Share

Kuliah Di Hari Pertama

Hari-hari menjalani ospek di lewati dengan suka cita, tak ada kekerasan fisik, tak ada hukuman berat, tak ada bentakan atau teriakan yang membuat anak maba merasa takut. Bahkan Alif yang tadinya merasa takut menjalani ospek malah sangat menikmatinya. Memang seperti inilah ospek yang sebenarnya bukan membunuh mental para anak maba. Tidak seperti universitas di luaran sana, setiap kali ospek selalu di kasih hukuman yang tak masuk akal, bahkan ada yang sampai mendapatkan kekerasan fisik, di bentak dan lain sebagainya. Entah itu ospek atau ingin mengerjai anak maba, mungkin karena di kasih kepercayaan jadi bisa semena-mena menyiksa anak orang.  Memang tak semua kampus kayak gitu, tapi setiap tahun pasti ada yang berjatuhan korban hingga miris liatnya. Entah mereka punya hati nurani apa gak saat menyiksa anak maba. Kita hanya bisa berdoa semoga di jauhkan dari hati yang keras hingga tak punya belas kasih pada orang lain.

Setelah satu Minggu menjalani ospek, hari ini adalah hari pertama aku kuliah. Saat memasuki jam mata kuliah pertama, aku dan Alif duduk tepat di belakang kursi Shafa dan Nesya. Alif duduk tepat di belakang Shafa begitupun denganku, aku juga duduk tepat di belakang Nesya.

Untuk semester satu, aku dan yang lainnya hanya kuliah dari hari Senin sampai Kamis saja. Dengan jadwal: Senin, mata kuliah Dasar Akuntansi dan Bahasa Inggris. Selasa dengan mata kuliah Pengantar Bisnis dan Matematika. Rabu dengan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) dan  Kamis, Ilmu Ekonomi Mikro dan Pendidikan Agama (Nanti akan di pecah, ada dosen masing masing untuk setiap agama Budha, Hindu, Islam, Kristen dan juga Katolik).

Dasar Akuntansi di mulai dari jam 8 sampai jam 10 siang, lalu istirahat satu jam, setelah itu lanjut pelajaran Bahasa Inggri dari jam 11 sampai jam 1 siang. Untuk Akuntansi, aku sedikit mengerti apa yang di terangkan oleh Dosen Amrina Yuliana, SE., MM. Berbeda dengan Alif yang dulu sekolah IPA dan tiba-tiba kuliah manajemen, merasa kebingungan saat sang dosen menjelaskan.

Aku yang melihat ke arah Alif merasa tak tega, akhirnya aku memberikan buku catatanku dan memberikannya kepada Alif untuk di pelajari lagi. Alif pun membalasnya dengan tersenyum ke arahku dan tak lupa ia mengucapkan terima kasih. Kulihat Alif langsung mempelajari buku catatan yang aku berikan. Buku catatan yang aku tulis secara detail sehingga mudah di fahami. Sedangkan Shafa dan Nesya, yang memang dulunya anak IPS, sangat mengerti yang di terangkan oleh dosen karena untuk dasar akuntansi sudah pernah di pelajari saat SMA.

Setelah jam menunjukkan pukul sepuluh siang, Dosen Amrina langsung mengakhirinya. Tentu sebelum dia benar-benar mengakhirinya, beliau memberikan tugas yang cukup banyak dan di kumpulkan nanti, batasnya jam tiga sore melalui G****e Clasroom.

"Aish, kenapa mesti di kasih tugas sih?" keluh Alif kesal.

"Biar kita pinter, kalau gak di kasih tugas, kita gak akan belajar lagi kan. Setidaknya dengan di kasih tugas, kita harus berfikir dan mencari jawabannya. Dengan begitu, kita akan mengerti. Gak usah banyak ngeluh, malah seharusnya kita itu bahagia kalau di kasih tugas banyak, itu artinya dosen sayang sama kita dan menyuruh kita belajar lebih giat lagi. Toh kalau kita pintar, yang untung juga bukan dosennya tapi kita sendiri, kita yang akan merasakan manfaatnya. Lagian juga kita ini bayar mahal loh, SPP nya aja untuk satu semester tiga juta yang artinya perbulan kita bayar 500 ribu untuk SPP, belum uang gedung 7.500.000.

Ya walaupun boleh di cicil sampai 18x tapi tetap aja itu uang dan tak murah. Lalu jika kita malas, dikit-dikit ngeluh, mending gak usah kuliah sekalian, diam di rumah biar gak buang-buang uang. Dosennya gak akan rugi kalau kita gak masuk kuliah, gak ngerjakan tugas. Kamu tau kenapa? karena seorang dosen tiap bulan pasti di gaji besar karena beliau sudah melakukan kewajibannya untuk mengajar, memberikan ilmu yang ia miliki. Justru kita di sini yang rugi jika kita malah menyia-nyiakan ini semua, karena di sini kita itu bayar bukan di bayar," jelasku panjang lebar sehingga membuat Alif diam seketika.

"Iya-ya, kamu benar," balas Alif sambil memasukkan buku dalam tas.

"Kita mau kemana nih?" tanya Alif mengingat jam istirahat masih satu jam.

"Beli bakso yuk, mendadak pengen bakso. Di sana ada yang jual 10 ribu banyak banget katanya, dapat pentol besar satu, terus yang kecil 5, sama siomay dua dan tahu isi dua sama kerupuk krenyes dua, mi putih juga. Aku jadi penasaran dan pengen nyoba," ucapkuk yang mendadak pengen nyobaik bakso yang katanya super murah meriah.

"Kamu tau darimana?" tanya Alif heran.

"Nah ini nih, makanya pas kakak senior kemarin jelasin pas ospek itu di dengerin, bukan malah sibuk ngomong sendiri sama yang lain, jadinya gak ngerti kan," sindirku.

"Ya-ya, aku salah. Iya sudah ayo, aku juga mendadak pengen makan bakso juga," ajak Alif.

"Aku boleh ikut gak?" tanya Shafa yang berbalik ke arahku dan juga Alif.

"Boleh dong," jawab Alif semangat. Sedangkan aku memilih diam saja.

"Apa aku juga boleh ikut?" tanya Nesha malu malu.

"Boleh," jawabku berusaha biasa aja, walaupun sebenarnya aku deg-degan setiap kali mendengar suaranya yang membuat hatiku ini seperti cenat-cenut.

Setelah itu, aku dan mereka bertiga pergi ke warung pojok. Warung bakso yang terkenal murah dan enak. Namun sesampai di sana sudah banyak yang ngantri. Aku mengajak mereka mencari tempat duduk. Dan kebetulan di pinggir jendela ada 4 kursi plastik yang kosong, di tengah kursi itu ada meja yang terbuat dari kayu dengan bentuk persegi panjang. Aku pun mengajak mereka untuk duduk di sana.

"Ham, kamu gih yang memesan baksonya, soalnya kalau kita pergi semua, nanti kursi ini malah di tempati sama yang lain. Bisa bisa kita makan berdiri," perintah Alif menyuruhku.

"Aku malulah kalau sendirian, sama kamu aja ayo. Biar yang jaga kursi kita, Shafa sama Nesha," ajakku yang tak mau pergi sendiri.

"Iya udah, ayo. Shafa, kamu mau pesen apa?" tanya Alif lembut.

"Aku campuran deh, tapi yang pedes ya," jawab Shafa tersenyum ke arah Alif.

"Nesha, kamu sendiri mau pesen apa?" tanya Alif yang melihat ke arah Nesha.

"Aku pentol aja tapi putihan ya, gak usah pakai saos, kecap apalagi cabe," balas Nesha memberitahu.

"Iya sudah kalian tunggu di sini ya, duduk yang manis sambil jagain kursi, biar para lelaki yang antri," goda Alif yang membuat Nesha dan Shafa tersenyum.

Lalu aku dan Alif pun bangkit dari kursi dan berjalan ke arah Ibu Penjual Bakso untuk ikut antri bersama yang lain.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status