Share

Cinta Terhalang Hutang Budi
Cinta Terhalang Hutang Budi
Penulis: Setya Esn

Bab 1. Keinginan Terakhir

”Mas, kamu mau kan turuti keinginanku?” tanya Anggita Prameswari pada suaminya dengan tatapan penuh harap, sambil menyiapkan sarapan untuk sang suami dengan mengoleskan selai pada sehelai roti yang ada dihadapannya.

Raga Mahendra tak lantas mengiyakan pertanyaan istrinya. Ia hanya membalas tatapan sang istri dengan sorot mata yang diliputi dengan rasa iba. Ada rasa tidak tega saat melihat istrinya meminta sesuatu darinya.

“Mas, kok diem aja sih?” tanya Anggita sekali lagi.

Raga Mahendra lalu menghela nafas Panjang. “Hmmmm, ya terus Mas harus jawab apa? Ini sudah pernah kita bahas sebelumnya kan? Aku nggak bisa, dan nggak akan pernah bisa,” jawab Raga Mahendra sambil meraih sepotong roti yang sudah disiapkan oleh Anggita.

“Tapi ini demi anak – anak kita, Mas,” bujuk Anggita yang kemudian menarik kursi untuk duduk disebelah suaminya dan dengan sigap Ragapun membantunya.

“Sayang, Aku akan berusaha penuhi setiap keinginanmu, asalkan jangan paksa aku untuk menduakanmu. Jangan lagi ada pembahasan tentang poligami, mencari istri baru untukku atau semacamnya. Itu sama sekali tak pernah terlintas dibenakku sejak aku memilhmu untuk menjadi ratu dihatiku, Anggita. Hanya kamu yang aku cintai, dan selamanya tetap akan seperti itu,” balas Raga dengan lembut namun juga sangat meyakinkan.

Anggita terdiam dalam keharuan. Wanita mana yang tidak senang saat mendengar lelakinya begitu amat mencintainya hingga tak ingin membagi cinta itu dengan wanita lain. Namun bagi Anggita situasi saat ini sangatlah berbeda, tak seperti rumah tangga pada umumnya yang berharap bisa hidup bahagia, menua bersama dan membesarkan anak – anak. Semua kebahagiaan itu terasa begitu singkat saat dokter memvonis dirinya terkena tumor ovarium yang kini semakin menggerogoti kesehatannya.

Dengan alasan itulah, Anggita begitu menginginkan suaminya menikah lagi agar saat Ia meninggal dunia, suami dan anak – anaknya tidak akan merasa kesepian. Ia khawatir jika Ia harus membiarkan kedua putranya yang bernama Adi Mahendra yang masih berusia 10 tahun dan juga Tristan Mahendra yang berusia 5 tahun harus kehilangan sosok seorang Ibu. Namun permintaan tersebut selalu saja ditolak oleh Raga Mahendra, lelaki yang sudah 16 tahun menjadi suaminya.

Raga beranjak dari kursinya dan berlutut didepan sang istri. “Sudahlah sayang, aku percaya akan ada keajaiban dan kamu pasti akan sembuh dan bisa hidup lebih lama lagi untuk menemaniku dan juga anak – anak. Jadi aku minta jangan pernah meminta sesuatu yang aku sendiri tak pernah mau melakukannya.” jawab Raga yang berusaha menenangkan kekalutan Anggita dengan mengecup kening sang istri dan kemudian memeluknya dengan hangat, seakan menjelaskan bahwa Ia sungguh sangat mencintai istrinya itu.

Seketika Wanita yang baru berusia 40 tahun itu menitikkan air mata. Betapa bahagianya, disisa akhir hidupnya Ia mendapatkan kasih sayang yang begitu besar dari lelaki yang juga sangat Ia cintai. Terlintas dibenaknya, jika saja Ia diberi usia yang panjang mungkin saat ini Ia adalah wanita yang sangat bahagia karena mendapatkan suami sebaik Raga Mahendra.

***

Anggita kembali menjalani aktivitasnya, namun kini Ia tak lagi diizinkan oleh Raga untuk menyetir mobil seorang diri dikarenakan khawatir akan kondisinya yang bisa saja tiba – tiba melemah. Meski begitu, tak lantas membuatnya menjadi sosok yang pemalas. Anggita Prameswari justru semakin giat dalam menjalani aktivitasnya sebagai dosen salah satu perguruan tinggi swasta yang ada di Kota.

Dalam perjalanannya menuju kampus tempatnya bekerja, Ia tak henti berpikir dan merenungkan hal yang beberapa saat lalu Ia perbincangkan bersama dengan Raga Mahendra sambil memegang sebuah buku yang amat tebal. Alih – alih membaca buku, meski buku itu dalam keadaan terbuka namun pikirannya seakan jauh melayang entah kemana, hingga tanpa Ia sadari buku itu sedang dalam keadaan terbalik.

“Maaf, Nyonya, itu bukannya bukunya kebalik ya?” celetuk Ujang yang merupakan sopir pribadinya.

Celetukan tersebut jelas saja langsung menyadarkan Anggita dari lamunannya. “Eh, iya, Mang, kok saya nggak nyadar ya?” balasnya sambil menggeleng pelan.

“Maaf ya, Nya, abisnya saya liat dari tadi Nyonya murung terus. Soalnya saya udah di amanatin sama Tuan kalo Nyonya mulai keliatan kurang sehat saya harus bawa Nyonya kerumah sakit.”

“Udah, Mang, saya nggak apa – apa kok. Cuma lagi ada yang dipikirin aja, nggak usah lapor ke Mas Raga ya, Mang. Takutnya dia malah panik.”

“Baik, Nya,” balas Ujang sambal merogoh ponsel disaku celananya yang tiba – tiba saja bergetar namun tanpa mengurangi kecepatan mobil yang dikendarainya.

 

Tanpa diduga, tiba – tiba saja ada seseorang yang menerobos jalan raya dengan berlari hingga membuat Ujang terkejut dan berusaha mengalihkan setir dan mengerem seketika hingga berhenti melintang dibahu jalan. Untung saja saat itu dijalan tersebut sedang tidak terlalu dipenuhi oleh kendaraan, sehingga tidak terjadi tabrakan beruntun.

Anggita yang semula merenung tiada henti, turut tercekat oleh peristiwa yang baru saja menimpanya bersama dengan sang sopir.

“Nyonya, maafin saya, Nya, tiba – tiba aja ada orang nyerobot kedepan mobil, jadi saya ngelakin setir ke kiri. Nyonya nggak apa – apa kan?” tanya Ujang dengan nafas yang masih terengah – engah.

Anggita menghela nafas panjang, berusaha untuk menormalkan kembali detak jantungnya yang berdetak lebih kencang dari sebelumnya.

“Iya, Mang, saya nggak apa – apa,” jawabnya sambil menoleh kekanan dan kekiri melihat situasi disekitarnya, dan tak lama Anggita kembali terkejut saat melihat seorang gadis yang tergeletak dijalan.

“Astagfirullah, Mang, coba keluar. Itu ada yang pingsan disana!” seru Anggita seraya menunjuk kelokasi dimana ada seorang gadis yang Ia lihat tengah terbaring lemah.

Dengan sigap Ujang keluar dari mobil dan membawa gadis itu menepi kebahu jalan. Tak lama Anggita turut keluar dari mobilnya.

“Gimana, Mang, lukanya parah nggak?” tanyanya.

“Nggak ada luka, Nya. Kayaknya dia hanya pingsan,” ucap Ujang.

“Rani????” Anggita lagi – lagi tercekat.

“Lah, Nyonya kenal sama gadis ini?” tanya Ujang.

“Iya, Mang, dia mahasiswa saya. Ya udah, bawa masuk ke mobil, kita obati aja dirumah.”

“Berarti nggak jadi kekampus, Nya?”

“Nggak, nanti saya kabari bagian akademik untuk memberikan tugas untuk kelas saya.” jawab Anggita dan lalu tanpa ragu, Ujangpun lalu membawa gadis itu masuk kedalam mobil milik Anggita.

 

Dalam perjalanan pulang, gadis itu masih belum juga sadarkan diri, hingga membuat Anggita bertanya – tanya, masalah apa yang sedang dihadapi oleh gadis tersebut sehingga membuatnya tiba – tiba berlari tanpa memperhatikan hal – hal disekitarnya. Entah apa jadinya jika Ia ditemukan oleh orang lain yang tidak tahu apakah bisa merawatnya atau hanya membiarkannya tergeletak begitu saja di tengah jalan raya.

Ya, gadis tersebut adalah Maharani, seorang mahasiswi cantik yang selalu mencuri perhatiannya karena kecerdasan dan juga kegigihan yang dimiliki gadis tersebut. Gadis yang berasal dari pesisir yang menjadi salah satu mahasiswi dikampus tempat Anggita mengajar. Saat mengenal Maharani, entah mengapa rasanya sulit bagi Anggita untuk mengabaikannya begitu saja. Tak seperti pada mahasiswa – mahasiswa lain pada umumnya, pesona Maharani begitu membuatnya ingin mengenal gadis itu lebih dekat.

Dua tahun lalu, Maharani pertama kali datang kerumahnya untuk mengantarkan kue yang Ia pesan dari seorang pedagang yang sudah menjadi langganannya sejak lama. Tanpa saling tahu satu sama lain, Anggita tampak terkejut saat mengetahui gadis pengantar kue tersebut adalah salah satu mahasiswinya yang cukup aktif saat dikelas sehingga Anggita begitu mudah mengenali wajahnya. Sejak saat itu, entah mengapa Anggita semakin tertarik dan ingin mengetahui  kehidupan Maharani.

Hingga 2 tahun berselang, tepat disaat kondisi kesehatannya mulai menunjukkan hal yang tak biasa dan dengan berat hati Ia harus menerima vonis dari dokter mengenai penyakit yang diidapnya saat ini, membuat Anggita semakin memantapkan hatinya bahwa Maharani begitu pantas untuk menjadi istri pengganti untuk suaminya. Niatan tersebut tentu tak diketahui oleh siapapun, baik Maharani maupun Raga Mahendra (suaminya).

Meski akhir – akhir ini Anggita sering meminta Raga untuk menikah lagi, namun Ia masih enggan menyebutkan siapa wanita yang diinginkannya untuk menjadi madunya.

****

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status