Share

Bab 6

Author: Daniza
"Maaf. Kamu boleh marah dan pukul aku. Aku mohon, jangan nangis." Stuart memeluk Kate. "Aku yang ngomong ngawur, aku pantas dihukum seberat-beratnya."Kate tidak bisa melepaskan diri dari pelukannya, air matanya terus menetes. Namun, dalam hatinya dia tahu betul, Stuart bukan tak sengaja dan hanya ingin melimpahkan semua kesalahan padanya, supaya dia punya alasan yang masuk akal atas perselingkuhannya.

Sikap Stuart semakin merendah. "Nanti aku akan bicara baik-baik sama Ibu. Kalau kelak dia sudah belajar cara menghormatimu, kamu baru hapus dia dari daftar hitam ya?"

Kate menangis sambil tersenyum. 'Stuart, antara aku dan kamu, sudah nggak ada lagi masa depan.'

Dua hari berikutnya, Stuart terus berada di rumah menemani Kate. Meskipun Kate jarang meladeni, dia tetap turun tangan sendiri memasak makanan favorit Kate.

Namun, di media sosial Winter, muncul lagi unggahan baru.

Barang-barang perlengkapan bayi pesanan Stuart sudah sampai.

Stuart memesan tempat pemulihan pasca melahirkan kelas atas untuk Winter.

Stuart mengirimkan makanan khusus ibu hamil langsung ke tempat Winter ....

Setiap postingan itu diberi like oleh Stuart satu per satu.

Malam hari, saat Stuart membawakan air hangat untuk merendam kaki Kate, ponselnya berdering.

"Ken telepon. Katanya dia berhasil dapat klien besar dan mau dirayain. Dia suruh kita datang." Stuart menyalakan pengeras suara.

Terdengar suara Ken dari ujung sana. "Kak Kate, sudah lama banget kita nggak ketemu. Ayo dong, kamu sama Kak Stuart datang ya?"

Hanya tersisa dua hari sebelum Kate pergi. Entah kapan mereka bisa bertemu lagi. Dia tidak tega menolak satu-satunya adiknya.

"Oke."

Ken mengajak teman-temannya untuk barbeku di halaman rumah keluarga mereka. Begitu Kate dan Stuart datang, Ken langsung menyambut mereka.

"Kak, aku tahu kamu nggak suka bau rokok, makanya aku suruh mereka beresin semuanya. Gimana? Adikmu ini perhatian banget, 'kan?"

Saat berikutnya, teman-temannya langsung membongkar kebohongannya.

"Yang benar saja, itu karena Kak Stuart yang kirim pesan. Kok kamu bawa-bawa nama sendiri?"

"Kak Stuart sayang banget sama Kak Kate. Benar-benar cinta sejati."

Ken ikut tertawa. "Ya jelas. Kalau nggak, aku mana mungkin setuju dia jadi kakak iparku."

Stuart menyingsingkan lengan baju, lalu mulai memanggang makanan yang disukai Kate. "Mau sebaik apa pun aku, istriku memang pantas mendapatkannya. Sayang, duduk sini. Jangan sampai kena asap. Mau makan apa tinggal bilang, biar suamimu ini yang panggangin."

Kate tetap diam, tak berniat ikut bermain peran. Tiba-tiba, Ken berkata, "Kak Stuart, birnya habis. Temani aku ke gudang bawah buat ambil beberapa dus."

Stuart mengelus kepala Kate dengan lembut. "Tunggu di sini ya, aku bantu sebentar."

Begitu mereka pergi, Winter tiba-tiba mengirimkan lokasi lewat pesan. Ternyata, Winter juga di sini.

Jantung Kate langsung berdegup kencang. Dia khawatir Ken melakukan sesuatu yang gegabah, jadi segera berdiri dan menyusul mereka.

Namun, bukan pertengkaran yang dia temukan, melainkan tiga orang berdiri bersama, tertawa, dan bercanda.

Winter menyentuh jari tangan Stuart dengan manja. "Anakmu nendang-nendang terus dari tadi. Dia kangen ayahnya."

"Kak Stuart, kalian ngobrol saja. Aku ke bawah ambil bir. Nggak ganggu kok." Ken tertawa nakal dan langsung memberi mereka ruang.

Begitu Ken pergi, Stuart langsung menarik Winter ke pelukannya. "Cuma anak kita saja yang kangen aku?"

"Dasar kamu ini. Sudah tahu, tapi masih nanya."

Stuart tertawa, lalu mencium Winter sambil melangkah masuk ke kamar, kamar yang dulunya adalah kamar Kate sebelum menikah.

Seluruh tubuh Kate terasa membeku. Dia nyaris tak sanggup berdiri.

Saat orang tua mereka meninggal karena kecelakaan, usia Kate baru 13 tahun. Sambil sekolah, dia melakukan berbagai macam pekerjaan untuk membiayai hidup Ken. Demi adik tercintanya itu, seberat apa pun pekerjaannya, dia tidak pernah menolak.

Di hari pernikahannya, Ken yang menggantikan orang tua mereka mengantar Kate menikah. Dia menangis sampai terisak-isak.

"Kak, kalau Kak Stuart berani sakitin kamu, kamu pulang saja. Kamarmu nggak akan pernah kukasih ke orang lain."

Namun, sekarang dua orang yang paling dia cintai justru bersekongkol dan menusuknya paling dalam.

Saat tersadar kembali, Kate sudah berdiri lagi di halaman. Ken baru saja keluar dengan membawa beberapa dus bir.

Mereka saling menatap. Kate tersenyum sinis dan bertanya, "Di mana Stuart?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 29

    Tidak mungkin seperti yang dia pikirkan, 'kan? Namun, kenyataannya memang begitu.Kate bahkan sulit membayangkan bagaimana mungkin Adam, pria pendiam dan lembut seperti itu, bisa membuat begitu banyak rencana hanya untuk menggodanya agar dia berselingkuh.Dia membalik halaman, tidak tahu harus tertawa atau menangis, sampai pandangannya tertuju pada satu kalimat.[ Lebih baik jangan, dia pasti akan sedih. ]Jantung Kate berhenti berdetak untuk sedetik."Sejujurnya, waktu aku pertama kali lihat semua ini, aku bahkan lebih kaget dari kamu," ujar Flora sambil mengangkat bahu. "Orang bisa kelihatan baik, tapi siapa tahu dalamnya kayak gimana. Keluargaku sampai curiga dia punya kelainan ...."Kate tertawa."Tapi aku juga tahu, dia sudah jatuh cinta, bahkan selama 12 tahun. Kami sebenarnya sudah coba segala cara, tapi tekadnya terlalu kuat.""Maaf ya, Kate. Waktu pagi itu aku telepon dia, aku benar-benar nggak tahu kamu ada sama dia.""Aku juga minta maaf karena adikku kayak gitu. Kalau bisa,

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 28

    Satu kalimat ringan itu justru membuat mata Stuart memerah."Kita sudah bersama begitu lama, masa kamu nggak bisa maafin aku sekali saja?""Bisa kok, aku maafin kamu."Stuart tertegun, tak menyangka dia akan berkata begitu. Matanya langsung berbinar."Asal kamu juga bisa terima kalau aku nanti juga cari pria lain. Waktu aku sama kamu, aku akan kirim pesan ke dia, terus like postingannya.""Aku akan temani dia semalaman pas kamu tidur. Bahkan, mungkin aku akan hamil anak dia, terus minta kamu bantu besarkan."Setiap kata yang keluar dari mulut Kate membuat wajah Stuart semakin pucat. Baru mendengarnya saja, Stuart sudah nyaris hancur."Kamu bisa terima?"Stuart langsung menggeleng."Kate, aku nggak sanggup ....""Makanya, kamu juga nggak layak minta dimaafkan. Kalau kamu mau aku mencintaimu, kamu juga harus balas dengan kesetiaan yang sama. Kalau nggak, kamu nggak pantas."Kate menatapnya dingin saat Stuart mulai menangis tersedu-sedu."Stuart, kamu gagal jadi suami, gagal jadi ayah. Sat

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 27

    Kate menggigit pelan bibirnya. Pintu lift terbuka. Adam berjalan keluar beberapa langkah, lalu menoleh meliriknya. "Kenapa?"Kate menyimpan ponselnya dan menyusul. Kamar mereka berhadapan langsung. Kate membuka pintu, tetapi tidak langsung masuk."Adam.""Mau masuk sebentar?"Kate berbalik. "Maksudku, gimana kalau kita coba dulu?"Adam sempat bengong. Di saat Kate mulai tenang dan hendak menarik ucapannya, Adam segera mendahuluinya."Aku mau."Adam melangkah cepat, menutup pintu, dan menahan tubuh Kate di dinding. Adam yang selalu dikenal tenang dan terkendali, malah memperlihatkan tatapan yang membara."Mau lanjut, Kate?" Suaranya serak dan dalam, membuat telinga Kate memerah.Kate gugup, tetapi dia tidak ragu. "Mau ...."Adam terkekeh-kekeh, lalu memegang wajahnya dan menciumnya. Ciuman itu awalnya lembut, tetapi berubah menjadi dalam dan penuh gairah. Segalanya pun lepas kendali.Keesokan pagi, Kate terbangun karena dering ponsel Adam. Adam yang masih setengah sadar pun mengangkatnya

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 26

    "Aku nggak mau karena ... aku jijik padamu."Stuart terbangun seketika, lalu panik berlari ke kamar mandi, membersihkan tubuhnya berulang kali. Dia hampir saja mengelupas kulitnya sendiri. Matanya dipenuhi urat merah, mulutnya terus bergumam."Sayang, aku sudah bersih sekarang. Aku nggak kotor lagi, aku nggak menjijikkan lagi .... Makanan yang aku makan juga sudah kumuntahkan, kamu jangan jijik sama aku ya? Aku akan suruh mereka pergi, nggak akan ada yang datang lagi."Setelah hampir setengah jam, Stuart akhirnya keluar. Melihat kondisinya, ibu Stuart hendak masuk, tetapi langsung dihalangi olehnya."Jangan masuk. Kate nggak suka kamu. Aku harus jaga semua barang-barangnya di sini. Aku nggak bisa buat dia marah lagi."Ibu Stuart hanya bisa duduk di depan pintu, hatinya penuh keputusasaan."Kalau aku nggak bisa menghentikanmu, biar aku temani kamu di sini. Aku nggak sanggup melihat situasimu. Stuart, aku lebih baik mati daripada melihatmu begini. Sebenarnya, harus kayak gimana biar kamu

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 25

    "Kamu sepertinya lupa, aku sudah pernah kasih kamu banyak kesempatan. Tapi, kamu sendiri yang nggak becus, sekali pun nggak bisa kamu manfaatkan dengan baik."Suara Stuart bergetar. "Sayang, aku benar-benar sadar aku salah ....""Terus kenapa?" Kate terkekeh-kekeh. "Kamu bisa hidupkan dua anak kita kembali? Atau kamu bisa buat kejadian kamu tidur dengan Winter seolah-olah nggak pernah terjadi?""Sejak aku pergi, aku nggak pernah berniat balik lagi. Stuart, aku jijik sama kamu."Kate menoleh ke arah ibu Stuart. "Waktu lima menit sudah habis. Maaf, aku harus pergi.""Jangan ... jangan, Sayang. Kita sudah bersama begitu lama, kamu nggak bisa ...."Kate melangkah keluar pintu. Suara tangisan memohon itu tertinggal sepenuhnya di belakangnya.Ibu Stuart menghela napas berat. "Stuart, dia sudah pergi."Ucapan itu seperti vonis mati bagi Stuart. Tatapannya langsung kosong. Saat berikutnya, dia sontak berlari ke arah pintu. Jarum infus tercabut, darah memercik, tetapi dia seperti tak merasakan s

  • Buah Cinta Pengkhianatan Suamiku   Bab 24

    Suara di ujung telepon sangat sunyi.Stuart semakin terdengar hati-hati dan rendah diri. "Aku tahu aku salah. Aku seharusnya nggak menipumu. Aku dan Winter sudah nggak ada hubungan apa-apa dan anak itu juga sudah tiada.""Sayang, aku mohon, tolong maafkan aku kali ini. Aku benar-benar nggak bisa hidup tanpa kamu. Selama kamu mau balik, aku akan melakukan apa saja."Tak ada respons dari seberang."Sayang, jangan ...." Suara Stuart mulai bergetar. Namun, sebelum kalimatnya selesai, panggilan sudah terputus.Dengan panik, Stuart buru-buru mencoba menelepon ulang. Namun, ternyata nomornya sudah diblokir. Keputusasaan yang begitu mendalam menyelimuti dirinya, membuatnya sulit bernapas.Tepat saat itu, panggilan dari ibunya masuk."Ibu, bisa tolong bantu cari dia? Aku benar-benar kangen banget sama dia. Dia sudah nggak mau angkat teleponku."Ibu Stuart merasa getir. Selama ini, anaknya begitu berwibawa. Kalau bukan karena putus asa, dia tidak mungkin memohon seperti ini padanya."Gimana kala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status