ke kamar mandi, membersihkan tubuhnya berulang kali. Dia hampir saja mengelupas kulitnya sendiri. Matanya dipenuhi urat merah, mulutnya terus bergumam."Sayang, aku sudah bersih sekarang. Aku nggak kotor lagi, aku nggak menjijikkan lagi .... Makanan yang aku makan juga sudah kumuntahkan, kamu jangan jijik sama aku ya? Aku akan suruh mereka pergi, nggak akan ada yang datang lagi."Setelah hampir setengah jam, Stuart akhirnya keluar. Melihat kondisinya, ibu Stuart hendak masuk, tetapi langsung dihalangi olehnya."Jangan masuk. Kate nggak suka kamu. Aku harus jaga semua barang-barangnya di sini. Aku nggak bisa buat dia marah lagi."Ibu Stuart hanya bisa duduk di depan pintu, hatinya penuh keputusasaan."Kalau aku nggak bisa menghentikanmu, biar aku temani kamu di sini. Aku nggak sanggup melihat situasimu. Stuart, aku lebih baik mati daripada melihatmu begini. Sebenarnya, harus kayak gimana biar kamu

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 25

    "Kamu sepertinya lupa, aku sudah pernah kasih kamu banyak kesempatan. Tapi, kamu sendiri yang nggak becus, sekali pun nggak bisa kamu manfaatkan dengan baik."Suara Stuart bergetar. "Sayang, aku benar-benar sadar aku salah ....""Terus kenapa?" Kate terkekeh-kekeh. "Kamu bisa hidupkan dua anak kita kembali? Atau kamu bisa buat kejadian kamu tidur dengan Winter seolah-olah nggak pernah terjadi?""Sejak aku pergi, aku nggak pernah berniat balik lagi. Stuart, aku jijik sama kamu."Kate menoleh ke arah ibu Stuart. "Waktu lima menit sudah habis. Maaf, aku harus pergi.""Jangan ... jangan, Sayang. Kita sudah bersama begitu lama, kamu nggak bisa ...."Kate melangkah keluar pintu. Suara tangisan memohon itu tertinggal sepenuhnya di belakangnya.Ibu Stuart menghela napas berat. "Stuart, dia sudah pergi."Ucapan itu seperti vonis mati bagi Stuart. Tatapannya langsung kosong. Saat berikutnya, dia sontak berlari ke arah pintu. Jarum infus tercabut, darah memercik, tetapi dia seperti tak merasakan s

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 24

    Suara di ujung telepon sangat sunyi.Stuart semakin terdengar hati-hati dan rendah diri. "Aku tahu aku salah. Aku seharusnya nggak menipumu. Aku dan Winter sudah nggak ada hubungan apa-apa dan anak itu juga sudah tiada.""Sayang, aku mohon, tolong maafkan aku kali ini. Aku benar-benar nggak bisa hidup tanpa kamu. Selama kamu mau balik, aku akan melakukan apa saja."Tak ada respons dari seberang."Sayang, jangan ...." Suara Stuart mulai bergetar. Namun, sebelum kalimatnya selesai, panggilan sudah terputus.Dengan panik, Stuart buru-buru mencoba menelepon ulang. Namun, ternyata nomornya sudah diblokir. Keputusasaan yang begitu mendalam menyelimuti dirinya, membuatnya sulit bernapas.Tepat saat itu, panggilan dari ibunya masuk."Ibu, bisa tolong bantu cari dia? Aku benar-benar kangen banget sama dia. Dia sudah nggak mau angkat teleponku."Ibu Stuart merasa getir. Selama ini, anaknya begitu berwibawa. Kalau bukan karena putus asa, dia tidak mungkin memohon seperti ini padanya."Gimana kala

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status