Cinta Dalam Tiga Luka

Cinta Dalam Tiga Luka

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-05-13
Oleh:  I. VinceraOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
25Bab
226Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Rania Adiningrum, dosen sastra berusia 35 tahun, adalah seorang single parent yang berusaha menjalani hidup mandiri setelah perceraian yang pahit. Namun, ketika tiga pria datang mengguncang hidupnya, ia harus memilih di antara perasaan lama dan rasa baru yang membingungkan. Bima Alvaro, mantan suami yang kembali dengan penyesalan dan cinta yang belum hilang; Leo Saranggi, sahabat masa kecil yang mencintainya sejak lama, namun terhalang oleh perbedaan keyakinan; dan Adrian Alfatih, pria muda yang membangkitkan gairah namun terikat dengan wanita lain. Ketiganya menghadirkan pilihan yang sulit bagi Rania: mengikuti kata hati atau mempertaruhkan moralitas dan masa depan. Di tengah perasaan yang bercampur aduk, Rania harus menemukan jalan yang benar-benar akan membawa kebahagiaan sejati bagi dirinya dan putrinya.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1 Senja Di Dalam Diri

Denting jam di sudut ruangan berdetak perlahan, mengiringi langkah seorang wanita yang memasuki ruang kelas dengan anggun.

Rania Adiningrum, dosen sastra yang dikenal dengan pesona dan wibawanya, berjalan menuju meja di depan kelas. Senyum tipis tersungging di bibirnya, cukup untuk menunjukkan keramahan, tanpa menghilangkan kesan tegas yang membuat banyak orang segan sekaligus terpikat.

Ia berusia 35 tahun, namun parasnya masih memancarkan kecantikan yang tak pudar oleh waktu. Kulit putihnya berpadu sempurna dengan mata cokelat keemasan, mata yang menyimpan banyak cerita, lebih dari yang bisa diceritakan oleh kata-kata. Rambut panjang bergelombang berwarna cokelat kehitaman tergerai rapi, membingkai wajah dengan pesona misterius yang sulit diabaikan.

Hari itu, Rania mengenakan blouse sutra berwarna krem yang membalut tubuhnya dengan anggun, dipadukan dengan rok sabrina hitam yang jatuh tepat di bawah lutut. Sepatu hak tinggi berwarna senada menambah kesan elegan, sementara gelang emas tipis melingkar manis di pergelangan tangan kirinya, satu-satunya perhiasan yang ia biarkan tetap menempel.

Setiap kali ia lewat, semerbak lembut aroma parfum melati dan kayu manis menyusup pelan ke udara, bukan aroma yang mencolok, tapi cukup untuk meninggalkan jejak. Wangi yang tenang, hangat, dan samar-samar menyimpan nostalgia. Seperti perempuan itu sendiri. Tak pernah benar-benar pergi dari ingatan siapa pun yang pernah mengenalnya.

Enam tahun telah berlalu sejak perceraian yang membuat hatinya retak. Bima Alvaro, pria yang dulu ia percaya sepenuh jiwa, meninggalkannya dengan luka yang tak sepenuhnya sembuh. Sejak itu, Rania membesarkan putrinya, Moana, seorang diri, menjadi ibu dan ayah sekaligus, membuktikan bahwa seorang wanita bisa tetap berdiri, meski cinta pernah membuatnya tersungkur.

"Selamat pagi, semuanya," sapanya lembut, mengalihkan perhatian mahasiswa yang mulai terhanyut dalam pesonanya. "Hari ini, kita akan membahas bagaimana sastra menggambarkan perjalanan jiwa manusia."

Sejenak, ruang kelas menjadi hening. Beberapa mahasiswa menyesuaikan posisi duduk mereka, bersiap untuk menyimak, sementara yang lain masih terpaku pada sosok di depan mereka. Rania membuka bukunya, menelusuri lembar demi lembar dengan jemarinya yang lentik.

Beberapa tangan mulai terangkat ketika Rania melemparkan pertanyaan pembuka, tentang bagaimana puisi bisa menjadi cermin dari kegelisahan manusia. Ia menatap setiap mahasiswa dengan lembut, memberikan ruang untuk mereka berpikir, merespons, dan menelusuri makna yang lebih dalam dari sekadar barisan kata.

"Menurut saya," ujar seorang mahasiswi di barisan tengah, "puisi itu seperti lemari tua, ada banyak rahasia yang disembunyikan dalam tiap lacinya. Kita hanya bisa membuka satu-satu kalau kita cukup sabar."

Rania mengangguk pelan, matanya menyipit sedikit, tanda bahwa ia terkesan. "Itu analogi yang menarik, Nina. Sastra memang adalah rumah dari banyak lapisan emosi. Dan kadang, lapisan terdalamnya justru yang paling menyakitkan."

Beberapa mahasiswa mengangguk, ada yang sibuk mencatat, tapi ada pula yang hanya memandangi Rania seolah tengah menyaksikan pertunjukan yang tak ingin mereka lewatkan.

Di pojok kelas, seorang mahasiswa laki-laki berbisik pada temannya, "Miss Rania selalu terlihat seperti baru saja keluar dari sebuah novel."

Temannya menyikut pelan, tertawa pelan. Tapi mereka langsung diam saat Rania melirik ke arah mereka, bukan dengan marah, melainkan dengan senyum tipis yang entah kenapa membuat pipi mereka memerah.

"Baiklah," lanjut Rania sambil berdiri dan berjalan perlahan ke sisi kanan papan tulis, "kalau begitu, mari kita bicara tentang Chairil Anwar. Apa yang membuat puisinya begitu menggigit? Kenapa ia bisa terasa begitu dekat dengan kita, bahkan puluhan tahun setelah ia tiada?"

Salah satu mahasiswa cowok menjawab cepat, "Karena dia tidak sok suci, Bu. Puisinya jujur banget. Ganas, kalau perlu. Tapi tetap terasa manusiawi."

Rania tertawa kecil, suaranya rendah namun menyenangkan. "Saya suka jawaban itu. Kadang, justru keberanian untuk tidak menjadi sempurna, yang membuat puisi itu terasa lebih hidup."

Diskusi pun mengalir seperti sungai kecil yang tenang tapi dalam. Kata-kata beterbangan di udara, membentuk makna yang bersilangan antara intelektualitas dan perasaan. Dan di tengah semua itu, Rania tampak bersinar, bukan karena pakaiannya, bukan karena kecantikannya semata, tapi karena semangat dalam matanya. Ia benar-benar mencintai apa yang ia lakukan. Dan itu menular.

Namun, di balik antusiasme itu, ada sesuatu yang tak tampak di permukaan. Tatapannya sesekali kosong, seperti menyelinap pergi ke dunia lain. Dunia yang hanya ia tahu, dan hanya ia kenang.

Bel tanda akhir kelas berdentang lembut. Mahasiswa mulai merapikan buku, beberapa masih sempat menghampiri Rania untuk bertanya atau sekadar mengucapkan terima kasih. Ia melayani semuanya dengan senyum ramah, walau gerak tubuhnya perlahan mulai mengendur, terlihat letih, meski tak ditunjukkan terang-terangan.

Setelah ruangan kosong, Rania membereskan catatannya dan mematikan proyektor. Ruang kelas itu kembali sunyi, hanya menyisakan denting jam di sudut ruangan, denting yang sama seperti saat ia masuk tadi, namun kini terdengar lebih berat.

Di lorong fakultas, langkahnya terdengar pelan dan berirama. Beberapa mahasiswa menyapanya sopan, beberapa hanya mengangguk dengan wajah segan. Rania membalas semuanya dengan senyum tipis, meski pikirannya sudah melayang ke rumah, ke Moana, ke sepi yang menunggu di balik pintu rumahnya nanti.

Begitu sampai di parkiran, ia membuka kunci mobil dengan remote. Sedan silver tua itu menyala singkat dengan bunyi "beep" pelan, seperti mengiyakan panggilan tuannya. Rania masuk, meletakkan tas di kursi sebelah, dan menyalakan mesin.

Klik.

Tak ada suara.

Ia mencoba lagi.

Klik. Klik. Mesin hanya menggeram lemah sebelum akhirnya mati total.

Rania memejamkan mata, menarik napas dalam. Ia bersandar ke kursi dan menatap langit-langit mobil, seakan berharap langit bisa menjawab lelahnya.

“Ya Allah, bukan hari ini,” gumamnya lirih, nyaris seperti desah napas.

Ia mencoba sekali lagi, kali ini sambil menepuk-nepuk setir mobil. “Ayo dong, kita sudah cukup melewati hari ini tanpa drama…”

Tapi mobil tetap membisu. Tak ada keajaiban. Tak ada kompromi.

Rania menunduk, menyandarkan dahi ke setir. Sejenak, hanya suara angin sore yang mengisi ruang parkir itu. Matanya terpejam, bukan karena ingin tidur, tapi karena terlalu lelah untuk marah.

Beberapa menit kemudian, ia membuka tas, mencari kontak bengkel langganannya. Sambil memencet layar ponselnya, ia bicara pada diri sendiri, pelan tapi tegas, “Kalem, Rania. Kamu sudah menghadapi yang lebih buruk dari ini. Satu mobil mogok bukan akhir dunia.”

Panggilan tersambung. Ia berbicara sebentar dengan suara tenang, sedikit formal, dan mendapat jawaban bahwa mobil derek akan segera dikirim ke lokasi.

Satu masalah selesai. Setidaknya untuk sekarang.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
25 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status