Share

Bab 3. Perjanjian Hitam Di Atas Putih

"Tanda tangan di sini."

Gina menyodorkan sebuah kertas bermaterai berisi surat perjanjian dirinya dan Zara.

Perlahan Zara membaca setiap pasal yang tertera di sana.

Pasal satu tertulis kalau Gina sebagai pihak pertama akan membiayai pengobatan dan perawatan Eyang Ajeng hingga sembuh di rumah sakit.

Pasal kedua tertulis Zara sebagai pihak kedua menggantikan posisi Gina dalam waktu yang tidak di tentukan, dalam arti jika Gina ingin kembali maka perjanjian tersebut selesai dan Zara bisa kembali ke jatidirinya. Akan tetapi, dia tetap membiayai pengobatan dan perawatan Eyang Ajeng sampai sembuh.

Kedua pasal tersebut sudah cukup untuknya. Zara langsung membubuhi tanda tangannya di atas materai.

"Terima kasih." Gina tersenyum lebar, memasukan kembali surat perjanjian itu kedalam tasnya.

"Kamu bisa kembali ke rumah sakit, cari seseorang yang bisa kamu andalkan untuk merawat nenek kamu. Karena saya tidak mau penyamaran kamu terbongkar karena wara wiri ke rumah sakit," terang Gina menjelaskan.

"Jadi selama penyamaran saya tidak bisa lihat Eyang?"

"Sesekali boleh asal tidak ketahuan keluarganya atau mas Arham sendiri," ancam Gina.

"Setelah itu temui saya di apartement, ini alamatnya," tambahnya, Gina mengirim alamat apartementnya lewat pesan pada ponsel Zara.

Zara menarik napas dan menghelanya panjang. Masalah Eyang selesai tapi muncul masalah baru.

Gadis cantik itu kembali ke rumah sakit. Di sana dia bertemu dengan Nina, tetangganya.

"Bu Nina," sapa Zara.

"Zara," balas Nina.

"Bagaimana kondisi Eyang? Mereka tidak mengijinkan aku masuk," sesal Nina.

"Memang gak boleh, Bu. Eyang koma dan sekarang di ICU," terang Zara.

"Innalillahi," seru Nina.

"Bu, aku butuh bantuan, Ibu," ucap Zara, sedikit tercekat karena dia bingung bagaimana harus menjelaskan.

"Sini, Bu. Duduk dulu," ajak Zara.

Keduanya duduk di kursi tunggu.

Zara menarik napas dalam-dalam bersiap menceritakan semua masalahnya pada tetangga yang biasa dia titipan Ajeng jika dia kerja.

"Begini, Bu. Bisa gak Ibu Nina menjaga Eyang di rumah sakit sampai Eyang sembuh?"

Kening Nina langsung menyernyit dalam.

"Emangnya kamu mau kemana?" tanya Nina.

"Pengobatan Eyang butuh biaya besar, Bu.  Aku harus pergi untuk bekerja mencari uang untuk bayar rumah sakit selama Eyang di rawat," jelas Zara.

Nina menatap iba.

"Iya, Zara. Eyang Ajeng sudah saya anggap seperti ibu saya sendiri. Kamu tidak perlu khawatir. Saya akan menjaganya sampai beliau sembuh. Kamu fokus saya kerja ya." Nina mengusap punggung Zara dengan lembut, menengkan gadis yang sudah seperti putrinya sendiri itu.

Zara menghela napas lega ketika mendengar ucapan Nina barusan. Dia langsung memeluk Nina dengan erat. "Terima kasih banyak, Bu."

"Sama-sama."

***

Zara bisa lebih tenang sekarang, dalam artian sang nenek sudah ada yang menjaganya, biaya rumah sakit ada yang menanggung. Tinggal dia melaksanakan tugasnya menggantikan Gina.

Tujuan Zara selanjutnya setelah urusan rumah sakit selesai adalah ke apartement Gina.

Ting! Tong!

Setelah bunyi bell tidak lama pintu unit nomer 8-8 itu pun terbuka.

"Saya sudah menunggu kamu sejak tadi, saya kira kamu kabur!" seru sang empunya unit. Kemudian Gina mempersilahkan Zara masuk.

"Tidak mungkin saya mempertaruhkan nyawa Eyang saya," sahut Zara seraya  mengekor langkah Gina.

"Bagus!" seru Gina.

Mata Zara menjelajah setiap sudut apartement yang ukurannya lumayan besar baginya.

Gina merentangkan kedua tangannya, "Ini semua akan menjadi milik kamu sementara waktu kamu menjadi saya, Zara." Dia berdecak, "Dan satu lagi, kamu harus memakai pakaian saya dan berdandan seperti saya."

Zara menyimak semua ucapan Gina  dengan baik, dia juga melihat semua pakaian yang tergantung rapih di lemari yang di buka oleh gadis yang wajahnya mirip dengannya itu. Semua pakaian bermerk mahal, Zara tahu itu.

"Saya rasa ukuran tubuh kita sama," ucap Gina sambil mengambil satu buah dress dan menempelkannya pada tubuh Zara.

"Hanya warna mata kita yang berbeda, tapi itu tidak masalah karena kita selalu pakai kontak lensa berbeda bukan?" lanjut Gina.

"Mungkin ada beberapa hal yang harus kamu ketahui tentang mas Arham dan keluarganya." Gina membuka laptopnya dan dia menunjukan pada Zara sebuah file dokumen dimana terdapat foto dan ketikan.

Pertama Gina menunjukan sebuah foto yang sejak awal sudah menarik perhatian Zara.

"Ini mas Arham, Denandra Arham Tawfeeq nama lengkapnya, usia 40 tahun, dia memiliki seorang putra bernama Sean usia 7 tahun. Dia nakal sekali." Gina beralih ke foto anak laki-laki dan selanjutnya ada dua foto wanita.

"Ibunya mas Arham namanya Ibu Lusi Kamilah, saya  biasa manggil dia Ibu seperti mas Arham memanggil beliau, dia cerewet. Sama seperti putrinya-Nindy, adiknya mas Arham."

"Sampai di sini apa kamu paham?" Tutup Gina dengan pertanyaan.

"Apa yang kamu biasa lakukan jika bertemu dengan mereka?" tanya Zara.

"Kalau bertemu dengan mas Arham saya biasanya manja dan memanfaatkannya mengajaknya belanja senang-senang, kalau sama ibu saya ajak dia ke club untuk minum-minum karena memang itu hobinya. Oh iya, sebisa mungkin kamu tidak terlalu dekat dengan Nindy atau Sean. Kedua orang itu tidak suka sama saya, saya juga tidak suka sama mereka. Karena mas Arham saja saya terpaksa harus pura-pura baik," cerocos Gina.

Zara menyimak dengan baik sejauh ini dia bisa menangkap pembicaraan Gina tentang calon suaminya dan keluarganya.

"Tugas kamu seperti  yang tertera di surat perjanjian itu, menggantikan posisi saya, termasuk menikah dengan mas Arham."

"Ba-bagaimana dengan malam pertama?" tanya Zara terbata.

"Nanti saya pulang, kamu undur saja dengan alasan menstruasi mungkin." Gina menggedikan kedua pundaknya, acuh masa bodoh dengan apapun alasan yang Zara buat.

"Atau kalau kamu mau malam pertama dengan mas Arham juga gak apa," sambungnya.

Ucapan Gina barusan membuat Zara tercengang. Baru kali ini dia menemukan wanita yang membiarkan pria-nya menghabiskan malam pertama dengan wanita lain.

"Kenapa kamu menikahi mas Arham sedangkan kamu sudah punya kekasih, Gina?" set Zara melayangkan protesnya.

"Harta, apa lagi? Mas Arham punya harta tapi tidak punya cinta, sedangkan Anton, dia punya cinta untuk saya." Dengan mudahnya Gina berucap.

Kepala Zara menggeleng.

"Sudahlah, jangan banyak tahu! Tugas kamu hanya satu menggantikan saya selama saya pergi," ujar Gina.

"Kamu mau kemana? Apa saya bisa hubungi kamu kalau ada sesuatu?" tanya Zara takut-takut.

"Oh iya, kita juga bertukar ponsel." Gina mengambil ponsel Zara dan menukarnya dengan ponsel mahal miliknya.

"Ta-tapi nanti-"

"Nanti kalau ada yang cari kamu, saya beri tahu. Tidak perlu takut," potong Gina cepat.

Gina merapihkan beberapa pakaiannya ke dalam koper.

"Mulai sekarang kamu tinggal di sini, pakai semua fasilitas milik aku, apa gak senang, hah?" sindir Gina.

Senang katanya? Bagaimana Zara bisa senang menikmati semua fasilitas yang bukan miliknya.

Satu hal yang dia takuti adalah bagaimana dengan sikap Arham? Pria yang usianya hampir dua kali lipat usia Zara sendiri. Meski wajahnya terlihat muda tapi pola pikirnya bagaimana Zara bisa mengimbangi?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status