Yogyakarta.
Daerah yang Mas Alvis pilih ternyata ini, katanya tempat ini selalu ingin aku kunjungi malah maunya tinggal di sini. Dan sekarang Mas Alvis berhasil mewujudkannya, entah jadi apa aku seandainya tidak menikah dengan suami tersayangku itu.
“Fotonya mau di gantung di mana Sayang?”
Mas Alvis datang membawa figura besar bergambar foto kami, foto pernikahan yang diadakan sehari setelah aku bangun dari koma. Katanya, agar aku memiliki kenangan indah tentang pernikahan maka kami perlu menikah kembali jadinya aku iyakan. Meskipun latarnya adalah ranjang rumah sakit tapi sudah lebih dari cukup untuk dijadikan kenangan indah.
“Di kamar saja, tepat di atas ranjang. Takutnya kalau di luar malah menghalangi hiasan yang lain, supaya aku selalu happy tiap masuk kamar.” Jawabku dengan suara amat pelan takutnya Kanza bangun padahal baru tidur 3 menit lalu.
“Mas gantung di sana, kalau Kanza-nya sudah nyaman kamu ke kamar untuk istirahat.”
“Iya Mas.” Entah sudah berapa kali Mas Alvin mengatakan kata istirahat hari ini, tiap kali melihatku melakukan banyak pekerjaan pasti akan diminta segera duduk dan dia yang akan melakukan semuanya. Padahal jelas-jelas dokter sudah mengatakan aku pulih total hanya ingatan saja yang perlu dinormalkan.
Kanza Pramuditia. Putri cantik kami.
Setelah memastikan Kanza tertidur dengan nyaman, aku kembali ke kamar langsung tersenyum saat melihat foto pernikahan kami, sangat membuatku bahagia di tambah adanya Mas Alvis menyambutku dengan senyumannya. Entah kebaikan apa yang sudah ku lakukan di masa lalu sampai-sampai Allah memberiku suami sesempurna Mas Alvis.
“Mas, aku kok merasa aneh ya?” kataku tiba-tiba sambil bercermin.
“Aneh bagaimana?”
“Bukannya sehabis melahirkan ada garis-garis di perut? Kok aku engga punya? Perutku malah mulus banget serasa tidak pernah melahirkan. Berarti sehabis melahirkan kemarin aku rajin rawat diri? Yang jagain Kanza siapa dong?” dari cermin aku bisa melihat Mas Alvis mendekat, tangannya terulur mengusap rambutku.
“Ada Mama dan keluarga yang lainnya. Mereka sangat mendukung kamu untuk merawat diri apalagi Kanza adalah cucu pertama Mama jadi menjaganya seharian bukanlah hal berat. Mama bahkan selalu senang setiap kali kamu ke spa.” Oh begitu, pantas saja wajahku mulus sekali ternyata aku rajin ke salon.
“Kalau mau ke spa atau salon, kasi tahu Mas saja. Mas bisa temenin kamu sambil bawa Kanza juga.”
Kepalaku menggeleng dengan cepat, “Aku ngerasa ke salon itu tidak terlalu penting. Di rumah saja nungguin kamu pulang kerja bersama Kanza sudah membuatku senang bukan kepalang, lagian kalau aku bosan bisa jalan-jalan keliling kompleks. Pas masuk ke kawasan sini aku liat banyak taman cantik.” Tiba-tiba saja Mas Alvis memelukku, aku hanya bisa tersenyum melihat kelakuan manjanya ini.
“Apapun yang aku lakukan, itu semua karena aku sayang sama kamu.” Tidak kujawab, tanganku menepuk punggungnya.
“Semua yang aku lakukan murni karena mencintaimu dan Kanza. Kedepannya mungkin ada sikapku yang biasa membuatmu bingung tapi percayalah itu semua aku lakukan karena aku cinta banget sama kamu.” Kepalaku mengangguk, membalas pelukan suami tersayangku ini.
“Mana mungkin aku meragukan Mas Alvis? Mas satu-satunya orang yang menerimaku di saat semua orang menjauhiku. Aku akan melakukan apapun asalkan Mas Alvis senang.”
Pelukan Mas Alvis terlepas, kami sama-sama tersenyum sampai suara Kanza terdengar. Aku segera berlari ke kamar sebelah.
“Anak Bunda, padahal baru tidur tapi bangun lagi. Lapar ya? Sebentar Sayang, Bunda buatin dulu.” Dengan sigap aku membuatkan susu untuk Kanza, padahal aku sangat berharap bisa memberinya ASI tapi sepertinya takdir berkata lain. Tidak papalah, setidaknya Kanza tetap sehat dan hidup bahagia bersamaku dan Mas Alvis.“Sayang, Mas keluar sebentar mungkin pulangnya agak sorean.”Di belakang sana Mas Alvis sudah siap dengan setelan jasnya. “Sudah mau kerja?” kagetku, aku kira dia mulainya besok.“Harusnya kemarin tapi tertunda, hanya sebentar. Mas usahakan pulang sebelum magrib, bisa kan?”“Bisa, hati-hati di jalan.” Karena aku sibuk mengurus Kanza, jadinya Mas Alvis yang mendekat memelukku singkat sebelum berangkat kerja.Ku lirik jam dinding, jam 3 sore? Dan pulangnya sebelum magrib? Memangnya bisa kerja secepat itu? Tapi sudahlah, pasti Mas Alvis akan cerita pas pulang nanti. Mending aku fokus ke baby kecilku, mengganti pakaiannya barulah mengajaknya jalan-jalan keliling kompleks sekalian
Dengan senang ku ulurkan tanganku padanya, “Namaku Nabhila Pramuditia. Tinggalnya di nomor 13 blok A. Kayaknya aku perginya jauh deh, malah sampai di blok sini. Di depan biasanya ada jajanan begitu? Wah aku bisa ikutan beli dong.” Jabat tangan kami terlepas, senyumku bahkan tidak memudar sama sekali. menyenangkan sekali punya teman baru.Kami bercerita banyak, ternyata Mba Laila sudah punya dua anak Cuman rajin olahraga saja makanya masih keliatan sehat, kalau diperhatikan memang sudah agak tua. Umurnya saja sudah 38 tahun, tapi wajahnya masih mulus, rambutnya coklat lurus habis di warnain kayaknya.“Dulu pas selesai lahiran, stretchmark Mba hilangnya makan waktu berapa lama?” tanyaku santai padahal dalam hati penasaran sekali.“Mungkin setahun sehabis lahiran? Pas anakku umur 1 tahun, itupun harus bolak balik ke spa atau ke dokter supaya perutnya bisa mulus lagi. Tapi tergantung cara kita menangani sih, ada yang berhasil di 6 bulan? 8 bulan kayaknya.”Masa sih?“Kenapa? Kamu pasti ke
Mengantar suami kerja sampai teras rumah adalah hal menyenangkan bagi ibu rumah tangga sepertiku.“Jangan kemana-mana, kalaupun mau ke suatu tempat langsung telepon Mas saja.” Itu katanya sebelum pergi.Padahal aku mau keliling Jogja, setidaknya hapal jalanan sini. Sudah seminggu di sini tapi belum tahu menahu soal daerahnya, ini di desa mana atau kacamatan. Atau jogja ini sebenarnya adalah kacamatan? Aduh, aku mendadak pening memikirkannya padahalkan ada banyak pekerjaan yang bisa aku kerjakan apalagi Mas Alvis tidak mau memperkerjakan pembantu permanen. Hanya bekerja di jam 5 pagi sampai 8.“Apa kita jalan-jalan saja tanpa memberitahu Ayah?” gumamku sambil menatap Kanza di gendonganku.“Tapi mau ke mana?” karena lelah berdiri, aku memutuskan masuk ke dalam untuk bermain dengan Kanza. Aku sudah mandi tadi pagi dan Mas Alvis yang menjaga Kanza katanya tidak baik memperkerjakan pembantu nanti malah terjadi hal yang tidak-tidak. Sarapan pun sudah, kami sarapan bersama tadi.“Kanza, Bund
“Kembaran dari Nadhila yaitu Nabhila juga meninggalkan duka mendalam untuk semua orang, pemilik N’Beauty dan N’Fashion ini bahkan langsung meninggal di tempat karena duduk di kursi pengemudi. Saat ini suami dan anaknya menghilang tanpa kabar, perwakilan keluarga Meeaz mengatakan mereka berdua memilih menenangkan diri dan menjauh dari keramaian.” Suara TV yang menggema di kamar mewah itu terus terdengar, membuat perempuan paruh baya di ranjang hanya bisa terpaku menatap gambar-gambar kedua putrinya.“Kami dari HSQnews mengucapkan turut berduka atas kecelakaan yang menimpa dua putri keluarga Meeaz. Terimakasih.”“Alvis dan Kanza belum ada kabarnya?” tanyanya dengan suara parau pada pelayan.“Sebelum menghilang 2 bulan lalu, Tuan Alvis meminta kami untuk tidak mencarinya lagi. Tuan ingin memulai kehidupan baru tanpa bayang-bayang kematian Nona Nabhila. Ingin membesarkan Nona Kanza tanpa ada yang membicarakan kematian mengerikan itu. Jadinya kami dan tim keamanan memutuskan untuk mengikut
“Jangan bilang Anda mau mencarinya dengan status dan wajah baru? Saya tahu keluarga Anda terkenal dengan keahliannya mencari orang, tapi Anda yakin mau mencari orang yang sudah terkubur?” Feira tertawa sebentar, membuka gambar-gambar hasil otopsi Nadhila.“Apa yang membuat Anda begitu yakin, mayat itu bukan Nona kami?”Tunangan dari Nadhila itu mengeluarkan ponselnya memperlihatkan foto hasil pemotretan milik Nadhila setahun lalu saat mereka jalan-jalan ke Bali. Austin memperbesar bagian lengan atasnya, terdapat bekas luka memanjang hingga pundak atas.“Anda tahu alasan Nadhi tidak pernah menyepakati brand pakaian yang terbuka kan? Atau pemotretan yang harus memperlihatkan lengan kanannya? Karena luka ini.”Feira dengan cepat memeriksa gambar hasil otopsi sebelah kanan, tidak ada. Bagian lengan kanannya hanya terbakar sedikit tapi warna kulitnya masih terlihat jelas. Sama sekali tidak ada tanda bekas luka di sana.“Saya dengan hati-hati bertanya pada pihak kepolisian, mereka tidak men
“Mas tidak ada niatan bawa aku dan Kanza jalan-jalan? Aku bosen di rumah terus, Kanza pasti bosan juga. Aku sempat baca di internet di kawasan sini banyak wisata yang bisa kita kunjungi di akhir pekan. Daripada libur kerja begini di rumah terus.” Bujukku pada Mas Alvis, suamiku sibuk membaca koran di teras ruang tamu di temani Kanza yang sibuk bermain sejak tadi.“Kamu mau ke mana Sayang?”Aku dengan wajah bahagiaku duduk di samping kirinya, menatapnya dengan senyuman paling lebar membuatnya ikut tersenyum juga.“Aku mau ke kebun binatang? Kan bisa kenalin Kanza juga hewan-hewan begitu. Kanza cantik kita kan umurnya mendekati 4 bulan, Mas. Jadi endak masalah kalau di bawa ke sana, atau ke pantai? Aku mau kenalin Kanza pantai juga. Apalagi ya?” tangan Mas Alvis terulur mengusap rambutku, aku merasa nyaman setiap kali dia memperlihatkan betapa sayangnya dia pada kami yaitu aku dan Kanza.Sebenarnya ada yang mau aku tanyakan pada Mas Alvis perihal berita yang aku liat kemarin pagi tapi a
Kupandang Mas Alvis beberapa kali, aku ingin membahas tentang siapa itu Austin atau setidaknya ada kejelasan mengapa teleponnya mendadak di matikan. Apa aku tidak pantas tahu apa-apa? Kan itu keluargaku, yaps! Aku menduga Austin adalah keluargaku. Atau bisa saja, dia adalah pacarnya adikku yang telah meninggal itu? “Nabhila, bukankah Mas berulang kali mengatakan untuk tidak melamun? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu lagi? Mas siap mendengarnya.” Kupandang Mas Alvis lama, orangnya sibuk menatap ke depan. Tidak! Jangan dulu. Aku tidak boleh buru-buru membahasnya apalagi telepon tadi hanya beberapa detik. Kalau Mas Alvis marah terus membatalkan jalan-jalan kami? Aku sendirikan yang kena. Kugenggam tangannya sambil tersenyum senang, “Aku lagi bahagia tahu, Mas. Baru saja kemarin sedih karena tidak bisa jalan-jalan eh hari ini dibawa Mas Alvis keluar. Apa ya? hatiku senang banget, makasih suamiku makin sayang deh.” Bisa prediksi bagaimana senangnya dia? Sangat senang sekali b
Suasana mendadak canggung semenjak kami pulang mendadak, Mas Alvis tidak mengajakku bicara atau setidaknya menjawab pertanyaan yang aku tanyakan kepadanya. “Kita bicarakan di rumah setelah Kanza tidur.” Hanya itu yang dia katakan saat keluar dari mobil untuk mengajakku masuk kembali dan ke rumah. Ku tatap Mas Alvis yang sibuk menyetir, aku tidak bisa begini dengannya. Maunya, kita membahasnya sampai tuntas lalu tertawa bersama. Kami adalah keluarga bahagia dan aku tahu Mas Alvis sangat menyayangiku juga Kanza jadi Mas Alvis mana mungkin berbohong apalagi merahasiakan sesuatu dariku. Karena aku sangat mempercayaiku suamiku. Orang yang tetap ada di sisiku, menerimaku bahkan mencintaiku padahal keluargaku sendiri membuangku. Tangannya kugenggam pelan, “Mas, aku tidak bisa lama-lama diam begini. Aku tipikal perempuan yang tidak bisa diam apalagi dengan suamiku sendiri. Kalau memang kalian pernah dekat pun tak akan aku permasalahkan. Aku yakin, Nadhi dan aku sudah membahas ini jauh se