Share

Harapan Baru

"Kamu sedang apa Dimas?" ucap Rusli yang menemui Dimas sedang duduk di bangku panjang di taman kota Bandung. Rusli menepuk pundak Dimas dari belakang dan Dimas pun menoleh ke arah belakang.

"Eh paman, silahkan duduk paman," bukannya menjawab pertanyaan Ruslan, Dimas malah mempersilahkan Rusli untuk duduk disampingnya yakni di bangku panjang berwarna putih itu.

"Kamu nggak kerja Dim?" tanya Ruslan yang heran melihat Dimas saat ini. Tak biasanya Dimas seperti ini, Dimas yang rajin bekerja kini malah hanya duduk diam di taman tanpa melakukan suatu pekerjaan apapun. Dimas tak membawa alat lukis apapun baik itu cat air, kuas maupun kanvas.

"Nggak paman, saya mau cari tempat mangkal baru paman," ucap Dimas kepada Ruslan yang kini sudah duduk di sampingnya. Pandangan Dimas pun kosong seperti masih bingung dengan apa yang akan ia lakukan. Dimas sebenarnya ingin menyewa lapak saja agar tidak usah khawatir jika sewaktu-waktu ada razia. Tapi dirinya tidak punya cukup uang, bahkan hanya untuk biaya DP saja. Dimas pun juga harus segera membayar uang kosnya agar dirinya tidak diusir dan tetap memiliki tempat tinggal.

"Memangnya ada apa dengan tempat mangkal kamu yang dulu?" begitulah ucap Rusli dengan penasaran. Rusli melihat Dimas tampak sedang menghadapi banyak permasalahan dalam hidupnya. Raut muka Dimas nampak memelas sedih bercampur dengan kerutan kebingungan di keningnya.

"Saya habis kena razia paman, barang-barang saya banyak yang disita, saya tidak mau kena razia lagi paman," jawab Dimas yang jujur kepada Rusli. Kedekatan Dimas dengan Rusli membuatnya bisa berkata dengan gamblang tanpa adanya ketertutupan.

"Lalu bagaimana dengan barang-barang kamu yang disita?" lagi-lagi Rusli pun bertanya. Ia sebagai orang yang masih baru mengenal Dimas terlihat sangatlah peduli.

"Sudah saya tebus paman, sehabis sidang pidana ringan," begitulah jawab Dimas jujur. Tidak seperti kepada ibunya, Dimas lebih memilih jujur kepada Rusli. Mungkin karena Dimas juga membutuhkan orang yang bisa mendengarkan keluhannya. Dimas bukanlah orang sempurna yang tidak memiliki kekhawatiran ataupun kesusahan. Dimas hanyalah manusia yang masih mengeluh jika memiliki permasalahan di hidupnya.

"Terus sekarang kamu mau mangkal dimana?" tanya Rusli lagu yang seperti memahami apa yang sedang dirasakan Dimas. Rusli memang melihat bahwa Dimas sedang kebingungan walaupun Dimas masih bersikap cukup tenang. Rusli mengira mungkin Dimas membingungkan tempat mangkal baru yang jauh dari jangkauan razia satpol PP.

"Entah, aku masih belum menemukannya paman," jawab Dimas yang tampak pasrah dengan keadaannya. Tubuhnya tampak lemas tanpa tenaga. Benar-benar berbeda dengan Dimas yang biasanya selalu bersemangat dan memiliki rasa optimis yang tinggi.

"Bagaimana kalo kamu pake ruko paman yang sudah tidak terpakai? kamu juga bisa tinggal disitu Dim, jadi nggak usah ngekos lagi, lumayan bisa ngurangin pengeluaran," ucap Ruslan yang sontak membuat Dimas terkejut. Sebuah tawaran yang memberikan harapan baru bagi Dimas untuk bisa bertahan hidup di Bandung. Semua masalah yang selama ini dipikirkan oleh Dimas tiba-tiba mampu dipecahkan dengan satu kalimat yang keluar dari Ruslan.

Entah ada angin apa, orang yang baru saja ia kenal tiba-tiba memberikan bantuan yang benar-benar ia butuhkan. Sebuah ruko yang bisa dijadikan tempat ia untuk menjual jasa melukisnya sekaligus dapat menjadi pengganti kosnya sebagai tempat tinggal.

"Beneran paman? Tapi, aku takut merepotkan paman, kita kan juga baru kenal paman," ucap Dimas yang sedikit sungkan kepada Rusli. Ia takut jika dirinya akan merepotkan Rusli, apalagi Rusli masih baru mengenalnya.

"Udah pakai aja, lagian juga tidak pernah paman pakai, malah kalo ada kamu kan jadi ada yang ngrawat, rukonya jadi tidak gampang rusak," jelas Rusli yang berusaha meyakinkan Dimas. Rusli menjelaskan bahwa kehadiran Dimas di ruko kosongnya itu juga akan memberikan dampak positif bagi rukonya itu. Rukonya jadi tidak gampang rusak karena adanya tindakan perawatan oleh Dimas.

"Tapi paman, saya tidak punya uang untuk menyewanya paman," ucap Dimas kepada Rusli. Bagi Dimas, biasanya ruko itu disewakan, jadi dirinya juga merasa tidak enak hati jika harus memakai ruko milik Rusli dengan cuma-cuma.

"Nggak usah Dimas, udah pakai aja, lagian ruko itu juga bukan ruko yang strategis, tempatnya tidak dipinggir jalan, melainkan di gang sempit daerah Kemang, tapi paman yakin, kali kamu yang mengelola ruko itu, pasti akan ramai," begitulah jelas Rusli yang masih berusaha meyakinkan Dimas. Rusli memang berniat untuk membantu Dimas tanpa imbalan apapun. Bagi Rusli, Dimas merupakan seorang seniman hebat yang perlu mendapatkan dukungan agar dia dapat berkembang.

"Tapi paman," ucap Dimas kembali. Lagi-lagi dirinya masih ragu, kali ini entah apa yang dia pikirkan, tapi sepertinya dia memang masih meragukan hal ini.

"Sudah-sudah, pokoknya kamu harus menerima penawaran pamanmu ini, ini semua demi kelangsungan hidup kamu dan kemajuan karir kamu, kamu tidak boleh menolaknya," kali ini Rusli cukup tegas mengucapkan kata-katanya. Kata-katanya sudah bukan lagi meyakinkan Dimas, tapi lebih memaksa Dimas untuk menerima penawannya.

Dimas pun mengangguk mengiyakan penawaran Rusli. Meskipun masih baru mengenal, tapi hubungan mereka sebenarnya sangatlah intensi. Bahkan sudah seperti anak dan bapak yang hampir setiap hari saling mengobrol. Rusli juga kerap membagikan pengalaman hidupnya kepada Dimas. Itu semua agar Dimas dapat belajar dari kesalahan-kesalahan Rusli di masa lalu dan juga belajar bagaimana Rusli mampu bertahan dalam hidupnya hingga saat ini.

Kini raut wajah Dimas pun sudah mulai berubah. Ia sudah tidak lagi susah seperti saat awal tadi Rusli menemuinya. Perasaan Dimas yang awalnya dipenuhi dengan kekawatiran dan kebingungan pun sudah mulai berubah menjadi lebih tenang dan penuh dengan rasa optimisme. Dimas benar-benar tidak menyangka, orang yang baru ia kenal itu mampu memberikan jalan keluar sekaligus harapan baru baginya. Tidak rugi Dimas menjadi anak yang mudah bergaul. Ternyata dengan kemampuannya yang mudah bergaul dengan orang baru, juga dapat membantu hidupnya saat ini.

"Ya sudah, paman pulang dulu ya, ini alamat ruko paman, besok kamu sudah harus memakainya dan mulai bekerja disana, tidak usah ngekos lagi, disana sudah paman sediakan kasur, bantal dan selimut untuk kamu tidur," ucap Rusli setelah cukup lama berbincang dengan Dimas. Rusli pun memberikan sebuah kartu berisi alamat ruko yang sudah lama tidak ia pakai itu.

"Baik paman," Dimas pun menjawabnya dengan singkat. Perbincangan yang sedari tadi mereka lakukan telah membuat Dimas yakin terhadap penawaran Rusli. Ternyata Ruko tersebut dulunya menjadi tempat Rusli berjualan makanan berat. Namun, dia harus menutup ruko tersebut karena usaha baksonya bangkrut. Rusli pun memilih untuk bekerja di jasa pengiriman barang sebagai kurir. Dan kini Rusli telah naik jabatan sebagai supervisor.

"Nah gitu dong, paman tunggu besok ya," begitulah ucap Rusli dengan mengusap-usap kepala Dimas. Rusli pun pergi meninggalkan Dimas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status