Beranda / Romansa / Bulan di Darah Awan / Bab 2 : Mematikan

Share

Bab 2 : Mematikan

Penulis: Affad DaffaMage
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-09 16:47:42

Setelah tiba di tempat kos, aku segera mengganti pakaianku dengan pakaian santai lalu membuka ponsel. Di sana, aku mulai berselancar di dunia maya. Aku membaca beberapa pesan di grup angkatan.

‘Eh, kalian tau gak kalo kepala asisten praktikumnya killer?’

‘Seriusan njing. Aku dapat dia coba.’

‘Yang cewek di depan tadi pelit nilai, Cuma enak ngajarnya.’

‘Oh ya. Aku browsing di internet ketemu cerita ini (link)’

‘Yang bener. Asisten mati? Dafuq.’

‘Itu beneran sih katanya. Yang cewek ama ketua labnya itu adik dia katanya.’

‘Asisten killer katanya.’

‘Turunan njir. Gak kakak gak adik sama-sama bangke.’

‘Sumpah? Yang bener tot.’

‘Sumpah.’

‘Bluk gubluk, ribut trus.’

‘Eh, yang cewek cantik sih cuy.’

‘Ribut kalian.’

‘Padahal asisten dicerita itu tampan ih, apalagi kalo dari dekat’

[mengirim foto]

Eh, cakep nih cowok. Kok bisa sih cakep banget? Masa kayak oppa-oppa Korea sih?

‘Eh, makasih banget lho fotonya. Idola banget uy. Kayak oppa.’

‘Eh, minta oi.’

‘Save aja langsung pintar.’

‘Sudah-sudah. Kok ribut amat. Ini lagi bikin laporan.’

‘Jangan lupa dikontak seniornya.’

‘Oh ya, ini aku kasih kontak senior-senior yang udah tanya lewat aku buat kontak kalian. Masukin grup kalian ya.’

[berbagi kontak]

‘Oke.’

Entahlah. Waktu aku membaca nama-nama di sana, ada nama yang asing. Apakah mahasiswa internasional? Sebuah undangan masuk.

[Alsya membuat grup]

[Alsya mengundang Zihan, Riris, Haris, Alif, Daniel, Chen, Anastasia, Karim]

Alsya: Selamat malam kakak-kakak semua.

Chen: Umm… what is this group for?

Karim: programming, programming lab.

Chen: Ah. I see. So, this is the team.

Karim: Yes. We are one team.

Anastasia: With new students?

Daniel: Yeah. X-106 always mix the students. Eh, sayang, siapa asistennya?

Alsya: Kak Shadox, say.

Riris: Belum apa-apa sudah mulai. Hadeeh.

Alsya: Iri ya say?

Riris: Iya say 😊

Daniel: Shadox? Sumpah dia?

Alsya: Eh? Kenapa Kak Shadox?

Daniel: Waduh. Mampus deh.

Zihan: Kenapa Kak?

Daniel: Itu pelit nilai, killer lagi.

Zihan: Katanya ketuanya killer, cewe tadi pelit, sekarang asisten ini killer. Kok isinya jahat semua itu lab?

Daniel: Ku kira dapat Faux_Wave

Chen: We are doing this the usual, right?

Daniel: Yeah. Though don’t hope much. The assistant is shitty.

Chen: Seriously? Who is it this time?

Daniel: Shadox.

Chen: Ah, I remember that name mentioned quite often. They say that he’s annoying. I find him have a pretty cool appearance. I envied his appearance personally.

Anastasia: Shadox? I think I’ve heard the name somewhere.

Chen: That guy who gives 0 to one of the groups I recall. You know, the time we see a big fat zero on one of the teams last year?

Anastasia: Him!? The hell! I don’t wanna be under his tutelage. Mom! Save me!

Chen: Might be a time to know him a bit better from different sight.

Daniel: Fuck it!

Karim: Calm

Daniel: I cannot be calm!

Aku menghela nafas berat. Sepertinya ini tidak akan berjalan baik bagiku. Oh ya, lebih baik dihubungi dulu.

Zihan: Siapa yang sudah menghubungi Kak Shadox?

Alsya: Sudah ku hubungi Zih, tapi gak dibales

Alsya: Di read doang ama doi

Daniel: Emang kampret orangnya. Nanti tiba-tiba balas. Liatin aja.

Riris: Tapi bukannya kita perlu Kak Shadox buat kasih pra-praktikumnya?

Daniel: Paling dikasih tiga jam sebelum mulai, liatin aja. Tuh orang hafal banget ama jadwal, trus kasih soal dadakan. Bangsat emang.

Karim: Setauku Kak Shadox itu emang rada susah dicari di kampus. Sibuk banget orangnya.

Daniel: Nah itu masalahnya Kak Karim. Kak Shadox ini gak tau diri banget. Sok banget.

Anastasia: I WANNA A CHANGE!

Daniel: Nope. You’re stuck.

Anastasia: DAMN!

Anastasia: Fine. I’ll do it as usual. Hope he’ll be kind enough to us to at least spare us with a PASS button.

Daniel: Hope so.

“Susah dicari, berbahaya, gak ada kasihan, dadakan… ini makhluk sepertinya pengen disumpah,” gumamku kesal. Aku melihat ke arah jendela kos. Satu hela nafas berat aku hembuskan.

“Kenapa harus seperti ini? Ya Allah, salah Zizih apa?” gumamku lemah. Sebuah pesan masuk dari Alsya ke grup aku, Alsya, dan Riris. Grup bernama Trio Bebek.

Alsya: Eh, aku iseng buka wp. Tebak apa yang aku temukan?

Zihan: Fanfic baru?

Alsya: Kalian gak bakal percaya deh.

[Alsya mengirim foto]

Riris: SERIUSAN!?

Zihan: Masa!? Masa!? Itu aku gak salah baca kan?

Alsya: Aku juga gak percaya masih loh gaes! Ini gila!

Zihan: Pantesan aku ngerasa aneh pas liat nama aslab kita!

Riris: Gila! Gila! Aku gak percaya kalo dia sampe orang yang sama lho. Aku yakin beda! Gak! Gak mungkin sama!

Zihan: Gak mungkin! Kebetulan aja itu!

Alsya: Aku suka cerita-cerita dia, tapi gak sadar pas tadi di papan entah kenapa. Shadox.

Riris: GAK MUNGKIN DIA SAHDOX ASISTEN KITA.

Alsya: Shadox Ris.

Riris: Iya, Shadox. Maaf typo. TAPI TETAP GA MUNGKIN.

Alsya: Udah, kita bahas lagi nanti. Ini dari yayang Daniel.

[Alsya mengirim foto]

Aku mulai mengerjakan laporan wajib yang perlu ditulis. Hanya tugas pra-praktikum asisten aku kosongkan. Sisanya aku kerjakan semampuku, tentunya dengan bantuan Alsya, yang dibantu sama pacarnya, Kak Daniel.

Saat pekerjaan itu selesai, jam menunjukkan 4 sore. Aku memutuskan untuk salat Ashar. Setelahnya, aku mengambil perlengkapan mandi dan pergi ke kamar mandi. Air sejuk yang dibarengi dengan suasana hujan di sore hari membuat tubuhku lebih rileks setelah semua pekerjaan menyiksa tadi.

Setelah selesai, aku memutuskan untuk keluar dari kamar kos ku. Kos ini adalah kos campuran, yang notabene jarang di Indonesia karena masalah norma. Tapi, karena harganya lebih murah dengan fasilitas yang sangat bagus. Ortuku dengan berat hati mengizinkanku di sini demi fasilitas supaya belajarku nyaman, meski posisi sangat jauh dengan jurusan. Aku dapat ceramah karena ini kos campuran. Alhasil, sekarang aku keluar dengan jilbab meski di daerah kos. Jika tidak di kamar, wajib berjilbab.

Saat aku keluar, aku melihat seorang laki-laki dengan pakaian asisten X-106 yang berwarna biru dongker mencolok melewati kamarku. Dia tampak mengabaikan keberadaanku dan terus berjalan ke kamarnya yang berada di ujung lorong panjang di lantai dua tempat kos ini.

“Asisten,” gumamku pelan. Aku akhirnya mengabaikan dan berjalan ke teras kos. Sayangnya aku tidak bisa olahraga karena hujan. Aku tidak suka olahraga dalam ruangan. Aku memutuskan untuk duduk di satu dari dua kursi di teras. Sambil duduk, aku membuka ponselku, dengan irama hujan menemani.

Asyik melakukan browsing membuatku tidak sadar kalau seseorang duduk di kursi lainnya. Namun, aku menyadari saat laki-laki berbicara yang mengejutkanku.

“Melelahkan.”

“Eh?”

“Oh. Aku mengejutkanmu?” tanyanya datar. Bagaimana tidak, kamu seperti-

“Asisten praktikum?” ucapan itu keluar tanpa sensor dari otakku. Laki-laki itu menaikkan sebelah alisnya. Dia sepertinya tidak bergeming dengan kalimat itu.

“Lebih tepatnya laboratorium,” jawaban itu keluar tanpa emosi. Di tangan kirinya ada sebuah buku, sementara tangan kanannya ada sebuah bolpoin.

“Menulis apa kak?” tanyaku mencoba mengalihkan topik. Aku tidak ingin ketahuan sebagai maba di jurusan yang sama dengan dia.

“Cerita,” jawabnya datar. Cerita? Aku melihat sekilas ke pakaiannya lebih teliti, dan hanya bisa terdiam tidak percaya.

“Shadox?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bulan di Darah Awan   Pena Penghujung

    Bismillah. Alhamdulillah Allah SWT berkenan menjaga niat saya untuk menyelesaikan cerita ini.Terima kasih kepada:@Love_yourself7 – telah memberikan semangat dengan opini tentang karya Soul: The Assistant dan terus membuat saya bersemangat lewat dialog-dialog sederhana yang kita lakukan. Ini juga bocah yang bikin rilis bab 14 tiba-tiba tengah malam pas lagi nyenyak-nyenyaknya bobo cantik para pembaca 😊@nezbie – makasih sudah memberi challenge di wall untuk cerita baru yang bersifat roman. Kalimat itu cikal bakal tema roman yang mungkin bikin halu sebagian pembaca di cerita ini. Jujur saja, jadi belajar cara bikin baper gara2 ini.@wattpadesurd – terima kasih atas izinnya untuk menjadi anggota semenjak awal-awal. Saya banyak bel

  • Bulan di Darah Awan   Epilog

    “Saya terima nikahnya Zihan binti Khairul Fahmi dengan mas kawin seratus delapan puluh ribu rupiah dibayar tunai!”“Sah?”“Sah!”“Seriusan ini resepsinya Mas Shad? Gak percaya oi.”“Jaringannya gak main-main kali.”“Hush, gak boleh ngomong gak baik. Kedengeren dia bisa mampus kita.”“Mereka tidak berubah ya, Nurul,” komentar Mutia kepada teman akrabnya, Nurul, melihat kelakuan teman-teman satu kelompok lainnya yang berpikiran jelek. Nurul menganggukkan kepalanya, sependapat.“Entahlah. Aku rasa sulit untuk mengubah pandangan setiap orang, Mutia. Mas Shad sendiri

  • Bulan di Darah Awan   Bab 31: Terima Kasih

    “Tidak perlu kamu berterima kasih, Shadox,” komentar Pak Azhar.“Tetap saja, Pak Azhar, Pak Arrow, terima kasih,” ucapku lagi. Pak Azhar menggelengkan kepala.“Aku tahu sikap nekatmu. Rahima memberitahu,” komentar Pak Arrow. Zihan menatapku tajam dan langsung memeluk lenganku.“Sepertinya ada yang cemburu,” komentar Pak Azhar, yang membuat Zihan malu.“Sederhananya seperti itu. Kalau mau penjelasannya, bisa nanti di perusahaan,” komentar Pak Arrow.“Tidak perlu pak. Ada baiknya Zihan tahu semuanya,” komentarku, “apalagi dia bersedia pergi sejauh ini dan berhadapan dengan masalah ini,” lanjutku. Zihan menampilkan muka terharunya.“Ah, baiklah. Sebelumnya,

  • Bulan di Darah Awan   Bab 30: Kebenaran

    “Pak Azhar!?” Reaksi terkejut keluar dari mulut warga-warga desa.“Jadi, selama ini…” ucapan tertahan dari pak kepala desa dijawab langsung oleh Pak Azhar.“Ya, nama alias yang saya pakai selama ini di desa, nama yang saya sebut tidak boleh dikatakan siapapun kepada di luar desa, itu adalah nama palsu,” komentar Pak Azhar dengan santainya.“Lagipula, jika Soul bisa melakukannya, kenapa saya tidak?” lanjut beliau santai. Soul? Siapa Soul?“Jangan bapak bicara rendah terhadap laki-laki yang banyak berjasa terhadap desa kami!” balas salah satu warga desa.“Maaf jika terkesan demikian,” komentar Pak Azhar santai, “tapi kalian juga sepertinya dengan mudah menghina orang kebanggaan saya di sini,&rdqu

  • Bulan di Darah Awan   Bab 29: Dosa Desa

    “Terima kasih pak,” ucap Mas Yahya seraya menyerahkan bayaran kepada Pak Lukman. Laki-laki tua itu menghaturkan badannya.“Justru saya yang berterima kasih, Mas Yahya. Semoga lancar segala urusannya,” ucap Pak Lukman. Beliau pun lalu izin pamit meninggalkan kami untuk kembali ke tempat taksi terdekat. Seluruh warga di daerah itu menatap kami seperti melihat sepasang iblis.“Iblis pulang,” komentar salah satu warga.“Ngapain balik! Woi!” bentak warga lain. Aku melihat Mas Yahya hanya tersenyum.“Tidak ada yang berubah,” komentarnya pelan. Apakah Mas Yahya merujuk ke rumah keluarganya, atau ke sikap para warga yang sangat tidak santun, aku tidak yakin yang mana.“Pergi! Ngapain kamu ke sini! Anak laknat!” ter

  • Bulan di Darah Awan   Bab 28: Kembali

    Ahad pagi itu cerah, namun suasana yang tampak di wajah Mas Yahya tidak menunjukkan demikian. Aku tahu, karena inilah hari yang kami takutkan itu. Mas Yahya memesan kereta api kelas eksekutif ke sana. Jujur saja, aku tidak mengerti alasan dia membuang uang sebanyak itu untuk kunjungan yang dia tidak inginkan.“Assalamu’alaikum Pak Lukman. Saya Yahya Hakim,” ucap Mas Yahya menelpon seseorang. Aku tidak mendengar persis apa balasan dari seberang.“Seharusnya jelas ya pak kenapa saya menghubungi bapak,” ucap Mas Yahya dengan nada tertawa, “saya mau bapak menjemput saya di stasiun.”“Saya mau berangkat ini pak. Kira-kira empat jam lagi lah di sana. Bapak bisa sambil narik orang kok pak. Saya juga masih lama.”“Terima kasih banyak pak, Assalamu’alaikum,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status