Dua minggu selama pernikahan merupakan hari-hari yang membahagiakan. Mas Rayyan romantis banget terutama kalau lagi berduaan di kamar. Hahaha. Aku sendiri menjadi istri super manja kalau bersamanya. Sesuatu yang membuat Ayah dan Ibu tercengang karena bagi mereka aku ini terkesan cuek dan mandiri. Ternyata kemanjaanku bisa keluar kalau ketemu pawangnya.
Dan jangan lupakan Mas Rayyan pun memiliki sisi manjanya tersendiri yang hanya dikeluarkan jika bersamaku. Mungkin saingannya Mamah. Kata Mamah, Mas Rayyan itu seneng banget bermanja-manja pada beliau. Rania sering jengkel pada kakaknya kalau acara bermanjanya padaku digagalkan sama Mas Rayyan. Udah aku bilang kan Mas Rayyan kalau diluar dingin bin datar tapi kalau sama keluarga atau sahabat huh jahilnya gak ketulungan. Rania dan aku sudah sering jadi korbannya. *****"Kamu mau curhat apa, Jen?""Aku lagi kesengsem sama dokter ganteng.""Siapa namanya?""Dokter Wijaya pemilik klinikUcapan Leo tentang Mbak Hilda terbukti adanya. Hampir setiap malam dia selalu mengirim chat manja bahkan tak segan-segan menelpon Mas Rayyan. Mas Rayyan yang kesal berniat memblokir nomernya namun aku mengatakan percuma. Andaikata Mas Rayyan ganti nomer pun pasti Mbak Hilda akan dengan mudah mendapatkan nomer Mas Rayyan yang baru. Jadi kami memutuskan, Mas Rayyan tak akan menggubris telepon dari Mbak Hilda."Capek Mas," aku menyalami suamiku dan dia mencium keningku mesra plus bibir sekilas. Aku mencebik takut dilihat orang.Kami pun menuju ke kamar. Namun, bukan Mas Rayyan namanya kalau tidak usil. Dia menyeringai jahil dan bermaksud menggodaku lagi."Hop, bau asem. Sana! Mandi dulu, baru boleh pegang-pegang.""Oke, tungguin ya? Dandan yang cantik. Pake yang maroon." Dia masuk ke kamar mandi sambil mengedip genit. Astaga suamiku ini, makin cinta kan akunya.Selesai menukar baby doll yang tadi kupakai dengan kalian tahulah uhuk... Lingerie. Aku mendeng
POV RayyanTak terasa hampir dua bulan Nasha menjadi istriku. Aku bersyukur memiliki istri seperti dia. Dia sangat mandiri sekali tapi bisa menjadi sangat manja kalau bersamaku. Dan aku suka. Aku pikir dia gak bisa masak, kan istriku tomboy tapi ternyata hasil masakannya tak kalah enak seperti Ibu mertua dan almarhum Nisha.Meski terkadang kami bertengkar tapi masih kategori wajar, kami lebih sering bercanda dan berakhir di ranjang. Hahaha.Aku sekarang tinggal di tempat mertua tapi setiap hari Sabtu Minggu kami menginap di rumah orang tuaku."Masih ada pasien Sus Hera?" tanyaku."Tidak ada Dok, cuma dokter nanti ada jadwal operasi jam tiga sore," jawab Suster Hera yang membantuku."Operasi apa Sus?""Sesar dok.""Oke."Huft akhirnya bisa sedikit beristirahat. Aku menuju ke mushola untuk sholat dan akan lanjut ke kantin untuk makan siang. Setelah selesai sholat, aku menuju ke kantin dan bertemu dengan Aryo yang sudah duduk manis.
POV NasyaBelakangan ini aku gak tahu kenapa mudah sekali merasa lapar. Bahkan selera makanku meningkat drastis. Tadi malam saja aku menghabiskan tiga porsi martabak manis sendirian."Kamu kenapa Na?" tanya Seina melihatku gelisah."Aku pengen makan cilok Sei?" Aku merasakan air liurku berproduksi sangat banyak ketika aku mengucap kata cilok."Hah... Tumben. Minta Pak Aji beliin sana!" saran Seina.Aku pun mengikuti anjuran Seina meminta tolong pada pesuruh Puskesmas. Tak lupa kuberi ongkos sebagai pengganti bensin. Saat cilok sudah ditangan langsung kueksekusi. Ugh... Enaknya. Aku langsung memakannya dengan sangat lahap. Seina sendiri menatapku dengan tatapan heran."Kamu doyan apa laper sih Na," sesekali Seina mengelus perutnya yang nampak membuncit. Usia kandungannya sudah 5 bulan."Laper tapi juga doyan. Hehehe.""Ibumu katanya ikut tinggal sama kamu Sei?" tanyaku untuk mengalihkan perhatian Seina. Aku merasa risih diperhatikan terus
POV RayyanSemalaman aku berusaha membujuk istri cantikku. Astaga hanya karena mie ayam dia ngambek gak ketulungan pake acara nangis segala. Akhirnya mau tak mau aku mencari si mas-mas penjual mie ayam dan pesan lagi."Tolong bungkus dua ya Mas," pintaku."Loh Pak Dokter bukannya Bu Dokter tadi udah pesen dua ya?""Owh, ada kedua adikku minta dibeliin mie ayam," sahutku asal. Gak mungkin aku ngomong yang sebenarnya kan?Setelah menunggu hampir lima belas menit akhirnya mie pesananku jadi."Ini Pak Dokter." Mas penjual mengulurkan kantung kresek berisi dua bungkus mie ayam padaku."Makasih Mas, berapa?""Dua puluh ribu Mas.""Ini.""Makasih Mas.""Sama-sama saya duluan ya Mas."Aku pun segera pamit dan kembali ke rumah.Aku berharap Nasha luluh dan gak nangis lagi. Aku takut Ayah dan Ibu mengira aku ngapa-ngapain anak mereka.Aku membangunkan Nasha yang tertidur, menyuruhnya makan mie yang baru aku beli. 
POV NashaHari ini mood-ku buruk. Aku masih sebel sama Mas Rayyan masa dia makan mie ayam punya aku. Makin sebel karena semaleman pake acara ndusel-ndusel ke aku terus waktu tidur. Udah aku bilang jangan deket-deket bau badannya bikin enek. Tapi dia gak mau tahu.Sebenarnya aku rindu dipeluk sama suamiku. Pengen ndusel di keteknya. Hiks... hiks... Tapi aku enek. Sebel juga. Gak tahu kenapa? Pagi ini aku juga sebel, kenapa dia selalu wangi coba. Aku kan makin enek. Jadi saat makan aku sengaja duduk jauh darinya dan malas ngambilin nasi buat Mas Rayyan. Sebenarnya kasihan... Tapi akhirnya kuambilkan juga saat Mas Rayyan meminta. Sungguh tatapan matanya itu membuatku luluh.Aku sendiri bingung dengan diriku. Saat ini segala sesuatu tentang Mas Rayyan pokoknya bikin aku sebel. Nah tuh catet."Gak usah manyun terus kenapa Bu? Gak dapat jatah semalem ya?" Seina datang dan langsung duduk sambil makan keripik kentang. Lamunanku tentang Mas Rayyan langsung terbang."
POV RayyanAku terus tersenyum dan sesekali mengintip seseorang yang duduk di jok belakang. Istriku tersayang si bumil yang lagi banyak tingkah dan drama. Walau tingkahnya aneh tapi aku gak bisa marah. Namanya juga ibu hamil ada-ada saja tingkahnya. Apalagi kehamilan Nasha baru memasuki trimester pertama. Keluarga kami menyambut bahagia kehamilan Nasha terutama kedua mertuaku. Maklumlah cucu pertama.Selama hamil sebenarnya Nasha sama sekali tidak merepotkan. Dia makan apa saja tak pernah meminta hal-hal aneh. Cuma terkadang suka bikin drama yang bikin aku kelimpungan. Tapi sebagai suami dan calon Ayah siaga, aku berusaha memenuhi segala keinginannya dan memperbanyak stok sabarku."Maaaaaas." Nasha memanggilku dengan suara manja."Kenapa?" Aku menghentikan aktifitas mengoreksi hasil ujian mahasiswaku."Laper.""Mau apa hem?""Tapi udah malam.""Gak apa-apa. Demi kamu sama kedua anak kita gak masalah. Jadi istriku mau apa hem?"Kulihat bin
POV NashaTarik nafas hembuskan...Tarik lagi... Hembuskan ...Diusia kehamilan yang mulai menginjak 8 bulan ini, aku mudah merasa lelah. Maklumlah kan bawa dua. Ukuran perut sudah melebar kemana-mana. Seina sendiri sedang cuti. Usia anaknya hampir 2 bulan, anaknya cowok.Sekarang aku diantar oleh Ayah kalau berangkat kadang sama Mas Rayyan. Gak boleh naik motor lagi pokoknya. Iya sih bahaya soalnya. Mas Rayyan sangat overprotektif pada kami. Sempet merasa gak enak karena di awal-awal kehamilan sudah bikin dia nelangsa sekaligus merana. Hahaha.Ya mau gimana lagi bawaan anak. Hehehe. Alhamdulilah masuk trimester kedua sudah mulai berkurang kadar sebelnya, urusan biologis Mas Rayyan pun tersalurkan. Gak mau yah aku jadi istri durhaka. Hihihi."Masih ada pasien gak Sus?" tanyaku."Sudah gak ada Dok. Ih... Sebentar lagi ya Dok. Gak nyangka aja udah 8 bulan," ucap Suster Mira sambil mengelus perutku."Iya ini Sus.""Cowok apa cewek, Dok?"
POV RayyanAku merebahkan tubuhku lelah sekali. Aktivitasku benar-benar padat, Margono, Wiradadi dan Unsoed. Aku bahkan jarang menemani Nasha. Padahal kandungannya hampir memasuki 36 Minggu. Kata Prita untuk sementara ini tak ada masalah dengan si kembar. Nasha bisa melahirkan normal, dan setelah berunding dengan keluarga besar dan bagaimana kesiapan Nasha kami memutuskan Nasha melahirkan normal."Capek Mas?" istriku datang sambil membawakan kopi. Aku harus lembur memeriksa hasil ujian para mahasiswaku. Sehingga aku butuh kopi."Iya capek. Maafin Mas ya? Mas jarang ada waktu untuk kalian. Semester ini kontrak dengan Unsoed habis sedangkan dengan Wiradadi masih setahun lagi. Mas mau fokus di Margono saja," ucapku."Gak papa Mas, insya Allah capeknya Mas jadi ibadah dan pahala bagi Mas. Kalau Mas memudahkan urusan semua orang. Nanti jadi jalan buat kelancaran kelahiran si kembar.""Amin." Aku merebahkan kepalaku pada paha istriku. Sesekali mengecup perutnya da