Share

Bab 5

Author: Daniza
Kate tidur larut, jadi bangunnya agak siang. Begitu keluar dari kamar, Stuart kebetulan baru saja mendorong pintu masuk dari luar."Sayang, aku beliin pangsit udang kukus dari restoran favoritmu." Stuart seperti memamerkan harta karun, mengeluarkan bungkusan makanan dari pelukannya. "Aku peluk terus di jalan biar tetap hangat. Makan selagi masih panas ya."

Dulu setiap kali Stuart berbuat salah atau membuat Kate marah, dia selalu membelikan pangsit udang kukus sebagai cara untuk meredakan suasana.

Sebenarnya Kate tidak begitu suka makanan itu. Dia luluh dan memaafkannya hanya karena dia mencintainya.

Namun, hari ini? Apakah karena merasa bersalah setelah semalaman bersama wanita lain?

"Sayang, kamu lihat pesan yang aku kirim pas keluar tadi pagi nggak? Kamu bangun jam berapa?" Entah kenapa, sikap Kate dua hari belakangan ini membuat Stuart merasa gelisah.

"Nggak lihat, aku baru bangun." Kate mengambil garpu. Dia tidak akan menyiksa dirinya sendiri hanya karena Stuart.

Melihat wajah Kate tak menunjukkan emosi aneh apa pun, Stuart akhirnya menghela napas lega. "Aku kerja sebentar dulu ya. Nanti habis kamu makan, kita jalan-jalan bareng."

Kate makan sambil membuka ponsel. Winter baru saja memperbarui statusnya.

[ Dia manjain aku banget. Aku cuma iseng bilang ingin makan pangsit udang, dia langsung beliin buat aku. ]

Foto pangsit udang yang terlampir persis dengan yang dimakan Kate.

Dari seberang meja makan, Stuart terkekeh-kekeh. Beberapa saat kemudian, muncul satu komentar baru di postingan Winter.

[ Stuart: Yang penting kamu tahu. ]

Tak lama kemudian, ibu Stuart ikut berkomentar.

[ Itu sudah seharusnya. Kalau kamu ingin sesuatu, tinggal bilang saja. Kamu itu pahlawan, beda sama orang yang cuma duduk manis tapi nggak bisa kasih keturunan. ]

Komentar itu bisa dilihat siapa saja, termasuk Stuart. Kate menengadah, ingin melihat reaksi Stuart. Namun, yang dia lihat justru senyuman lembut dan sorot mata penuh bahagia.

Kate tersenyum dingin, langsung membuka kontak sang ibu mertua dan memblokirnya tanpa ragu. Dia sudah lama ingin melakukannya.

Sebelum selesai sarapan, Stuart menerima telepon dari ibunya. Suara nyaring sang ibu menusuk gendang telinga. Stuart mengernyit dan menatap ke arah Kate.

"Ibu bilang mau kirim jamu ke kamu. Kamu blokir dia ya?"

"Nggak usah dikirim, aku nggak akan minum."

Ibu Stuart memang suka mengirimkan ramuan-ramuan aneh yang pahit dan tak berguna. Bertahun-tahun Kate memaksakan diri meminumnya, tetapi tetap menerima sindiran seolah-olah dia tak tahu berterima kasih.

"Tapi, kamu nggak boleh ...."

Ibu Stuart memang diblokir, tetapi riwayat obrolan masih ada. Kate menyerahkan ponselnya kepada Stuart. Pesan terakhir dari ibu Stuart adalah ....

[ Perempuan yang nggak bisa punya anak itu masih pantas disebut wanita? Sudah hamil saja nggak bisa dijaga. Benar-benar sampah. Keturunan keluarga kami nggak boleh putus di tanganmu. ]

Di tahun pertama pernikahan, sebenarnya Kate pernah hamil. Namun, di usia tujuh bulan, janin tiba-tiba berhenti berkembang. Akhirnya, dia harus menjalani induksi persalinan.

Ucapan menyakitkan seperti itu sudah sering dia dengar dari ibu mertuanya. Namun, dulu Kate tahu Stuart selalu membelanya, menenangkannya, dan tidak ingin dia merasa bersalah. Itu sebabnya, dia tidak pernah membahas apa-apa.

Namun, kali ini Stuart justru mengerutkan kening. "Bagaimanapun, dia tetap ibuku. Kamu seharusnya bisa maklumi sedikit."

"Aku maklumi dia, lalu siapa yang maklumi aku?" Kate tertawa dingin. "Stuart, kamu tahu betul aku sangat hancur waktu itu. Tapi, kamu pernah kepikiran nggak? Pasti ada alasannya kenapa janinnya berhenti berkembang."

Stuart menghela napas. "Mungkin kamu makan sesuatu yang salah? Atau pakai kosmetik yang nggak cocok ...."

Air mata Kate langsung mengalir.

"Jangan nangis." Stuart baru menyadari ucapannya menyakitkan. "Maaf, aku nggak maksud begitu."

Waktu hamil pertama, Kate sangat berhati-hati. Tak pernah menyentuh kosmetik, tak pernah makan sembarangan, bahkan untuk pergi ke tempat agak jauh saja dia tak berani.

Ketika kehilangan anaknya, seluruh dunianya runtuh. Saat itu, Stuart tak pernah meninggalkannya, menjaganya 24 jam penuh.

Berkali-kali, Stuart berkata, "Sayang, ini bukan salahmu. Kalaupun nanti kita nggak punya anak, nggak apa-apa. Aku cuma butuh kamu."

Selama sebulan penuh, Stuart menemani Kate keluar dari masa kelamnya. Namun, kini Kate akhirnya sadar. Ternyata dalam hati Stuart, anak mereka tiada karena kesalahannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 29

    Tidak mungkin seperti yang dia pikirkan, 'kan? Namun, kenyataannya memang begitu.Kate bahkan sulit membayangkan bagaimana mungkin Adam, pria pendiam dan lembut seperti itu, bisa membuat begitu banyak rencana hanya untuk menggodanya agar dia berselingkuh.Dia membalik halaman, tidak tahu harus tertawa atau menangis, sampai pandangannya tertuju pada satu kalimat.[ Lebih baik jangan, dia pasti akan sedih. ]Jantung Kate berhenti berdetak untuk sedetik."Sejujurnya, waktu aku pertama kali lihat semua ini, aku bahkan lebih kaget dari kamu," ujar Flora sambil mengangkat bahu. "Orang bisa kelihatan baik, tapi siapa tahu dalamnya kayak gimana. Keluargaku sampai curiga dia punya kelainan ...."Kate tertawa."Tapi aku juga tahu, dia sudah jatuh cinta, bahkan selama 12 tahun. Kami sebenarnya sudah coba segala cara, tapi tekadnya terlalu kuat.""Maaf ya, Kate. Waktu pagi itu aku telepon dia, aku benar-benar nggak tahu kamu ada sama dia.""Aku juga minta maaf karena adikku kayak gitu. Kalau bisa,

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 28

    Satu kalimat ringan itu justru membuat mata Stuart memerah."Kita sudah bersama begitu lama, masa kamu nggak bisa maafin aku sekali saja?""Bisa kok, aku maafin kamu."Stuart tertegun, tak menyangka dia akan berkata begitu. Matanya langsung berbinar."Asal kamu juga bisa terima kalau aku nanti juga cari pria lain. Waktu aku sama kamu, aku akan kirim pesan ke dia, terus like postingannya.""Aku akan temani dia semalaman pas kamu tidur. Bahkan, mungkin aku akan hamil anak dia, terus minta kamu bantu besarkan."Setiap kata yang keluar dari mulut Kate membuat wajah Stuart semakin pucat. Baru mendengarnya saja, Stuart sudah nyaris hancur."Kamu bisa terima?"Stuart langsung menggeleng."Kate, aku nggak sanggup ....""Makanya, kamu juga nggak layak minta dimaafkan. Kalau kamu mau aku mencintaimu, kamu juga harus balas dengan kesetiaan yang sama. Kalau nggak, kamu nggak pantas."Kate menatapnya dingin saat Stuart mulai menangis tersedu-sedu."Stuart, kamu gagal jadi suami, gagal jadi ayah. Sat

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 27

    Kate menggigit pelan bibirnya. Pintu lift terbuka. Adam berjalan keluar beberapa langkah, lalu menoleh meliriknya. "Kenapa?"Kate menyimpan ponselnya dan menyusul. Kamar mereka berhadapan langsung. Kate membuka pintu, tetapi tidak langsung masuk."Adam.""Mau masuk sebentar?"Kate berbalik. "Maksudku, gimana kalau kita coba dulu?"Adam sempat bengong. Di saat Kate mulai tenang dan hendak menarik ucapannya, Adam segera mendahuluinya."Aku mau."Adam melangkah cepat, menutup pintu, dan menahan tubuh Kate di dinding. Adam yang selalu dikenal tenang dan terkendali, malah memperlihatkan tatapan yang membara."Mau lanjut, Kate?" Suaranya serak dan dalam, membuat telinga Kate memerah.Kate gugup, tetapi dia tidak ragu. "Mau ...."Adam terkekeh-kekeh, lalu memegang wajahnya dan menciumnya. Ciuman itu awalnya lembut, tetapi berubah menjadi dalam dan penuh gairah. Segalanya pun lepas kendali.Keesokan pagi, Kate terbangun karena dering ponsel Adam. Adam yang masih setengah sadar pun mengangkatnya

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 26

    "Aku nggak mau karena ... aku jijik padamu."Stuart terbangun seketika, lalu panik berlari ke kamar mandi, membersihkan tubuhnya berulang kali. Dia hampir saja mengelupas kulitnya sendiri. Matanya dipenuhi urat merah, mulutnya terus bergumam."Sayang, aku sudah bersih sekarang. Aku nggak kotor lagi, aku nggak menjijikkan lagi .... Makanan yang aku makan juga sudah kumuntahkan, kamu jangan jijik sama aku ya? Aku akan suruh mereka pergi, nggak akan ada yang datang lagi."Setelah hampir setengah jam, Stuart akhirnya keluar. Melihat kondisinya, ibu Stuart hendak masuk, tetapi langsung dihalangi olehnya."Jangan masuk. Kate nggak suka kamu. Aku harus jaga semua barang-barangnya di sini. Aku nggak bisa buat dia marah lagi."Ibu Stuart hanya bisa duduk di depan pintu, hatinya penuh keputusasaan."Kalau aku nggak bisa menghentikanmu, biar aku temani kamu di sini. Aku nggak sanggup melihat situasimu. Stuart, aku lebih baik mati daripada melihatmu begini. Sebenarnya, harus kayak gimana biar kamu

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 25

    "Kamu sepertinya lupa, aku sudah pernah kasih kamu banyak kesempatan. Tapi, kamu sendiri yang nggak becus, sekali pun nggak bisa kamu manfaatkan dengan baik."Suara Stuart bergetar. "Sayang, aku benar-benar sadar aku salah ....""Terus kenapa?" Kate terkekeh-kekeh. "Kamu bisa hidupkan dua anak kita kembali? Atau kamu bisa buat kejadian kamu tidur dengan Winter seolah-olah nggak pernah terjadi?""Sejak aku pergi, aku nggak pernah berniat balik lagi. Stuart, aku jijik sama kamu."Kate menoleh ke arah ibu Stuart. "Waktu lima menit sudah habis. Maaf, aku harus pergi.""Jangan ... jangan, Sayang. Kita sudah bersama begitu lama, kamu nggak bisa ...."Kate melangkah keluar pintu. Suara tangisan memohon itu tertinggal sepenuhnya di belakangnya.Ibu Stuart menghela napas berat. "Stuart, dia sudah pergi."Ucapan itu seperti vonis mati bagi Stuart. Tatapannya langsung kosong. Saat berikutnya, dia sontak berlari ke arah pintu. Jarum infus tercabut, darah memercik, tetapi dia seperti tak merasakan s

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 24

    Suara di ujung telepon sangat sunyi.Stuart semakin terdengar hati-hati dan rendah diri. "Aku tahu aku salah. Aku seharusnya nggak menipumu. Aku dan Winter sudah nggak ada hubungan apa-apa dan anak itu juga sudah tiada.""Sayang, aku mohon, tolong maafkan aku kali ini. Aku benar-benar nggak bisa hidup tanpa kamu. Selama kamu mau balik, aku akan melakukan apa saja."Tak ada respons dari seberang."Sayang, jangan ...." Suara Stuart mulai bergetar. Namun, sebelum kalimatnya selesai, panggilan sudah terputus.Dengan panik, Stuart buru-buru mencoba menelepon ulang. Namun, ternyata nomornya sudah diblokir. Keputusasaan yang begitu mendalam menyelimuti dirinya, membuatnya sulit bernapas.Tepat saat itu, panggilan dari ibunya masuk."Ibu, bisa tolong bantu cari dia? Aku benar-benar kangen banget sama dia. Dia sudah nggak mau angkat teleponku."Ibu Stuart merasa getir. Selama ini, anaknya begitu berwibawa. Kalau bukan karena putus asa, dia tidak mungkin memohon seperti ini padanya."Gimana kala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status