Share

Roti Bakar AI Murmer

Jam tiga sore gerobak telah di kirim ke kosan. Lalu aku dan Alif mulai menata semua peralatan dan perlengkapan di atas gerobak serapi mungkin, agar terlihat enak di pandang mata. Alif juga membuat tulisan mengenai harga roti itu dari yang harga 10 ribu sampai 20 ribu tergantung banyaknya keju, susu dan selai yang mereka minta.

Setelah selesai semua, sehabis sholat maghrib, aku dan Alif pun langsung berangkat, aku dan Alif bergantian mendorong gerobak tersebut hingga sampai taman. Aku mencari tempat yang cukup strategis, setelah menemukannya barulah aku dan Alif menetapkan akan jualan di sana. Alif yang teriak-teriak, memanggil orang-orang untuk membeli roti bakar sedangkan aku yang sibuk melayani mereka.

"Ayo guys, beli, harga murah meriah, rasanya pun jangan di tanya karena yang pasti akan membuat ketagihan. Roti Bakar AI murmer, di coba dulu guys, kalau suka, bisa nambah lagi belinya. Roti bakar ini berbeda dari yang lain, karena selain yang membuatnya seorang laki-laki tampan, ia juga bisa membuat roti yang biasa aja menjadi luar biasa, ayo guys, beli. Cuma 10 ribu aja bisa membuat kalian kenyang dan tidur dengan nyenyak," teriak Alif membuat orang-orang pada penasaran dan akhirnya banyak yang mau mencoba.

"Al, bantuin aku dulu ya, kasihan ini yang pada ngantri," ucapku karena aku sudah kewalahan melayaninya sendiri. Alif yang gak sadar kalau sudah banyak pembeli hanya tertawa, ia pun segera membantuku untuk melayani para pembeli.

"Roti yang sudah di panggang, kamu potong aja kayak gini, terus di lipat pakai kertas minyak lalu jangan lupa di ikat pakai karet, terus masukkan plastik mika. Oh ya jangan lupa untuk menanyakan pesanan mereka, biar aku fokus membuat roti bakarnya aja, biar cepet," ucapku. 

"Oke, beres mah." Alif pun mulai memotong roti seperti yang di ajari olehku, untunglah aku dan Alif membeli peralatan dan pperlengkapan yang cukup lengkap, hingga memudahkan aku dan Alif bergerak lebih cepat. Alif juga menanyakan pesanan mereka apa aja, sedangkan aku hanya membuat apa yang di ucapkan oleh Alif.

"Ayo berbaris ya guys, harus antri, gak boleh menyerobot, okey, semuanya pasti kebagian. Ini roti juga masih banyak, cukup kalau sampai 150 orang," ucap Alif karena melihat orang yang baru datang menyerobot atau menerobos orang yang sudah mengantri dari tadi.

"Ayo guys, antri guys, biar yang sudah memesan lama gak nunggu lebih lama lagi, yang baru datang bisa berdiri di belakang yang sudah ngantri dari tadi guys, antri yang rapi selain enak di lihat juga lebih mudah guys, buat aku nanya pesnanan kalian," ucap Alif lagi, sungguh aku malu sebenarnya kayak gini, tapi jika malu terus, bisa-bisa gak akan ada yang membeli jika Alif gak teriak-teriak kayak tadi.

Aku dan Alif terus bekerja sama membuat roti bakar sesuai pesanan mereka, sampai-sampai baju kaosku basah oleh keringat. Bahkan kakiku juga pegal karena terus berdiri, tapi karena yang beli banyak, setidaknya itu bisa membuatku senang dan tak memperdulikan rasa lelah.

Mungkin karena ini juga hari pertama, banyak orang yang penasaran dan ingin mencobanya. Tak terasa waktu menunjukkan pukul 11 malam, roti sebanyak 150 biji pun habis tak tersisa.

"Akhirnya hari pertama banyak yang beli, semoga ini bukan hanya di hari pertama aja, tapi juga seterusnya," ucapku.

"Aamiiin, tapi sumpah, kakiku sakit dari tadi berdiri terus, juga kerongkonganku rasanya kering gara-gara teriak terus. Akan tetapi semua itu rasanya terbayarkan dengan usaha kita yang laris manis," ujar Alif tersenyum dan aku pun membenarkan ucapannya. Memang aku sendiri juga merasa kakiku terasa sakit berdiri berjam-jam namun seperti kata Alif barusan, semuanya seakan terbayarkan dengan habisnya roti bakar sebanyak 150 bungkus. Siapa yang akan menyangka, 150 roti bungkus itu tak sedikit, terlebih ini merupakan hari pertama jualan. Namun, Allah melancarkan rezekiku dan Alif, sehingga untuk hari pertama jualan, semuanya berjalan lancar.

"Iya, besok jangan lupa untuk beli roti lebih banyak lagi dan juga selai sama susunya, kalau keju, meses dan menteganya masih banyak," 

"Oke de besok kita belanja bareng ya. Kita bisa fokus sama usaha kita dulu, toh masuk kampus kan masih Senin depan. Ada waktu tiga hari untuk menikmati hidup dan fokus ama usaha kita,"

"Iya, sekalian besok habis belanja jalan-jalan, yuk," ajakku. Jika seharian cuma di kosan terus sama malamnya jualan, bosen juga lama-lama. Paling gak harus keluar bentar untuk refreshing alias menikmati hidup.

"Boleh, biar gak stres kan di kosan mulu," sahut Alif senang dengan ajakanku.

"Iya udah sekarang ayo pulang, biar bisa segera mandi, sholat lalu istirahat. Oh ya tadi aku nyisain dua roti bakar buat makan malam kita, kamu satu, aku satu. Kamu juga belum nyobain kan rasanya, masak yang jualan gak tau rasanya hehe," godaku.

"Iya juga ya, okelah nanti aku makan di kosan. Makasih ya, aku gak nyangka kamu ingat buat nyisain untuk kita berdua," seru Alif seperti terharu. Awalnya juga aku lupa, baru pas sisa 10 biji, aku ingat dan langsung menyisakan dua bungkus roti untuk makan malam buatku dan juga Alif.

"Iya dong, iya sudah ayo pulang,"

"Ayo."

Aku dan Alif pun pulang bersama, mendorong gerobak secara bergantian.

"Ham, menurut kamu Shafa gimana?" tanya Alif tiba-tiba sambil mendorong gerobak.

"Kenapa kamu bahas Shafa. Naksir ya?" godaku.

"Hehe, iya. Aku naksir dia hehe," jawabnya jujur.

"Ck, baru juga ketemu tadi. Itu pun cuma sebentar, udah naksir segala," celetukku.

"Hehe namanya juga naksir Ham, masa ia harus nunggu waktu lama baru boleh naksir. Tapi Ham, entah kenapa aku merasa dia itu sukanya ke kamu ya, bukan ke aku?" tanya Alif membuatku mengernyitkan dahi.

"Mungkin cuma perasaan kamu aja kali. Mana mungkin dia suka sama aku," seruku. 

"Ya mungkin saja, Ham. Kamu kan ganteng," ucapnya. Seakan ia tak percaya diri dengan apa yang ada di dirinya saat ini.

"Emang kamu gak ganteng?" tanyaku balik.

"Iya ganteng sih, tapi lebih ganteng kamu," paparnya.

"Sudahlah, jangan bahas ini, yang jelas aku gak suka dia. Jika kamu emang suka sama dia, ya kamu rebut hatinya. Nanti kalau sudah masuk kampus, kamu bisa PDKT sama dia, asal jangan sampai kelewat batas. Kalau aku sendiri, aku masih mau fokus sama usaha dan nuntut ilmu aja dulu, soalnya aku gak mau buat Abi dan Umi kecewa," balasku yang tiba-tiba teringat dengan Abi dan Umiku di kampung.

"Aku juga mau fokus nuntut Ilmu, Ham. Bukan cuma kamu aja, tapi kan naksir juga tak masalah, Ham. Yang penting seperti kata kamu barusan, tidak melewati batas dan jangan sampai perasaan ini membuat aku lalai dengan sekolah dan usaha kita berdua," ujar Alif mengungkapkan perasaannya.

"Iya kamu benar." Tuturku tersenyum.

Tak terasa aku dan Alif pun sudah sampai di depan kosan. Aku langsung membantu Alif menaruh gerobak. Untunglah di halaman kosanku ada tempar parkiran sehingga aku bisa menaruh gerobak itu di sudut parkir yang terlihat ke CCTV. Jadi jika ada yang mencurinya, aku bisa meminta ibu kos untuk memperlihatkan CCTV nya.

Setelah menaruh gerobak di tempat yang aman, aku dan Alif pun pergi ke kamar masing-masing dengan membawa roti bakar, rasa lelah rasanya membuatku ingin segera merebahkan tubuhku di atas kasur lalu tidur. Tapi aku ingat, aku belum sholat isya' jadi aku hanya bisa istirahat sebentar, melepas rasa lelah. Lalu lanjut mandi, sholat, setelah itu makan roti bakar untuk mengobati rasa perih di perutku, baru setelah itu aku bisa tidur dengan nyenyak.

Sesaat sebelum aku tidur, tiba-tiba aku teringat Alif. Walaupun aku baru mengenalnya, akan tetapi aku dan Alif sudah terlihat sangat akrab sekali, mungkin karena aku dan dia sama-sama dari kampung, sama-sama ngekos, sama-sama mahasiswa baru, sama-sama mengambil jurusan manajemen bisnis dan sama-sama jauh dari orang tua dan keluarga. Sehingga membuat aku dan Alif layaknya seorang sahabat yang sudah kenal puluhan tahun. Apalagi usiaku dan Alif juga sama dan hanya selisih dua bulan. Jadi membuat aku dan Alif selalu nyambung saat ngomong berdua dan aku berharap, aku dan Alif bisa terus akrab seperti ini. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status