“Kemarin gimana sama anaknya Dania?” Tanya Ayu setelah Ayyana ikut bergabung di meja makan, seperti biasa jika ada miting pagi pasti ayahnya akan berangkat lebih awal
“Jangan bahas itu deh bu, aku males” keluh Aya “Kok gitu?” “Ibu tau nggak, anak tante Dania yang aku temuin itu bukan yang mau nikah, mana orangnya nyebelin banget, nggak bisa diajakin ngomong serius” “Tapi Fakhri ganteng kan?” goda ibunya Aya memicingkan mata, menatap curiga pada perempuan itu “Ibu tau yang aku temuin itu bukan calon pengantinnya?” Menyadari raut wajah ibunya, Aya mendelik “Terus kenapa nggak bilang sama aku?” “Kalau ibu bilang, yang ada kamu nggak akan mau ketemu Fakhri” “Ibu nggak tau ajah gimana nyebelinnya itu orang, ya Allah nggak lagi-lagi deh bu aku ketemu sama dia” “Heh, nggak boleh ngomong gitu” tegur Ayu “Jodoh nggak ada yang tau loh, nanti ternyata Fakhri jodoh kamu gimana” “Ibu mah jangan aneh-aneh” Aya mengerucutkan bibir tak suka dengan ucapan sang ibu Ayu menanggapi ekspresi Ayyana dengan kekehan pelan, tak ingin mood Aya semakin buruk ia mengalihkan pembicaraan “Oh iya, tadi ayah nelfon minta tolong dibawain tas yang ada di meja kerjanya. Di dalamnya ada laptop sama berkas, nanti laptopnya anterin Adrie terus berkasnya bawain ke kantor” “Emang Kak Adrie udah balik dari luar kota bu?” “Iya, tapi langsung ke kantor klien-nya buat miting” “Oh, ya udah nanti aku anterin” oOoOo Aya memarkirkan mobilnya di depan sebuah perusahaan bernama ‘WR ALIANS’ sesuai dengan nama kantor yang diberitahukan Adrie lewat pesan. Ia pun segera menghubungi pria itu namun tak ada jawaban Lelah menghubungi Adrie yang entah sedang apa sampai tak melihat panggilannya yang sudah menggunung, Aya memilih mengantar laptop tersebut ke dalam, namun baru saja hendak melangkah memasuki lobby suara seseorang menghentikannya “Kamu ngapain disini?” Tanya Fakhri yang tiba-tiba muncul dihadapannya Raut wajah Aya seketika berubah ketus “Bukan urusan bapak” jawabnya hendak beranjak “Saya wajib tau semua hal yang berkaitan sama kamu” Aya berbalik lalu mendelik kesal “Bapak nggak perlu repot-repot ngurusin hidup saya” “Harus dong, kamu kan calon istri saya” “Jangan mengklaim seenaknya” Sungut Ayyana seolah tak sadar dengan tempat ia berada saat ini “Kalau nggak enak saya juga nggak suka” Aya memutar bola mata jengah “Nggak nyambung” Fakhri tertawa pelan, entahlah ia merasa senang saja mengusili Aya “Mungkin kamu kangen sama saya” “Yang ada saya eneg liat bapak” Aya segera menjauh, bisa gila ia kalau kelamaan bersama pria itu. Ia kembali menghubungi Adrie namun sialnya malah tidak nyambung sama sekali “Kak Bayu” Panggil Aya saat melihat Bayu di lobby Pria yang sebentar lagi akan berstatus sebagai suami Ririn itu menoleh cepat kearah Aya “Kak Bayu kerja disini?” “Iya. Kamu ngapain” Tanya Bayu “Kebetulan kalau gitu, aku mau nganterin laptop buat kak Adrie. Aku nitip sama kak Bayu ajah bisa nggak?” “Sory banget nih Ayy, aku lagi banyak kerjaan. Kamu langsung ke ruangan pimpinan ajah, abang kamu ada disana. Ruangannya di lantai tujuh” Belum sempat Aya menjawab, Bayu sudah pamit dan menjauh. Dengan terpaksa ia menuju lift dan menekan angka tujuh sesuai instruksi Bayu. Begitu sampai, ia menghampiri meja sekertaris dan kemudian di arahkan ke ruangan orang nomor satu di kantor itu Tapi bukannya bertemu Adrie, Aya justru kembali harus berhadapan dengan Fakhri. Kenapa lelucon takdir harus segaring ini? “Segitu kangennya sampai nyamperin saya ke sini?” Senyum menyebalkan Fakhri kembali menghiasi wajah tampannya “Saya kesini mau ketemu kak Adrie, bukan bapak” “Jelas-jelas ini ruangan saya, bukan ruangan Adrie” Jengah menghadapi Fakhri, Aya memilih keluar. Melihat hal itu, Fakhri menepuk tangannya dua kali lalu beranjak mendekat “Kok pintunya kekunci sih?” keluh Aya berusaha membuka pintu, sementara di sampingnya Fakhri bersandar di tembok dengan santai “Buka pintunya pak, saya mau keluar” ujar Aya menyerah “Ternyata kamu bukan cuma nganmbekan ya, tapi juga manja. Saya jadi tambah suka” “Saya tau kalau ini kerjaan bapak. Buka nggak!” “Saya nggak ngapa-ngapain loh dari tadi” Aya menarik nafas dalam, berusaha mengendalikan emosinya. Ia kemudian mengikuti gerakan Fakhri dengan menepuk tangannya dua kali berharap pintu bisa terbuka, namun tetap saja tidak bisa meski ia sudah bertepuk tangan puluhan kali “Kamu ngapain sih?” Fakhri tergelak melihat kelakuan Aya “Iihh… Bapak tuh nyebelin banget tau nggak jadi orang” “Biarin” “Bapak maunya apa sih?” “Nikah sama kamu” Aya lantas menginjak sebelah kaki Fakhri hingga pria itu mengaduh kesakitan “Nggak boleh galak sama calon suami” “Bodo. Sekarang buka pintunya atau saya injak lagi?” “Saya buka, tapi dengan satu syarat” “Apa?” “Kalau dalam jangka waktu seminggu ke depan kita ketemu lagi, kamu harus nikah sama saya” Mata Aya membola, syarat apaan itu? “Bapak gila ya?” “Ya udah. Dinner sama saya” Tawar Fakhri “Nggak” “Terakhir. Makan siang sama saya” Aya berpikir sejenak “Oke. Tapi kalau selama seminggu ke depan kita nggak ketemu, bapak harus janji nggak akan gangguin saya lagi” “Deal” Setuju Fakhri megulurkan tangan namun tak mendapat sambutan dari Aya “Saya pastikan kita akan ketemu” “Insya Allah, enggak” Fakhri memberikan senyuman terbaiknya, lalu dengan sekali tarikan saja pintu ruangan itu dengan mudahnya terbuka menampilkan sosok Adrie yang melangkah mendekat dengan raut wajah bingung “Udah nyampe? Kenapa nggak ngabarin?” Aya menatap Adrie seolah ingin menelannya hidup-hidup “Kakak dari mana ajah sih? Nyusahin tau nggak” “Abis sarapan di bawah. Kenapa sih?” tanpa menjawab, Aya melenggang pergi dengan wajah dongkol setengah mati setelah memberikan laptopnya “Eh” Adrie menepuk pelan lengan Fakhri “Loe apain adek gue?” tanyanya mengikuti langkah Fakhri memasuki ruangan “Gue ajak nikah, tapi nggak mau”“Ngapain loe ngasih gue ginian?”“Gue cuma pengen jadi cowok pertama yang ngasih loe cincin” jawab Ilham tulusSetulus tatapannya pada Aya saat ini. Dan inilah alasan kenapa Ayyana selalu kalah dengan perasaannya sendiri, sebesar apapun keinginannya untuk menjauh tapi Ilham selalu memperlakukannya seolah spesialAyyana akui, selama ini ia tak pernah melihat Ilham seperti ia melihat Adrie. Walau sekeras apapun ia mendoktrin bahwa Ilham adalah kakaknya sama seperti Adrie, tapi hatinya tak pernah membenarkan hal itu. Baginya Ilham memiliki tempat lain dalam hatinya, tempat yang tak pernah dihuni nama lain sebelum diaNamun perasaan itu dipatahkan dengan kehadiran Anggi, walau Ilham tak pernah menjelaskan hubungan keduanya tapi semua perlakuan pria itu selalu menunjukkan jika mereka punya hubungan lebihHubungan yang justru menyakitkan bagi Ayyana Terlebih saat semua hal yang kadang Aya anggap hanya berlaku padanya, namun juga berlaku pada Anggi. Semua perhatian yang kadang Aya anggap ha
“Jadi gimana mbak? tante?” tanya Aya setelah memperlihatkan konsep pernikahan yang sudah dirancangnya Maya – calon istri Raka, tersenyum tipis lalu menatap Aya tak enak “Konsepnya bagus, bagus banget malahan. Cuman mbak sama mas Raka tuh pengennya yang sederhana ajah”“Iya sayang” ucap Dania “Mereka juga maunya, pernikahannya itu dilaksanakan di rumah. Jadi mungkin konsep yang kamu buat agak kurang cocok”“Tapi saya buat ini sesuai sama permintaan Pak Fakhri, tante” jelas AyaIa masih mengingat dengan jelas ucapan Fakhri hari itu ‘Terserah konsepnya seperti apa yang penting pernikahannya harus mewah, harus glamor’ dan satu lagi ‘pernikahannya akan dilaksanakan di hotel keluarga kami’Tapi sekarang? Kenapa kedua wanita cantik di hadapannya ini malah mengatakan sebaliknya. Apa Fakhri semenyebalkan itu sampai ia juga harus mengerjainya dalam hal pekerjaan? Yang benar saja“Fakhri?” tanya Dania “Aduh soal itu tante minta maaf ya Aya, sebenarnya tante nyuruh Fakhri temuin kamu har
“Kemarin gimana sama anaknya Dania?” Tanya Ayu setelah Ayyana ikut bergabung di meja makan, seperti biasa jika ada miting pagi pasti ayahnya akan berangkat lebih awal“Jangan bahas itu deh bu, aku males” keluh Aya“Kok gitu?”“Ibu tau nggak, anak tante Dania yang aku temuin itu bukan yang mau nikah, mana orangnya nyebelin banget, nggak bisa diajakin ngomong serius”“Tapi Fakhri ganteng kan?” goda ibunyaAya memicingkan mata, menatap curiga pada perempuan itu “Ibu tau yang aku temuin itu bukan calon pengantinnya?”Menyadari raut wajah ibunya, Aya mendelik “Terus kenapa nggak bilang sama aku?”“Kalau ibu bilang, yang ada kamu nggak akan mau ketemu Fakhri”“Ibu nggak tau ajah gimana nyebelinnya itu orang, ya Allah nggak lagi-lagi deh bu aku ketemu sama dia”“Heh, nggak boleh ngomong gitu” tegur Ayu “Jodoh nggak ada yang tau loh, nanti ternyata Fakhri jodoh kamu gimana”“Ibu mah jangan aneh-aneh” Aya mengerucutkan bibir tak suka dengan ucapan sang ibuAyu menanggapi ekspresi Ayyana denga
Ayyana jengah dengan jawaban Fakhri yang santai dan terlihat jelas menahan tawanya, ia meraih laptop dan tasnya lantas berdiri tanpa berniat menanggapi ucapan Fakhri. “Loh kamu mau kemana?” cegah Fakhri ikut berdiri “Saya nggak ada waktu ngeladenin orang kayak bapak” sentak Aya kesal Kali ini tawa renyah sukses keluar dari mulut Fakhri “Saya nggak suka cewek ambekan” Aya meliriknya jengah “Saya juga nggak berharap disukain sama bapak” “Sayangnya saya sudah terlanjur suka sama kamu” Dengan kekesalah yang sudah mencapai ubun-ubun Aya beranjak “Saya permisi. Assalamu’alaikum” Pamitnya tak tahan menanggapi pria itu “Yang mau nikah kakak saya” jujue Fakhri sebelum Aya melangkah lebih jauh “Kamu kan nggak nanya siapa yang mau nikah, kamu nanyainnya calon istri saya” lanjutnya kembali duduk dengan santai Terlanjur kesal, Ayyana yang kini menghentikan langkahnya tetap tak bergeming dan masih melempar tatapan tajam kearah Fakhri. Pria itu terlanjur membuat moodnya tak baik “Saya seriu
“Maaf sudah membuat bapak menunggu” ucap Aya tak enak setelah mendaratkan bokongnya pada sebuah kursi, berseberangan dengan seorang pria yang diketahuinya adalah anak dari tante Dania Pria dengan setelan jas lengkap itu melirik jam ditangannya “Kamu membuat saya menunggu sekitar sepuluh menit” ucapnya “Tapi setidaknya kamu beruntung, karena jadwal saya hari ini lumayan lenggang” Aya menanggapi ucapan pria itu dengan senyum ramah tak lupa mengucapkan terima kasih atas kesediannya untuk menunggu. Tak berapa lama, pelayan datang menghampiri meja mereka dan keduanya lantas memesan minuman. Setelahnya, Aya pun segera menyalakan laptop yang ia bawa, bersiap memulai bahasan mereka namun pria itu lebih dulu membuka suara “Nama saya Ahmad Al-Fakhri, tapi kamu bisa panggil saya Fakhri” perkenalnya “Saya Ayyana pak” “Boleh saya panggil Aya saja?” tanyanya “Saya dengar Mami memanggil kamu dengan panggilan seperti itu” lanjutnya memberikan penjelasan atas tatapan bertanya di wajah Aya “Itu