LOGINRania Adiningrum, dosen sastra berusia 35 tahun, adalah seorang single parent yang berusaha menjalani hidup mandiri setelah perceraian yang pahit. Namun, ketika tiga pria datang mengguncang hidupnya, ia harus memilih di antara perasaan lama dan rasa baru yang membingungkan. Bima Alvaro, mantan suami yang kembali dengan penyesalan dan cinta yang belum hilang; Leo Saranggi, sahabat masa kecil yang mencintainya sejak lama, namun terhalang oleh perbedaan keyakinan; dan Adrian Alfatih, pria muda yang membangkitkan gairah namun terikat dengan wanita lain. Ketiganya menghadirkan pilihan yang sulit bagi Rania: mengikuti kata hati atau mempertaruhkan moralitas dan masa depan. Di tengah perasaan yang bercampur aduk, Rania harus menemukan jalan yang benar-benar akan membawa kebahagiaan sejati bagi dirinya dan putrinya.
View MoreLampu jalan menyinari aspal yang mulai basah oleh embun malam. Al mengendarai motornya dalam kecepatan sedang, menjaga jarak namun tetap sigap, seolah menjadi bayangan yang melindungi. Di depan, sedan silver tua milik Rania melaju perlahan menuju rumahnya. Tidak ada obrolan, tidak ada sinyal apa pun di antara mereka—hanya lampu rem yang sesekali menyala, menjadi pengingat bahwa Rania masih ada di sana, masih memimpin arah.Di atas motor besarnya, Al mengernyit pelan. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya sejak pertemuan itu. Motor pria misterius yang ia lihat sekilas sebelum bayangannya lenyap di kegelapan... Terlalu mirip. Terlalu familiar. Model dan warna motor itu hampir sama dengan yang ia tunggangi malam ini. Bahkan suara mesinnya pun nyaris identik.Ketika mobil Rania berhenti di depan pagar rumah, Al pun memperlambat laju motornya, memarkirkannya di tepi jalan. Rania keluar dari mobil, memutar tubuhnya ke arah Al. Untuk pertama kalinya sejak insiden tadi,
Pria itu masih mematung di balik pepohonan, diam, tak bergerak sedikit pun. Hatinya terasa sesak melihat Rania, wanita yang pernah sangat dekat dengannya, kini duduk di trotoar dengan bahu seorang pria muda yang ia kenal hanya sekilas. Begitu mudah, Rania tampak nyaman dengan kehadiran pria itu, seolah luka-luka masa lalu tak pernah ada.Helm hitam masih menutupi sebagian wajahnya, sama seperti saat ia meminjamkan jaket hitam itu di parkiran kampus. Ia juga yang berdiri diam di balik pilar, memperhatikan Rania dari jauh saat makan malam di restoran bersama Bima dan Moana, seperti bayang yang selalu ada namun tak pernah benar-benar mendekat. Bahkan klakson dari arah kanan, yang menyelamatkan Rania dari kecelakaan, berasal dari tangannya sendiri.Leo terdiam lebih lama bukanlah karna rasa cemburu, meski itu pun ada. Ada perasaan lebih dalam yang melingkupi dirinya—penyesalan. Penyesalan karena ia pergi tanpa kata, tanpa tahu bahwa di saat itu, perpisahan itu
Rania masih terduduk di balik kemudi, tubuhnya gemetar pelan. Nafasnya memburu, belum pulih dari kejutan barusan. Kilasan kenangan dengan Maya masih melekat di pelupuk mata saat klakson nyaring dari arah kanan membuyarkan semuanya. Ia nyaris menabrak seorang pejalan kaki—dan suara klakson itulah yang menyelamatkannya.Rania menoleh. Seorang pria di atas motor besar mengenakan helm hitam pekat. Wajahnya tak terlihat, namun ada sesuatu yang anehnya terasa familiar. Helm itu—ia mengingatnya dengan jelas. Helm yang sama dipakai pria yang meminjamkan jaket saat mobilnya mogok di parkiran kampus beberapa waktu lalu.Rania tersentak. Tapi sebelum ia sempat memastikan lebih lanjut, motor itu sudah melaju perlahan, menghilang di antara deretan kendaraan lain.Dan saat ia hendak menenangkan diri, mobilnya tiba-tiba mati total.Ia mencoba menyalakan ulang. Sekali. Dua kali. Tak ada suara selain bunyi klik pendek dan lampu dasbor yang redup.&ldquo
Mobil melaju pelan di antara cahaya sore yang mulai meredup. Di balik kemudi, Rania membiarkan keheningan menyelimuti dirinya. Jemarinya menggenggam setir, namun pikirannya melayang jauh… kembali ke suatu sore yang tampaknya biasa, tapi justru membekas dalam ingatannya.Sebuah toko buku kecil di sudut mal—tempat favoritnya kala itu. Moana belum genap berusia dua tahun, sedang lucu-lucunya, dan selalu meminta dibacakan dongeng sebelum tidur. Hari itu, Rania menggendong Moana sambil menelusuri rak buku anak-anak, mencari cerita bergambar yang akan mengiringi malam si kecil dengan imajinasi.Saat ia tengah memandangi deretan buku bergambar kelinci dan peri, Moana terkekeh kecil. Tawa lembut itu membuat Rania menoleh dan mendapati putrinya sedang tersenyum pada seorang wanita di seberang rak.Wanita itu membalas senyum Moana dengan hangat, lalu menyentuh tangan mungilnya dan bercanda ringan, “Hai, cantik sekali kamu. Suka baca buku, ya?”






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.