Share

4 - Hidup Baru

Yogyakarta.

Daerah yang Mas Alvis pilih ternyata ini, katanya tempat ini selalu ingin aku kunjungi malah maunya tinggal di sini. Dan sekarang Mas Alvis berhasil mewujudkannya, entah jadi apa aku seandainya tidak menikah dengan suami tersayangku itu.

“Fotonya mau di gantung di mana Sayang?”

Mas Alvis datang membawa figura besar bergambar foto kami, foto pernikahan yang diadakan sehari setelah aku bangun dari koma. Katanya, agar aku memiliki kenangan indah tentang pernikahan maka kami perlu menikah kembali jadinya aku iyakan. Meskipun latarnya adalah ranjang rumah sakit tapi sudah lebih dari cukup untuk dijadikan kenangan indah.

“Di kamar saja, tepat di atas ranjang. Takutnya kalau di luar malah menghalangi hiasan yang lain, supaya aku selalu happy tiap masuk kamar.” Jawabku dengan suara amat pelan takutnya Kanza bangun padahal baru tidur 3 menit lalu.

“Mas gantung di sana, kalau Kanza-nya sudah nyaman kamu ke kamar untuk istirahat.”

“Iya Mas.” Entah sudah berapa kali Mas Alvin mengatakan kata istirahat hari ini, tiap kali melihatku melakukan banyak pekerjaan pasti akan diminta segera duduk dan dia yang akan melakukan semuanya. Padahal jelas-jelas dokter sudah mengatakan aku pulih total hanya ingatan saja yang perlu dinormalkan.

Kanza Pramuditia. Putri cantik kami.

Setelah memastikan Kanza tertidur dengan nyaman, aku kembali ke kamar langsung tersenyum saat melihat foto pernikahan kami, sangat membuatku bahagia di tambah adanya Mas Alvis menyambutku dengan senyumannya. Entah kebaikan apa yang sudah ku lakukan di masa lalu sampai-sampai Allah memberiku suami sesempurna Mas Alvis.

“Mas, aku kok merasa aneh ya?” kataku tiba-tiba sambil bercermin.

“Aneh bagaimana?”

“Bukannya sehabis melahirkan ada garis-garis di perut? Kok aku engga punya? Perutku malah mulus banget serasa tidak pernah melahirkan. Berarti sehabis melahirkan kemarin aku rajin rawat diri? Yang jagain Kanza siapa dong?” dari cermin aku bisa melihat Mas Alvis mendekat, tangannya terulur mengusap rambutku.

“Ada Mama dan keluarga yang lainnya. Mereka sangat mendukung kamu untuk merawat diri apalagi Kanza adalah cucu pertama Mama jadi menjaganya seharian bukanlah hal berat. Mama bahkan selalu senang setiap kali kamu ke spa.” Oh begitu, pantas saja wajahku mulus sekali ternyata aku rajin ke salon.

“Kalau mau ke spa atau salon, kasi tahu Mas saja. Mas bisa temenin kamu sambil bawa Kanza juga.”

Kepalaku menggeleng dengan cepat, “Aku ngerasa ke salon itu tidak terlalu penting. Di rumah saja nungguin kamu pulang kerja bersama Kanza sudah membuatku senang bukan kepalang, lagian kalau aku bosan bisa jalan-jalan keliling kompleks. Pas masuk ke kawasan sini aku liat banyak taman cantik.” Tiba-tiba saja Mas Alvis memelukku, aku hanya bisa tersenyum melihat kelakuan manjanya ini.

“Apapun yang aku lakukan, itu semua karena aku sayang sama kamu.” Tidak kujawab, tanganku menepuk punggungnya.

“Semua yang aku lakukan murni karena mencintaimu dan Kanza. Kedepannya mungkin ada sikapku yang biasa membuatmu bingung tapi percayalah itu semua aku lakukan karena aku cinta banget sama kamu.” Kepalaku mengangguk, membalas pelukan suami tersayangku ini.

“Mana mungkin aku meragukan Mas Alvis? Mas satu-satunya orang yang menerimaku di saat semua orang menjauhiku. Aku akan melakukan apapun asalkan Mas Alvis senang.”

Pelukan Mas Alvis terlepas, kami sama-sama tersenyum sampai suara Kanza terdengar. Aku segera berlari ke kamar sebelah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status