Ayyana mengecupi pipi Gio berkali-kali hingga keponakannya itu memberontak kegelian minta dilepas, tapi dasarnya memang Ayyana suka mengusilinya jadi ia teruskan saja sampai sang ibu angkat suara memintanya berhenti.
“Ayaaa…” Tegur Ayu saat Ayyana kembali ingin merecoki Gio.
Ayyana nyengir. “Gemes, Bu.”
“Kalau gemes, nikah. Terus punya anak sendiri. Nanti bisa puas kamu unyel-unyel,” samber Adrie dari arah tangga yang turun membawa kopernya bersama Luna. Pagi ini mereka sudah akan kembali.
“Kak Adrie sama Kak Luna ajah yang punya anak lagi,” balas Ayyana. “Nanti kalau Gio udah punya adik, Gio bisa tinggal disini sama aku.”
Adrie mendelik. “Enak di kamu itu mah. Oh iya….”
Adrie merogoh sakunya. “Kakak titip balikin ke Fakhri,” ucapnya mengulurukan sebuah flasdisk.
“Kok aku?” Ayolah ia tak ingin berurusan dengan Fakhri lagi.
“Kakak udah bilang sama Fakhri kalau flaskdisknya Kakak titip sama kamu.”
“Kak Adrie ih. Kenapa nggak ngomong aku dulu?” protes Ayyana
“Sayang kenapa sih? Cuman kamu balikin apa susahnya?” Ucap ayah menengahi perdebatan mereka.
Senyum kemenangan terbit di bibir Adrie, ia meraih tangan Ayyana dan meletakkan benda itu dalam genggaman adiknya, tak peduli dengan tatapan kekesalannya. Bila ayah sudah angkat bicara maka permasalahan dipastikan selesai tanpa ada yang berani mendebat.
Setelah mengantar keluarga kecil sang kakak ke bandara, Ayyana segera menghubungi Fakhri lewat pesan untuk mengembalikan flasdisk milik pria itu. Namun katanya Fakhri sibuk dan akan menghubungi Ayyana kembali setelah ia senggang.
oOoOo
Ditengah aktifitas merapikan peralatan sholat yang sudah ia gunakan, ada pesan masuk dari Fakhri yang memintanya untuk bertemu. Ayyana pun mengirimkan alamat masjid tempat ia berada saat ini, ia tidak bisa memenuhi ajakan pria itu untuk bertemu di tempat yang ia sebutkan karena setelah ini Ayyana masih harus bertemu dengan klien
‘Kebetulan saya di dekat sana, kamu tunggu sebentar,’ balas Fakhri.
Setelah membenahi hijabnya, Ayyana langsung keluar menuju parkiran. Ayyana segera meraih tasnya mencari keberadaan flaskdisk milik Fakhri tapi anehnya ia tak menemukan benda itu.
Ayyana beralih mencari ke setiap sudut mobil, tapi tetap saja tidak ada. Ayyana menghela nafas, ia bahkan sudah keringatan saking paniknya. Sampai ketukan dikaca mobil menghentikannya.
“Kenapa kamu?” Tanya Fakhri melihat raut wajah pucat Ayyana.
“Eh, itu… Flasdisknya nggak ada Pak,” jujur Ayyana. “Tapi saya yakin flasdisknya nggak hilang kok, pasti keselip di barang-barang saya.”
“Isinya bukan file penting kan Pak?” tanya Ayyana khawatir.
Fakhri bersidekap. “Menurut kamu?”
“Tapi Bapak nggak butuh itu sekarang kan?”
“Kalau saya nggak butuh, ngapain saya repot-repot nyamperin kamu kesini?”
Benar juga, tapi bukannya tadi Fakhri bilang memang ada di dekat sini? “Terus gimana dong?”
Fakhri melirik jam dipergelangannya. “Saya harus balik kantor sekarang,” ucapnya. “Saya kasih kamu waktu sampai besok malam.”
“Kalau nggak ketemu?”
Fakhri menatap intens kearahnya, senyum licik terbit dari bibir pria itu. Tidak ada salahnya kan memanfaatkan kesempatan? “Kamu harus turutin permintaan saya.”
“Tidak ada penolakan,” tegas Fakhri saat Ayyana ingin melayangkan protes.
“Saya akan kembalikan.”
Ayyana yakin benda itu tidak akan tercecer jauh, kemungkinannya kalau bukan di rumah ya di kantor, atau kemungkinan paling buruknya di tempat-tempat yang sudah ia datangi untuk miting. Setidaknya dimana pun itu, semoga ia bisa menemukannya.
“Ya sudah, saya duluan,” pamit Fakhri segera berlalu.
“Pak?” panggil Ayyana pelan membuat Fakhri berbalik.
“Kenapa?”
“Pak Fakhri sudah sholat?”
Pandangan Fakhri beralih menatap bangunan masjid yang menjulang kokoh nan indah disampingnya, ia tertegun sejenak tapi tak lama pria itu berdehem, melempar senyum tipis pada Ayyana lantas melanjutkan langkahnya menuju tempat mobilnya terparkir.
oOoOo
Sesuai prediksi, flasdisk milik Fakhri, Ayyana temukan pada tumpukan berkas di meja kerjanya. Entah bagaimana ceritanya benda itu bisa ada disana, yang paling penting Ayyana bisa bernafas lega karena ia tidak perlu lagi memikirkan soal hal apa yang akan diminta pria itu.
Senyum manis terpatri diwajah Ayyana, bahkan sebelum Fakhri duduk dengan sempurna di kursinya, ia sudah mengulurkan benda itu.
“Yang penting itu bukan flasdisknya, tapi file yang ada di dalamnya.”
“Saya nggak pernah ngapa-ngapain benda itu, jadi udah pasti file Bapak aman.”
“Oh ya?” Tampak sekali Fakhri meragukan hal itu.
Di samping Ayyana, Dita yang hadir sebagai peneman hanya bisa geleng-geleng kepala melihat interaksi mereka.
“Kalau Bapak nggak percaya, cek ajah sendiri,” Ayyana mengulurkan laptop miliknya ke hadapan Fakhri.
“Kenapa bukan kamu saja yang cek?”
Menghela nafas kasar, Ayyana meraih kembali laptop dan flasdisk itu. Berdebat dengan Fakhri hanya akan membuang buang waktu. Pria keras kepala itu tidak akan pernah mau mengalah darinya.
“Loh?” alis Ayyana bertaut, ia melirik Dita membuat perempuan itu sontak mendekat ikut melihat tampilan pada monitor.
Dan ternyata hasilnya kosong, tidak ada file apapun disana “Kok bisa?” tanya Dita.
Ayyana angkat bahu, lalu menatap Fakhri dengan raut curiga. “Bapak nggak ngibulin saya kan?” Ayyana memutar laptop itu menghadap Fakhri. “Flasdisknya kosong.”
“Kenapa bisa kosong?” Mata Fakhri membola namun sama sekali tidak menyiratkan kekhawatiran. “Isinya file penting loh itu.”
“Yang bener ajah pak? Nggak mungkin kan filenya bisa ilang sendiri.” Ayyana tak terima disalahkan.
“Kenapa jadi nanya saya?”
Ayyana memijat keningnya. “Terus gimana?”
“Berarti kamu harus turutin permintaan saya.”
Pandangan Ayyana memicing, bukannya mengkhawatirkan soal filenya yang hilang, pria itu malah menagih hal yang tidak penting
“Bapak nggak sengaja menjebak saya kan?” Rasanya mustahil jika file dalam flashdisk itu bisa hilang tanpa disentuh siapapun
“Khem.” Dita berdehem.
Seolah mengerti dengan situasi yang ada sekarang ini, Dita berucap “Kalau flashdisk itu kosong, gue rasa Kak Adrie nggak akan nitip itu sama lo kan? Dia bisa kasih lain kali kalau dia kesini lagi”
Merasa ucapan Dita ada benarnya, Ayyana mengalah. “Kalau gitu, sebagai bentuk pertanggung jawaban saya akan minta file itu sama Kak Adrie.”
"Urusan file, memang bisa diminta ulang, tapi ini soal ketidak bertanggung jawaban atas amanah yang diberikan kepada kamu," tandas Fakhri.
"Lagi pula, bukan itu kesepakatan kita,” lanjutnya.
Ayyana mendengus. “Oke fine, jadi apa hal yang menurut Bapak sesuai untuk mempertanggung jawabkan kelalaian saya?”
Fakhri tersenyum penuh kemenangan. “Liburan sama saya. Berdua!"
"Kamu sudah makan?" Tanya Fakhri."Sudah," jawab Ayyana. "Kayaknya Bapak lebih baik ikut mereka deh.""Kamu mau ditinggal sendiri?""Iya, enggak apa-apa. Saya juga udah ngantuk, pengen tidur.""Ya sudah, tidur saja. Saya nggak akan ganggu."Ayyana lantas berbalik memunggungi Fakhri dan segera menutup mata, tapi sialnya ia tidak bisa tidur sama sekali."Nggak usah dipaksa kalau memang belum bisa tidur," ucap Fakhri. "Bangun sini saya kupasin buah.""Mau buah apa kamu?""Ayaa?""Hei!" Panggil Fakhri terus."Bapak jangan ganggu saya tidur bisa?" kesal Ayyana kembali menghadap pria itu."Ganggu apaan, jelas-jelas kamu nggak tidur," ucap Fakhri. "Mau apel, jeruk, atau mangga?""Nggak." Tolak Ayyana, tapi Fakhri tetap mengupas buah-buah itu termasuk mangga yang tampak masih cukup muda."Makan," perintahnya setelah selesai. "Atau mau saya suapin?"Tatapan Ayyana memicing, namun tak urung ia bangun dan merebut piring berisi buah itu.
"Jadi gimana? Udah ada jawaban dari Aya?" Tanya Daffa. Fakhri yang duduk dibalik meja kerjanya mengalihkan pandangan dari berkas mendengar pertanyaan itu, hanya sekilas setelah itu ia kembali fokus pada pekerjaannya."Belum lah, ini kan baru dua hari Daf," jawabnya."Jujur deh sama gue, lo pasti udah ngomong sesuatu kan sampai Aya ragu buat nerima lamaran lo?" Tuduh Daffa tepat sasaran."Gue udah yakin banget Aya bakalan setuju, tapi setelah lo ikut ngilang, dia muncul dengan raut wajah yang jelas beda."Tak kunjung mendapat tanggapan, Daffa yang kesal lantas merebut berkas di tangan Fakhri.Pria itu menghela nafas, "Gue cuma minta dia untuk kasih jawaban sesuai sama isi hatinya, tanpa terpengaruh pendapat orang lain."Daffa berkacak pinggang hendak membalas ucapan Fakhri, namun kedatangan Bayu yang tampak emosi menghentikannya."Lo gila ya?" Serunya pada Fakhri.Daffa yang berada di antara mereka sege
"Kedua, penghianatan. Gue nggak sepenuhnya menentang poligami, tapi bukan untuk adek gue. Jadi semisal nanti lo punya keinginan untuk menikah dengan perempuan lain, kita bicarakan baik-baik dan gue akan jemput Aya kembali." "Dan yang ketiga, kalau lo merasa lo udah nggak bisa bahagia sama Aya lagi, apapun itu alasannya, silahkan bilang sama gue dan kembalikan dia dengan cara baik-baik. Itu lebih gue hormatin dari pada lo telantarin adek gue," jelas Adrie panjang lebar. Berbeda dari Raka dan Daffa yang panas dingin mendengarnya, Fakhri justru tetap tenang dengan pandangan yang masih bertaut dengan Adrie. "Itu tiga hal yang nggak akan bisa gue maafin, jadi semisal kalian memang berjodoh tolong jangan sampai lo langgar tiga hal itu." "Lo percaya sama gue?" tanya Fakhri. "Ya, gue percaya lo nggak akan kecewain gue, Aya, pun semua keluarga kita," balas Adrie. "Tapi jangan lupa, kakaknya Aya bukan cuma gue. Jadi, Ilham pun berhak
Jika boleh jujur, Fakhri menginginkan jawaban setuju dari Ayyana. Akan tetapi, rasanya terlalu egois jika sampai perempuan itu menerima lamarannya dengan paksaan. "Berikan jawaban sesuai dengan apa yang hati kamu inginkan," ucap Fakhri. "Saya hanya ingin jawaban yang jujur dari dalam hati kamu Aya." Selanjutnya, dering telepon dari ponsel keduanya terdengar, ada panggilan masuk dari Daffa pada Fakhri dan panggilan masuk dari Luna pada Ayyana. "Sepertinya pembicaraan inti akan segera dimulai," ucap Fakhri yang memilih tak menjawab panggilan itu. Sementara Ayyana menggeser tombol hijau dan segera menjauh meninggalkan Fakhri tanpa mengatakan apapun. oOoOo Dan di sini lah mereka, duduk kembali bersama semuanya di ruang tengah. Sesuai dengan apa yang Fakhri katakan, pembicaraan tentang maksud kedatangan mereka kini berlangsung dengan Papi Daffa yang turut hadir menjadi juru bicara mewakili orang tua Fakhri. Dengan rau
Siang tadi, Adrie seharusnya sudah kembali ke rumahnya. Tetapi pria itu tiba-tiba membatalkan jadwal kepulangan dengan alasan ada seorang temannya yang akan datang malam ini untuk bersilaturahmi. Dan apakah teman yang dimaksudnya adalah sosok pria tampan yang tengah beradu pandang dengan Ayyana di depan pintu saat ini? Perempuan itu bahkan masih tak bergeming, terkejut bukan main melihat Fakhri berdiri menjulang di hadapannya. Bukan hanya dia seorang, melainkan Dania, Rama dan beberapa orang lainnya yang Ayyana tahu adalah keluarga pria itu juga turut hadir disana, tersenyum ramah. Tunggu? Jadi keluarga Fakhri adalah tamu yang dimaksud kakaknya? Sadar dengan tatapan semua orang, Ayyana segera menyadarkan diri dan menggeser tubuh ke samping untuk memberi jalan kepada mereka. “Silahkan masuk,” ucapnya setengah gugup. Jangan tanya kenapa? Karena ia sendiri tidak tahu. Saking gugupnya, ia bahkan membalas senyum semua orang dengan canggung. “Pucat banget kamu sayang? Sakit?” tanya D
Ayyana menatap Ilham curiga, apa pria itu sebenarnya tahu sesuatu?“By the way, lo kenal Pak Fakhri dari mana?” Tanya Ayyana membuat Ilham melirik ke arahnyaPria itu berdehem dan membenarkan posisi duduknya, “Dari Ibu, Ayah sama Kak Adrie. Emang kenapa?”“Enggak, gue cuma aneh aja tiba-tiba lo seakan nggak asing sama sosok Pak Fakhri padahalkan dulu gue pernah kenalin dia sebagai klien aja sama lo.”“Jadi dia bukan sekedar klien buat lo?” Tanya Ilham balikAyyana terdiam sejenak, “Mungkin memang bukan.” Ucap Ayyana. “Lo mau tahu nggak fakta mengejutkan tentang dia?”“Fakta apa?”Ayyana berdehem, ia duduk menghadap langsung pada Ilham bersiap untuk menyaksikan ekspresi kaget pria itu atas apa yang akan ia sampaikan.“Ayah, Ibu sama Kak Adrie ternyata berniat untuk jodohin gue sama Pak Fakhri.”“Oh ya?” ucap Ilham kelewat santai berbanding terbalik dari apa yang Ayyana harapkan.“Bentar, lo udah tau soal itu?” Malah Ayyana yang justru kaget dengan tanggapan Ilham.“Tau lah, lo ajah yan