Nara melepas gaun pengantinnya. Ia memakai kembali kaca mata minusnya. "Nona tuan Jo ingin bicara dengan anda" kata Ryan yang tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar rias.
"Kau mengagetkan ku! baiklah akan ku temui dia"
Nara pasrah ia tidak tahu skenario apa lagi yang sedang di buat Jo Daniel. Pria itu membuat hidupnya jungkir balik dalam waktu sekejap. Nara melirik cincin pernikahan di jari manisnya. Cincin itu seharusnya bertengger cantik di jemari Manuela dan sekarang Nara kesulitan melepas cincin kekecilan yang dipaksa masuk ke jemarinya itu.
"Kau masih disini? Aku akan membicarakan tentang pernikahan ini pada mu" Nara tidak memandang ke arah Jo, ia sibuk melepas cincin di jarinya yang sangat menyiksa. Jo memperhatikan tingkah Nara.
"Ryan jelaskan"
"Baik tuan"
"Nona Nara mulai sekarang anda adalah istri syah dari tuan Jo, meski pernikahan ini hanya memiliki waktu selama enam bulan. Setelahnya anda dan tuan Jo akan berpisah"
Nara tak bergeming. Ia membenarkan letak kaca mata minusnya yang melorot. "Selama anda menikah dengan tuan Jo, anda akan mendapat fasilitas mobil dan kamar pribadi di rumah tuan Jo" Nara mengerutkan keningnya. "Kamar pribadi? Memang siapa yang mau tinggal dengannya?" kata Nara ketus.
"Ini sudah ketentuannya nona, setelah perjanjian pernikahan ini berlaku dalam waktu enam bulan anda akan dapat tunjangan berupa rumah mewah dan fasilitas lainnya"
Nara merasa semakin tercekik dengan cincin di jemarinya itu. Ia merasa kesal dan marah. Nara mencoba melepas cincin itu hingga jarinya terluka. Jo berdiri dari duduknya, ia menarik lengan Nara dan membawanya ke toilet.
"Mau apa kau, heiii....." teriak Nara kesal. Jo tak mempedulikannya ia meraih tangan Nara dan mengolesi jemari Nara dengan sabun.
Perlahan Jo mencoba melepaskan cincin yang menyiksa di jari Nara. "Lihat jari mu seperti pisang, ini jemari wanita atau bukan?" Jo memegang tangan Nara dan memandang jemari tambun gadis itu. Wajah Nara memerah kesal pada pria itu. Ia mengibaskan tangan hingga mengenai wajah Jo. Wajah tampan itu tergores kuku panjang Nara hingga berdarah.
"Oh tidak....maaf aku..."
Jo menggenggam cincin pernikahan yang berhasil lepas dari jari Nara. Ia pergi meninggalkan gadis itu.
________
Jo menyentuh wajahnya yang terluka karena kuku Nara dengan saputangannya.
"Ryan"
"Ya tuan" Ryan yang sedari tadi memperhatikan tingkah Jo dan Nara hanya terdiam bingung. Tidak biasanya tuannya akan peduli dengan hal-hal kecil seperti tadi.
"Carikan cincin berlian untuknya, pastikan muat di jemarinya yang seperti buah pisang itu".
"Baik tuan"
"Oh ya kemasi barangnya dari apartemennya, aku ingin dia berada di rumah ku mulai hari ini"
"Baik tuan"
______
Nara menangis di kamarnya mengemasi bajunya ke dalam koper besar. Ia tidak punya pilihan selain mengikuti kemauan pria gila itu.
"Nara percayalah semua akan terlewati"
Ibu mencoba menghibur Nara. Ibu juga tidak bisa melakukan apa-apa melihat putrinya di nikahi pria itu. Jujur ibu merasa terharu dengan pernikahan Nara. Ibu merasa pernikahan itu sungguhan dan tidak tahu mengapa ibu merasa Jo Daniel pria baik.
Ryan tiba di apartemen Nara dan membantu Nara mengangkat barang-barangnya ke dalam bagasi mobil. Sepanjang perjalanan menuju rumah Jo, Nara hanya terdiam dan terlihat murung. Ryan mengamatinya dari kaca spion dan ia hanya bisa menonton permainan yang sedang berjalan, melihat sandiwara tuannya dengan wanita wedding planner itu.
Pagi sekali di rumah mewah Jo Daniel terlihat sibuk. Pelayan mengerjakan tugas masing-masing ada yang memasak, membersihkan rumah dan melayani tuannya.Nara berjalan menuju dapur. Seorang wanita paruh baya terlihat menatap Nara dengan mata sipitnya. Ia adalah bibi Jang kepala pelayan di rumah itu. "Nona muda kau tahu tugas mu?" tanya bibi Jang sedikit menyindir. Pagi itu Nara harus membantu mempersiapkan keperluan Jo Daniel sebelum ia berangkat ke kantor."Aku hanya mau mengambil segelas air putih bi" jawab Nara sambil berlalu. Ia menaiki anak tangga menuju kamar Jo Daniel. Kamarnya tidak di kunci. Nara tertegun menatap interior kamar itu sungguh mirip dengan hotel mewah di eropa.Terdengar suara gemericik air dari shower. Rupanya tuan muda itu sedang mandi, pikir Nara. Ia langsung menju ruangan tempat menyimpan stelan jas dan aksesoris yang biasa di kenakan Jo. Lagi-lagi Nara di buat tercengang dengan jajaran jas mahal dan kemeja d
Seperti biasanya, Nara sibuk mempersiapkan keperluan Jo sebelum berangkat bekerja. Memilihkan kemeja, dasi, jas, dan jam tangan.Jo keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk melilit di pinggangnya. Nara segera mengeringkan rambut Jo yang basah.Jo mengenakan kemeja putihnya."Pakaikan dasi ini" Jo menyerahkan dasi itu pada Nara.Jo jauh lebih tinggi dibanding Nara. Gadis itu kesulitan mengikat dasi Jo.Nara mengambil kursi rias. Ia naik ke atas kursi itu dan mulai memakaikan dasi untuk Jo."Hei apa yang kau lakukan! kau bisa terjatuh nanti""Tenang itu tidak akan terjadi tuan"Nara selesai dengan dasi Jo. Saat akan turun dari kursi tiba-tiba ia tergelincir dan jatuh menimpa tubuh Jo. Badan Nara menindih sebelah lengan Jo hingga terkilir."Nara!" Jo berteriak kesakitan. Nara bergegas bangkit dan berdiri. Ia memandang Jo yang meringis menahan sakit."Tuan Jo kau tidak apa-apa?" Nara mengguncang bahu Jo. Ryan
Sepulang bekerja Jo tidak segera pulang, ia pergi dengan dokter Edward untuk minum di bar langganan mereka."Jo bagaimana dengan Manuela?" Edward memberanikan diri bertanya pada Jo tentang Manuela.Jo hanya terdiam dan meneguk minuman di gelasnya."Tidak mungkin kau tidak tahu soal dia, apa kau sengaja membiarkan dia karena...." Edward menghentikan perkataannya."Karena apa?" tanya Jo tenang."Karena kau sudah nyaman dengan permainanmu pada gadis itu"Jo menyeringai ia kembali meneguk minumannya. Manuela tidak lagi mengisi secuil pun tempat di hatinya.Edward benar ia mulai terjebak dengan permainannya sendiri. Ia menikmati ketika sedang mengerjai Nara dan melihat gadis itu jengkel atau marah itu adalah kepuasan baginya."Hati-hati Jo" kata Edward lagi."Untuk apa?""Aku juga melihat Nara kemarin, meski tubuhnya sedikit besar tapi ia memiliki wajah yang cantik. Kau bisa jatuh hati padanya nanti"
Jo sudah siap dengan stelan jas, tuxedo dan dasi kupu-kupu yang terlihat elegan di lehernya.Ryan mengikuti langkah Jo menuju kamar Nara karena sedari tadi gadis itu tidak keluar juga. Bahkan ia tidak membantu Jo untuk bersiap."Nara! sedang apa kau di dalam kenapa lama sekali?" Jo mulai kesal ia mengetuk kasar pintu kamar Nara yang terkunci.Pintu kamar Nara terbuka pelan. Jo terpana menatap Nara dengan gaun tertutup berwarna biru laut di padukan dengan anting panjang berwarna senada dengan gaunnya. Rambutnya dicepol rapi di belakang.Nara terlihat canggung. Ia nampak kurang percaya diri dengan penampilannya."Apa gaun ini bagus?" tanya Nara."Gaunnya bagus, tapi kau terlihat jelek!" kata Jo ketus.Nara sudah biasa dengan pria ceplas ceplos itu. Keduanya diantar Ryan menaiki mobil mewah Jo menuju kediaman orangtua Jo. Di pelataran sudah terparkir rapi mobil-mobil mewah, mereka adalah tamu undangan orangtua Jo yang k
Nara terlihat sedang meeting dengan timnya. Dua hari lagi akan ada penyelenggaraan pesta pernikahan dari salah satu klien Y&J. "Bagaimana persiapannya?" tanya Nara pada Tania."Oke sudah delapan puluh persen" kata Tania. "Oh ya pastikan pengantin perempuan tidak kabur lagi ya teman-teman" seloroh Tania hingga semua tertawa. Nara mencubit Tania. Tapi perkataan Tania benar juga jangan sampai pengantin perempuan kabur lagi karena tidak ada stok gadis di tim kerja Tania. Semua sudah menikah dan tidak bisa jadi pengganti apa lagi sampai di ajak nikah kontrak. Nara pergi makan siang dengan Tania di cafe dekat kantornya."Jo Daniel mencium mu?" Tania terlihat terkejut. Hingga ia tersedak minumannya. "Pelankan suaramu!" "Yang benar? apa ia sudah jatuh cinta pada mu?" "Jangan harap! dia sedang mabuk waktu mencium ku" "Owww aku kira kalian berdua terlibat cinta" "Jangan ngarang, aku men
Jo pulang larut malam, sebelum ke kamarnya ia sempat ke depan kamar Nara. Jo membuka handel pintu dan ternyata tidak di kunci.Jo menatap Nara yang tertidur pulas dengan piama pendeknya. Kulit kaki Nara yang mulus terlihat oleh Jo. Ia lalumengambil selimut dan menyelimuti Nara.Jo tidak sengaja menatap kalender di meja Nara. Rupanya Nara melingkari setiap tanggal dan menghitung perpisahan dengannya.Jo berjalan keluar kamar Nara. Ia menuju kamarnya dan duduk di sofa.Jo membayangkan perpisahannya dengan Nara nanti. Gadis itu tidak tahu apa-apa, sudah bagus ia mau menyelamatkan harga diri Jo di hadapan banyak orang dengan menggantikan posisi Manuela.Jo mandi di bawah guyuran shower. Selesai mandi ia bergegas mengenakan baju dan pergi ke kamar Nara. Ia merebahkan diri di samping Nara sembari memandang wajah Nara yang tertidur pulas.Apa kau sama sekali tidak tertarik dengan ku? batin Jo. Ia membelai rambut Na
Nara menghabiskan makan siangnya. Ia meminum es kopi latte kesukaannya."Kau terlihat lebih diam?" tanya Tania.Nara mengedikkan bahunya. Ia sedang malas bicara banyak. Bahkan hari ini ia tidak ingin bertemu klien manapun."Apa kau bertengkar lagi dengan Jo?""Tidak, dia malah jadi baik padaku""Bagus, kurasa dia memang menyukaimu Nara" kata Tania lagi."Manuela sudah kembali" Kata Nara pelan.Tania meletakkan sendoknya. Ia menatap Nara menunggu kelanjutan ucapan Nara."Kurasa ia akan kembali pada Jo Daniel dengan cara apapun""Apa Jo masih menyukai Manuela?""Kurasa tidak setelah Manuela mempermalukannya di hari itu. Jo bahkan tidak mau memandang wanita itu""Nara, apa kau sama sekali tidak tertarik pada Jo Daniel?"Nara terdiam dengan pertanyaan Tania. Ia sendiri bingung dengan perasaannya yang akhir-akhir ini sulit di kendalikan oleh akalnya."Jika kau memang ada perasaan pada
Dokter Edward terlihat keluar dari ruang operasi. Papa dan mama serta Nara segera mengerumuninya."Operasi sudah selesai pelurunya berhasil di keluarkan. Jo akan di pindahkan ke ruang rawat"Semua terlihat lega termasuk Nara. Edward memandang Nara yang terlihat sangat sedih dan cemas."Tenanglah dia tidak apa-apa" kata Edward mencoba menenangkan Nara"Nara mengangguk. Tak berapa lama perawat mendorong ranjang Jo menuju kamar rawat. Jo masih belum siuman karena pengaruh obat bius. Nara menatap wajah tampan yang tergolek di atas ranjang itu."Nara kau pulanglah dulu biar papa dan mama yang menjaga Jo""Tidak ma, papa dan mama yang beristirahat saja biar Nara menjaga Jo disini, lagipula ada dokter Edward juga"Jo membuka matanya, ia merasakan sakit di lengan atasnya. Ia mengedarkan pandangannya."Kau mencarinya?" suara dokter Edward mengejutkan Jo yang baru siuman."Dia aku suruh pulang, kasihan kelelahan menunggu d