"Jangan gila ya kamu, Rai!" sengal Gendhis panik. "Makan dulu," sahut Rai paham situasi. Gendhis menurut, meski hatinya tak menyangkal bahwa mengajak menikah adalah kejutan Rai yang sangat di luar nalar, tapi ia senang. Setidaknya Rai memikirkan kebimbangannya, ketakutannya selama ini. "Besok, setelah aku pulang kerja, ikut aku ketemu sama Ben dan Ann," ujar Rai di tengah kunyahannya. "Mau ngapain?" "Ketemu aja. Kamu kan baru ketemu mereka beberapa kali dan cuma bentar.""Aku nggak ngerti mau kamu itu apa. Sumpah, kamu ambigu banget, Rai," tuduh Gendhis jengah. "Ben sama Ann dulu juga nggak dapet restu dari para tetua, kita bisa cari ilmu dari mereka," kata Rai enteng sekali. "Ilmu apa? Situasinya beda kan Rai? Ben nggak punya calon istri lain. Sedangkan kamu punya," ujar Gendhis. "Kita nikmatin kencan ini dulu ya, nggak usah bahas yang berat-berat," kata Rai memutus arah pembicaraan serius mereka. "Kamu yang mulai duluan, aku cuma ngikutin kamu aja sih," desis Gendhis. Makan
"Kamu tau Christ bakalan nikah satu bulan lagi?" tanya Ben dingin, seperti biasa. Gendhis mengangguk, ia duduk menghadapi sang ketua, di sebelahnya, Rai tampak santai mengisap rokoknya. Sementara, di samping Ben, Ann tersenyum simpul, ramah sekali seperti biasa."Kamu diem aja? Cuma begini?" mata Ben beralih pada Rai. "Aku harus ngacak-ngacak keluarganya Kiara? Gitu?" sambar Rai menggemaskan. "Kalau dia udah nikah sama Kiara, posisimu nggak mudah, Gendhis," sela Ann ikut menimbrung. "Apa kamu nggak pa-pa?" tanyanya. "Aku pelacur, dan aku tau diri, Ane-san," jawab Gendhis lirih. "Kamu rela, Rai nikahin perempuan lain?" tanya Ben tiba pada final pertanyaannya."Aku udah terbiasa jadi simpanan pria beristri Ben, aku rasa nggak akan jadi masalah," tandas Gendhis tegar sekali. "Kalian berdua ya!" gemas Ann saling berpandangan dengan Ben. "Terus, sampai kapan kamu jadiin Gendhis simpanan, Christ?" "Sampe aku resmi jadi ketua, Ane-san. Setelah itu, nasib Gendhis bakalan jadi priorita
"Semua orang pada nanya, berita rencana nikahan kita udah kesebar, tapi kita masih sibuk kerja. Kamu nggak mau ngajakin aku belanja keperluan pernikahan kita, Bang?" tanya Kiara, lagi-lagi menemui Rai seusai selesai jam praktik di poli. "Bukannya semua kebutuhan dan keperluan pernikahan udah disiapin sama keluarga kamu?" balas Rai terlihat masih fokus menulis sesuatu di macbook-nya. "Tapi kan ada keperluan lain, kayak cincin, kita milih sendiri aja kan?""Kamu aja pilih sendiri, aku banyak kerjaan," balas Rai singkat. "Ada jadwal operasi?" tahan Kiara saat Rai beranjak dari kursinya. "Ada, aku udah ditunggu di OK," ucap Rai. "Beli aja yang kamu mau, kalau perlu uang, nanti kutransfer," tambahnya. "Bang!" Kiara mengejar langkah Rai menuruni tangga, "Mami Eris bilang, jangan sampe pelacur ini ganggu urusan pernikahan kita!" Rai seketika menghentikan langkahnya, ia berbalik ke arah Kiara, "Kamu yang ngadu soal itu ke Mami? Biar apa? Kukira kita sebatas kenal, perjodohan cuma formal
"Gila ya, aku udah diusir dari rumah ini sama Mami kamu, tapi aku keukeuh balik lagi secara nggak tau malu," ucap Gendhis sengaja berlama berdiri, tak langsung duduk di sofa tamu seperti yang Rai lakukan. "Selama bukan aku yang ngusir kamu, kamu masih jadi nyonya di rumah ini," kata Rai santai. "Nanti biar dibantu Gani masukin barangmu ke kamar. Dia lagi ngasih makan hewan di belakang," tambahnya. "Kamu beneran blokir semua pelangganku, Rai?" tanya Gendhis hati-hati. "Enggak, Bu Wida yang nglakuin. Dia marah sama kamu mungkin," jawab Rai. Gendhis memicingkan matanya curiga, "Nggak mungkin Mami ngeblokir pelangganku karena itu bakalan bikin dia rugi," tebaknya curiga. "Kamu nyuruh dia begitu kan? Ini perintah kamu kan? Kamu nekan dia sampai titik darah penghabisan kan?" cecarnya. "Salah siapa dia ngasih kamu ke Mario dan bikin kamu tersiksa," sahut Rai keceplosan. "Rai," Gendhis spontan duduk di sebelah Rai, menempel padanya. "Kamu apain Mami, hem?" desaknya. "Kamu nggak tau dia
Hari minggu, hari libur untuk Rai dari segala praktik poli dan pekerjaan sampingan di mana ia bertanggungjawab di beberapa sektor warisan keluarga. Ia sengaja mengajak Gendhis pergi keluar, selain mengunjungi kasino yang kemarin ia bicarakan, ia juga berniat membawa Gendhis bertemu seorang tattoo artist, langganan keluarga Takahashi. Mengingat tanggal pernikahan mereka yang sudah ditentukan besok lusa, jadi persiapan minimalis itu dikebut secepatnya. "Nggak akan ada yang ngasih dia perlakuan istimewa, termasuk gue," ucap Danisha, bungsu Takahashi, tante dari Rai yang mengelola kasino secara langsung. "Gue nggak minta dia diperlakukan istimewa," ujar Rai santai. "Lo tau dia berarti buat gue, jadi gue yakin lo juga paham gimana cara memperlakukannya," tandasnya. "Lo serius mau beristri dua? Brengsek amat lo, lebih brengsek dari bapak lo!" cecar Danisha takjub. "Apa gue minta buat dibatalin aja perjodohan sama Kiara, gitu Tante?" "Anjing! Jangan panggil gue Tante!" sergah Danisha ge
Persis 2 jam selama perjalanan pulang ke rumah Rai, Gendhis tak bicara apapun. Rai juga memilih sibuk pada kemudinya, tak mau membuka percakapan. Hingga keduanya sampai di halaman rumah besar Rai, hanya kebisuan yang merebak. Ini kali pertama mereka saling mendiamkan, sepertinya ego yang tercipta setelah perasaan terungkap justru membesar seiring besarnya cinta. "Ini yang aku takutin sejak awal terlibat hubungan sama kamu, karena aku pelacur, harga diriku nggak penting buat kamu," keluh Gendhis angkat bicara. "Siapa yang nganggep itu nggak penting? Kamu asal nyimpulin," sahut Rai. Gendhis mendesah lelah, ia abaikan tanggapan Rai dan memilih untuk menjatuhkan diri di sofa tamu. Tak ingin saling mendiamkan berlarut-larut, Rai mengambil duduk di sebelah perempuannya. Sambil menatap langit-langit ruang tamu, ia toleh Gendhis yang memejamkan matanya damai, mulutnya terkatup rapat. "Kamu sakit hati karena ucapanku?" tanya Rai, nada bicaranya sudah jauh lebih lembut ketimbang sebelumnya.
"Axel bukan saingan, Rai," bisik Gendhis timbul-tenggelam. Ia berusaha memberi pengertian pada Rai yang tengah menindih tubuhnya di ranjang sambil mengecupi lehernya ini. "Kamu tau aku nggak bisa berpaling dari kamu," tandasnya."Aku tau," Rai mendongak, "tapi kamu bisa tidur sama siapapun yang membayarmu dulu, Ndhis. Itu yang nggak bisa nenangin isi kepalaku," ujarnya. "Sejak awal aku udah kasih peringatan kan Rai? Kenapa kamu masih ngotot buat ngejalanin hubungan sama aku kalau ujungnya begini? Aku ini pelacur, riwayat hidupku nggak akan pernah bisa bersih. Kenyataan kayak gini bakalan terus kita bahas kalau kita beneran jadi nikah. Biar tenang isi kepalamu, cukup nikah sama Kiara aja. Dia bersih kan?""Dan aku yang gila kalau harus tanpa kamu!" sahut Rai yakin. "Aku nggak suka kamu berinteraksi sedekat itu sama Axel, bisa kuminta kamu buat membatasi diri?" "Aku lagi ngusahain itu semua kan? Kamu nggak liat gimana aku berjuang buat nggak lagi nerima pelanggan? Aku nurutin semua m
"Maaf ya Gendhis, kamu jadi harus merajam tubuhmu dan sedikit menodai kulit mulus kamu," ucap Ann sungkan. Gendhis mengulum senyumnya, rasa perih di perut sebelah kanannya masih tersisa, kulit sekitarnya masih terlihat memerah. Namun, ada satu tato baru yang melekat di sana, tato identitas keluarga. Dalam tradisi keluarga Takahashi, siapapun itu yang akan masuk menjadi anggota klan, apalagi menantu, ia harus rela merajam tubuhnya dengan satu simbol warisan keluarga. Meski sempat ragu untuk melakukannya, Gendhis akhirnya setuju dan bersedia, apalagi saat Rai berkata bahwa Kiara tidak sudi melakukan itu karena merasa derajat keluarganya lebih tinggi dari keluarga Rai. Pun dengan menganggap bahwa klan Takahashi ada di bawah kendalinya."Kamu juga bisa minta Aiko buat tato bekas luka operasimu," bisik Ann memberi saran. "Ini hasil karya Rai, Ane-san. Aku nggak akan ngerubah apapun dari itu, sebagai pengingat kalau dia yang nyelametin aku," kata Gendhis bangga. "Dia pasti seneng banget
Pasca kondisinya drop dan tubuhnya menguning, Gendhis diputuskan harus dirawat di ICU. Tekanan darahnya terus menurun, selama tiga hari dirawat di ICU, Gendhis tidak menunjukkan tanda-tanda membaik. Saturasi oksigennya selalu rendah, ia sadar tapi tak bisa melakukan apa-apa. Dokter mengatakan, Gendhis mengalami gejala kerusakan hati dan ginjal, tubuhnya membengkak, ia demam tinggi. Dan selama Gendhis menderita, Rai sama sekali tak mengunjunginya. Hanya ada Axel yang diberi tanggung jawab untuk mengurus semua kebutuhan Gendhis."Sepsis," sebut Axel saat Ann datang mengunjungi Gendhis, dua hari kemudian. "Bicaranya ngelantur, udah nggak bisa diajak komunikasi sama sekali, kata dokter, Gendhis harus berjuang keras karena fungsi hati dan ginjalnya menurun drastis akibat sepsis ini, Ane-san," lapornya."Aku baru sempat ke sini, hari ini Christ resmi jadi ketua perkumpulan, ada perjamuan, jadi aku nggak bisa melarikan diri," kata Ann menyesal. "Sepsis, bahaya banget. Semoga Gendhis bisa be
"Aku nggak mau bikin kamu terikat denganku karena adanya janin itu," ungkap Gendhis setelah ia dan Rai sama-sama menenangkan diri. "Tinggal sebentar lagi kamu bakalan jadi penerusnya Ben, mana mungkin aku ganggu jalanmu di saat kita udah nggak jadi suami-istri," tambahnya. "Kebohongan apalagi yang kamu ciptain? Apa memuaskan bisa bersikap begitu sama orang yang nggak punya kenangan sama sekali di masa lalu?" serang Rai taktis. "Kamu aja nggak inget aku, ambisimu adalah nikahin Kiara biar lancar posisimu nanti pas jadi ketua. Apa aku bisa ngerasa puas?" "Kamu sengaja begini, Ndhis. Ngebuat aku ngerasa bersalah di detik-detik terakhir. Tapi kamu harus tau, aku nggak akan mundur, semua udah diatur," ujar Rai teguh. "Aku tau, aku juga nggak akan minta apapun dari kamu, toh janinku juga udah nggak bisa kupertahanin," ucap Gendhis sekuat baja, begitu datar suaranya seperti sudah kehilangan rasa sakit di dalam dirinya. "Sialan!" umpat Rai habis kata-kata. Hatinya bimbang bukan main tent
Rai duduk tercenung di sofa, pandangannya nanar ke arah lantai. Sementara, di ranjang kamar perawatan, Gendhis sudah terlelap. Sudah hampir dini hari, tapi rasa syok akibat kabar yang tiba-tiba tadi sore membuat Rai benar-benar kesulitan mencerna kenyataan-kenyataan lainnya. "Dia nggak bilang kalau itu anakku. Gendhis bersikeras kalau aku nggak ada hubungannya sama janin itu. Aku marah, Ann," ungkap Rai lirih, sengaja tak ingin mengganggu Gendhis beristirahat. "Sekarang udah nggak ada lagi, nggak perlu kamu sesali. Seharusnya kalau kalian sempat berhubungan, kamu mikir lebih jauh Christ. Gendhis nggak mungkin berkhianat sama ikatan pernikahan kalian. Kami nikahin kalian itu dalam ikatan yang suci lho, menurut ritual keluarga yang sakral, jangan kamu remehin," omel Ann mengurut kepalanya gemas. "Berantakan semua gara-gara kepalamu nggak inget sama sekali ke dia," desisnya kesal. "Tinggal dua minggu lagi penyerahan posisi Ben, aku terlalu fokus sama itu," ucap Rai menyesal. "Bukan sa
"Apa yang dirasain, Ndhis?" tanya Ann sedikit panik. Pasalnya, dalam perjalanan menuju rumah sakit, Gendhis muntah-muntah hebat. Ia mengeluhkan rasa sakit yang amat sangat di bagian kakinya. Saat tiba di rumah sakit pun, Gendhis segera ditangani, dilakukan cek darah dan cek kondisi janin. "Kaki sakit banget, Ann," keluh Gendhis. "Lemes banget badanku," tambahnya. "Oke, istirahat aja ya, kamu udah ditangani," ucap Ann perhatian. Ia memberi kode pada Danisha untuk menghubungi Rai, mengingat Gendhis tengah mengandung benih sang calon penerus ketua klan. Selama proses observasi, Gendhis beberapa kali muntah lagi. Hasil cek lab darahnya menunjukkan adanya infeksi tifus. Saat hendak dibawa pulang lagi seusai diperiksa, Gendhis justru perdarahan hebat, ia mengeluh tak bisa berjalan sama sekali. "Nggak pa-pa, janinnya aman," ucap Dokter Rangga, dokter jaga di IGD. "Ibu, harus rawat inap ya," tambahnya. "Iya Dok," jawab Ann yang selalu setia mendampingi Gendhis. "Lakuin yang ter
"Semenjak dikasih anti mual rasanya lumayan, nggak terlalu teler aku," gumam Gendhis saat menemui Ann bersama Rena dan Danisha yang mengajak untuk bertemu. "Axel tau soal kehamilanku?" tanyanya. Rena mengangguk, "Dia kukasih tau soal pernikahan lo dan Abang, jadi dia nggak salah paham soal kondisi lo," terangnya. "Terus masalah pemindahan aset, apa ada tanggapan dari orang-orang yang berkubu sama keluarganya Kiara, Ren?" tanya Gendhis penasaran. "Sejauh ini, kita masih pergerakan senyap, Ndhis," ucap Arino, suami Danisha yang ikut dalam pertemuan. "Kalau kamu udah siap, kamu harus ketemu sama tim hukum kita, habis itu bakalan kita susun pertemuan para pemegang saham. Mereka harus tau kalau keturunan Robby Januar masih ada," terangnya. "Apa aku bisa?" tanya Gendhis lirih. "Aku cuma lulusan sarjana, itu aja bukan dari perguruan tinggi ternama. Jurusanku bukan di bisnis sama sekali," lirihnya rendah diri. Selama menjadi pelacur, Gendhis memang tak melupakan pendidikan. Ia mengambil
Menatap wajah pucat Gendhis yang bungkam padanya, Rai melipat kedua tangannya di depan dada. Hanya mata Gendhis yang seakan bicara bahwa Rai tak perlu lagi peduli perihal dirinya. "Bu Gendhis sudah memperlihatkan tanda-tanda dehidrasi, Dok," lapor Dokter Una pada Rai, dokter yang berjaga di IGD.Rai manggut-manggut, meski kesulitan karena memorinya hilang, ia tak bisa mengabaikan laporan Dokter Una yang masih terlihat menghormatinya itu. Dokter Una memang mendengar alasan cuti Rai adalah karena masalah kesehatan, tapi ia tidak paham jika Rai kehilangan ingatan. "Perlu rawat inap?" tanya Rai berdehem, matanya melirik tajam pada Gendhis. "Kalau saya menyarankan rawat inap Dok, mengingat tubuh Bu Gendhis yang sangat lemah. Asupan satu-satunya yang masuk ke tubuh adalah dari infus. BP rendah sekali," ucap Dokter Una. "Ikut kebijakan Dokter Rai saja," tambahnya. "Ada yang berbahaya nggak kalau dibawa pulang?" gumam Rai. "Riwayat K.E.T pada Mbak Gendhis harus jadi perhatian kan Dok? Ap
Gendhis mengerang kecil, sudah hampir 2 hari ini ia kepayahan karena tubuhnya mengalami perubahan. Rasa mual menyergap dirinya tak kenal waktu, tiap menit, apapun yang masuk ke mulutnya pasti akan membuatnya memuntahkan isi perutnya lagi."Aku hamil," ucap Gendhis menoleh Danisha yang datang mengunjunginya ke rumah bordil. "Hah?" Danisha melongo kaget, kalimatnya tercekat di tenggorokan. "Hamil?" desisnya syok. Gendhis mengangguk lemah, ia kepayahan. Dimintanya Danisha mengulur tangan untuk memapahnya keluar kamar mandi dan berbaring di ranjang."Terus gimana?" tanya Danisha bingung."Tetep mau kurawat Kak, nggak pa-pa," jawab Gendhis. "Jangan bilang Rai," pintanya. "Dia bapaknya! Harus tau dong!""Enggak! Jangan, aku nggak mau ngrecokin langkahnya. Tinggal selangkah lagi dia jadi ketua, jangan diganggu, Kak," kata Gendhis tak setuju.Danisha menghela napas panjang, ia tak bisa memahami arah pikiran Gendhis kali ini. Hamil dengan gejala morning sickness saja sudah sangat menyulitka
Ketegangan yang terjadi di meja makan dan sempat membuat Gendhis merasa dipojokkan akhirnya cair karena Bastian dan Benji beserta anak dan istrinya datang. Kiara tak lagi bersuara, ia tahu semakin banyak ia bicara, semakin Rai ilfeel padanya. "Ngeliat Christ bawa Kiara ke sini pasti melukaimu," kata Bastian duduk menemani Gendhis merokok di serambi depan. "Sebentar lagi, pengambilalihan aset bakalan selesai prosesnya, keluarga Kiara nggak akan berkutik, ini bakalan jadi pukulan keras buat para tetua juga. Siapkan diri kamu buat tampil dan bikin Christ menyesal," katanya. "Kalau aset yang dikuasai keluarganya Kiara berhasil kita akuisisi, apa semua kekayaannya juga bisa jadi milikku, Bang?" tanya Gendhis. "Bisa jadi, karena kekayaan yang mereka kumpulkan selama 13 tahun ini adalah hasil dari keuntungan atas aset keluargamu yang mereka kuasai dari hasil menipu dan menjebak papamu.""Ada dua himpunan pengacara yang kita rekrut di pihak kita," kata Benji ikut menimpali, ia datang memba
"Kami resmi bercerai," desis Gendhis sambil menyesap teh hangat yang disajikan Ann untuknya. "Maaf ya, Gendhis," kata Ann turut prihatin. "Sekarang, kalau kamu butuh bantuan apapun, langsung ke kami aja," ucapnya. "Tolong jangan kasih tau Rai soal masalah aset keluargaku dulu, Ane-san," pinta Gendhis. "Aku nggak mau dia tau soal aku yang minta bantuan ke Mario juga.""Enggak, aku sama Ben sepakat buat nggak bahas apapun soal kamu ke Christ, jadi kamu tenang ya."Gendhis mendesah lega. Hari ini, setelahl putusan cerainya dengan Rai terbit tiga minggu yang lalu, ia sengaja memenuhi undangan Ann untuk datang ke rumah besar. Katanya, Ben berulang tahun dan setelah selesai perayaan ulang tahun Ben, posisinya sebagai ketua akan segera digantikan oleh Rai. "Kalau Rai dateng ajak Kiara, aku harus gimana?" desis Gendhis khawatir. "Aku yang ngundang kamu, jadi kamu tamuku, nggak ada hubungannya sama mereka, ya?" ujar Ann menenangkan. "Tapi gimana aku bakalan nyelametin hatiku, Ane-san?" G