Share

3. Apa Dia Mati?

Sorot menyilaukan dari kejauhan menyapu penglihatan Carissa yang buram karena air mata bercampur air hujan. Netra gadis itu memicing, mencoba mendapatkan fokus yang lebih jelas. Tapi percuma sajalah, ia tidak akan bisa melihat di bawah guyuran hujan sederas ini. Lagipula, apa yang mau dilihatnya?

Dengan langkah terhuyung, gadis itu maju. Tepat menyambut kala hantaman keras membuat tubuhnya terpental dan jatuh berdebam beberapa meter dari tempat sebelumnya.

BRAKKK!

Decit rem terdengar menekan aspal basah saat lelaki di balik kemudi itu memaksa sedan hitamnya untuk berhenti mendadak. Kesadarannya terkumpul dengan tiba-tiba begitu ia menoleh ke arah spion dan melihat sesuatu tergeletak di atas jalanan sepi, di bawah guyuran hujan. Ketakutan pelan-pelan naik merayapi tubuhnya. Terlintas dalam benak untuk kembali tancap gas dan meninggalkan sosok itu saja, tapi sisi kemanusiaannya menolak ide itu. Maka lelaki itu menyerah. Ia mengambil payung dan keluar dari mobil bersama sumpah serapah, menyebut nama seluruh penghuni kebun binatang.

Ia mendekat dengan gemetar. Kedua netra gelapnya melebar penuh kala ia menemukan apa yang tergeletak di sana.

Seorang gadis.

"Astaga, apa dia mati?" serunya panik.

Sepertinya, gadis itu memang sudah mati, karena ia sama sekali tidak bergerak.

"Nona, hei, Nona ... apa kamu bisa bangun?"

Sagara Aditama, nama lelaki itu, terbelalak penuh dengan kepala berdenyut pusing. Ia baru saja menghabiskan beberapa gelas alkohol kurang dari setengah jam yang lalu, dan efeknya baru terasa pada detik-detik ini.

Mengusap wajah dengan gusar, ia berjongkok untuk memeriksa gadis yang tergeletak itu sekali lagi.

"Ya Tuhan, masa iya aku baru aja bunuh orang?"

Sagara melotot sembari mencengkeram gagang payung di tangannya. Ia berdiri, menoleh ke sana kemari dengan panik, takut seseorang melihat perbuatannya. Namun, saat itu jalanan sedang sepi karena derasnya hujan, jadi bisa dipastikan tak ada seorang pun yang menyaksikan apa yang terjadi. Maka tanpa berpikir panjang, Gara melempar payungnya dan meraih sosok basah kuyup itu untuk dibawa masuk ke dalam mobilnya.

"Sialan, mimpi apa sih aku semalam? Kenapa hari ini kacau banget rasanya? Ini lagi, bisa-bisanya aku sebodoh ini," racau lelaki itu, panik. Ia menoleh sekali lagi dan mendapati sebuah koper besar teronggok sendirian di bawah halte tepat di samping mobilnya berhenti. Berlari sekali lagi, Gara meraih koper besar itu dan memasukkan juga ke dalam mobilnya. Sepertinya milik gadis yang ditabraknya ini, kan?

"Ah, sial! Sial! Sial! Aku harus gimana ini? Gimana? Aku nggak mau masuk penjara!"

Gara mengumpat seribu kali. Tangan gemetarnya berusaha menghubungi Radit –asisten pribadinya– melalui ponsel, namun tidak bisa. Nomor ponsel Radit tidak aktif. Kepalanya yang sudah pusing karena pengaruh alkohol, semakin pusing kala melirik sosok basah yang kini terbaring di kursi belakang mobilnya. Lelaki itu menggeleng keras. Ia menginjak pedal gas mobilnya kembali, kemudian. Memutuskan membawa saja perempuan basah itu dulu. Mungkin–

"Aaakh ... "

Decit rem menjerit lagi. Gara sampai terdorong ke depan karena ia kembali menghentikan mobil tiba-tiba. Terburu-buru menoleh saat terdengar suara rintih pelan. Dan benar saja. Perempuan itu bergerak sedikit walau tak membuka mata sama sekali. Segera saja Gara seperti disiram hawa panas karena perasaan lega ; perempuan itu tidak mati! Ia tidak jadi menjadi tersangka pembunuhan.

"Oke, calm down Gara, calm down," bisiknya bermonolog. "Yang penting dia nggak mati aja. Aku bawa pulang dulu ke apartemen. Kalo aku bawa pulang ke rumah, yang ada justru aku yang mati dibunuh Mami."

"Ibu ... "

Gadis basah kuyup itu merintih lagi. Membuat Gara mengerutkan alis dan membatalkan niat menghidupkan kembali mesin mobilnya.

"Ibu, tolong Rissa ... Ibu ... Rissa sakit ... "

Gara memandang menelisik. Ada beberapa luka gores yang tampak di bagian tubuh gadis itu. Sepertinya perlu dibawa ke rumah sakit. Tapi sekali lagi, Gara juga sedang tidak berada dalam keadaan baik.

"Ibu ... Ibu, Rissa sakit, Bu ... " Gadis itu merintih lagi. Suaranya serak dan merana, mengundang iba.

"Nyariin ibunya?" Namun, Gara berdecih. "Jadi ngapain dia hujan-hujan diam di tengah jalan kalau masih nyariin ketek ibunya?"

Gadis itu terlihat seperti berusia lebih dari dua puluh tahun di mata Gara. Jadi rintihannya barusan terdengar menggelikan. Sudah setua itu masih memanggil ibu dalam tidur?

Ah, tapi dia pingsan, bukannya tidur. Atau malah lebih buruk dari itu.

"Ibu, Abian jahat ... Aneska jahat ... "

Gara menggeleng. Cukup sudah mendengar racauan orang lupa diri. Lelaki itu memutar anak kunci, lantas menstarter kembali mesin mobilnya. Detik berikutnya, sedan hitam itu sudah kembali menderu di atas aspal, meninggalkan halte yang terbengkalai.

Tak lama kemudian, mobil itu telah meluncur masuk ke dalam parkiran apartemen dan berhenti di sana. Nah, sekarang Gara justru bingung, bagaimana caranya membawa perempuan ini masuk ke dalam unit apartemen miliknya di lantai empat tanpa mengundang kecurigaan publik?

Gara bisa menggendong sendiri sebenarnya, karena tubuh gadis ini kecil mungil. Tapi ia sudah berada dalam tingkat kemabukan skala tinggi. Jangan-jangan nanti malah ambruk berdua di dalam lift.

Maka, pemuda itu berbalik dan memandang ragu-ragu kepada sosok yang tergeletak di kursi belakang mobilnya.

"Nona ... " panggilnya pelan. "Nona, apa kamu bisa bangun? Apa kamu baik-baik saja?"

Pertanyaan bodoh, Gara memaki dirinya sendiri. Keadaan seperti itu mana ada baik-baiknya, kan?

"Nona ... " Tapi Gara bersikeras. Pemuda itu ulurkan tangan untuk mengguncang pelan tubuh gadis yang basah kuyup itu. "Astaga, demi apapun, tolong bangunlah. Aku akan bawa kamu ke rumah sakit nanti, tapi nanti saja, ya. Sekarang aku pusing ... "

"Sshh ... "

Kedua manik hitam Gara melebar kala gadis itu mendesis pelan. Ia meringis seperti menahan rasa sakit.

"Nona? Bangun dulu, please. Aku perlu pastikan–"

Tok ... tok ...

Gara terkesiap. Kaca jendela mobilnya diketuk seseorang dari luar.

"Pak? Bapak baik-baik saja?"

Astaga!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status