Share

Jatuh Tempo

"Halo nak, apa kabar nak?" tanya Sonya, ibu Dimas di telepon. Kini Dimas sedang di kamar kosnya dan sudah dua hari Dimas masih belum mendapatkan tempat untuk ia kembali bekerja sebagai pelukis lagi. Uang yang Dimas miliki pin semakin menipis dan harus segera mendapatkan pesanan lukisan ke dirinya lagi.

"Iya Bu, Dimas baik Bu," jawab Dimas berusaha memberikan kabar yang menenangkan ibunya. Dimas tidak ingin membuat ibunya khawatir akan keadaannya yang sebenarnya tidak baik-baik saja. Ini merupakan telepon keduanya setelah Dimas memtuskan hidup di Bandung. Sudah hampir dua bulan Dimas ada di Bandung dan ia pun berhasil bertahan hidup dengan gaya yang sederhana.

"Gimana pekerjaanmu? Banyak yang pesan?" lagi, tanya Sonya. Ia ingin memastikan bahwa anak satu-satunya dalam keadaan yang baik-baik saja. Kini Sonya pun juga masih bekerja keras di rumah dan menyisihkan penghasilannya untuk ditabung.

"Lancar Bu, meskipun yang pesan nggak terlalu banyak, tapi uangnya sudah cukup buat hidup Dimas di kos Bu," begitulah jawab Dimas yang lagi-lagi berusaha menenangkan ibunya. Baginya, berbohong sedikit tidak masalah jika itu akan memberikan ketenangan bagi ibunya. Dimas masih sangat yakin akan kemampuannya dan tidak akan merepotkan ibunya lagi.

"Beneran? Kami sudah bayar uang kos kan?" tanya ibunya lagi yang mengetahui bahwa kebutuhan Dimas tidak hanya makan sehari-hari saja. Tapi dia harus memikirkan kebutuhan kos di Bandung yang harganya juga tidak murah.

"Sudah Bu, penghasilan Dimas sudah cukup kok bu, ibu tidak usah khawatir," begitulah jawab Dimas. Dimas sebenarnya masih belum membayar kos untuk bulan ini, tapi dia tetap menenangkan ibunya.

"Tok.. tok... tok.. ," suara ketokan tiba-tiba datang dari balik pintu kamarnya. Dimas pun sontak kaget dan bangun dari tidurnya.

"Bu, saya matikan telponnya dulu ya bu, ada tamu Bu," ucap Dimas kepada ibunya kemudian ia pun langsung mematikan telponnya. Ia pun bergegas bangun dari kasurnya dan pergi menuju pintu kamarnya. Tangannya memegang gagang pintu kamarnya dan membukanya secara perlahan. Seseorang dari balik pintu pun mulai terlihat secara perlahan.

"Eh, Bu Anya, malem Bu," ucap Dimas kepada seorang ibu-ibu berdaster dengan terdapat roll rambut berwarna merah muda di rambutnya. Muka ibu-ibu itu begitu menyeramkan dan tampak mengekspresikan kemarahan.

"He Dim, hari ini sudah jatuh tempo bayar kos, mana? Cepat bayar kosnya," ucap Anya seorang ibu kos yang memiliki tubuh berisi dengan nada marah dan sedikit teriak. Anya berniat untuk menagih uang kos yang harus dibayar hari ini juga. Layaknya ibu-ibu kos yang lain, ia akan marah jika penghuni kosnya tidak segera membayar uang sewa kosnya hingga jatuh tempo.

"Aduh Bu, maaf, uang saya masih di ATM dan masih belum saya ambil Bu, besok ya Bu, pasti saya bayar kok Bu," begitulah kata Dimas dengan menempelkan kedua tangannya mencoba meminta maaf kepada Anya selaku ibu kosnya. Sebenarnya Dimas memang belum punya uang yang cukup untuk membayar biaya sewa kosnya. Tapi dia mengatakan hal seperti itu agar ibu kosnya tidak marah terlalu besar padanya. Dimas tidak ingin jika telinganya harus sakit karena teriakan-teriakan sang ibu kos gemuk itu.

"Beneran ya? Kamu anak baru jangan macem-macem disini," ungkap Anya dengan menunjuk wajah Dimas dan sedikit mengeluarkan kalimat-kalimat ancaman. Sikapnya kini sangatlah berbeda saat awal pertama ia menemui Anya. Anya yang dulu sangat ramah dan halus kini laksana monster yang garang dan pemarah.

"Iya Bu," jawab Dimas halus dengan tubuhnya yang tetap memperlihatkan ucapan maaf kepada Anya. Anya yang masih menaruh kepercayaan kepada Dimas pun akhirnya pergi meninggalkan Dimas dan menagih orang-orang kos lainnya.

Kini Dimas pun balik menutup pintu kamarnya dan berbaring di kasurnya. Dia pun menjadi bingung atas keadaannya, tidak tahu apa yang harus dia lakukan untuk mendapatkan sejumlah uang yang cukup banyak dalam waktu sehari saja.

"Ting... Ting.. Ting..," sebuah telepon berbunyi dari ponselnya. Itu adalah telpon dari ibunya, Sonya. Rupanya Sonya masih kangen kepada Dimas dan ingin mengobrol lebih panjang lagi kepada Dimas. Dimas duduk dan menenangkan dirinya sejenak, ia tidak mau kekhawatirannya dirasakan oleh ibunya.

"Halo Bu, maaf ya Bu, tadi Dimas matiin," begitulah ucap Dimas dengan kata-kata yang begitu tenang. Sebuah nada ucapan yang mampu meyakinkan ibunya bahwa dirinya dalam keadaan yang baik-baik saja.

"Iya nak, tadi siapa yang datang nak?" tanya Sonya yang tadi juga mendengar suara ketokan dari balik pintu itu saat dia masih telponan dengan Dimas.

"Oalah, itu tadi hantu Bu," ucap Dimas dengan sedikit bercanda kepada Sonya. Dimas pun sedikit tertawa dan Sonya juga mengikuti tawa yang dibuat oleh anaknya itu.

"Yang benar Dim, tadi siapa yang nelpon kamu?" ujar Sonya setelah sedikit ia tertawa oleh Dimas. Sonya pun kembali menanyakan sosok yang mengetuk pintu kamar Dimas dan kini Dimas harus menjawabnya dengan serius.

"Iya iya Bu, tadi itu pelanggan ku, dia mengambil pesanannya Bu," begitulah jawab Dimas mencoba untuk memberikan ketenang pada ibunya. Dimas kini pun harus cukup sering berbohong demi keinginannya untuk membuat ibunya selalu merasa tenang dan tidak mengkhawatirkannya.

"Oalah, kamu sudah makan belum nak? Juga sudah mandi apa belum?" sebuah pertanyaan yang selalu ditanyakan oleh Sonya saat mereka saling bertelepon. Dimas pun teringat kepada ibunya yang selalu tegas untuk mengingatkannya untuk sarapan dan mandi sebelum Maghrib tiba. Ibunya akan marah besar kepadanya jika Dimas melupakan kedua hal tersebut. Sebuah jeweran di telinganya pasti akan dirasakannya ketika ibunya marah dulu. Tapi Dimas pun tahu, karena didikannya itu Dimas menjadi anak yang kuat dan tahan banting seperti ini.

"Sudah kok Bu, sekarang Dimas sudah jauh lebih gemuk dan ganteng pastinya," jawab Dimas dengan sedikit tambahan gelak tawa di mulutnya. Ia yang sebenarnya masih kurus pun mengaku sudah gemuk di hadapan ibunya. Memang sedari dulu Sonya menginginkan Dimas untuk tumbuh gemuk. Tapi Dimas yang sudah dipaksa makan banyak dan minum susu setiap hari pun tak kunjung gemuk. Dan kini Dimas pun harus berbohong lagi dengan mengatakan dia menjadi gemuk sekarang. Tapi tidak dengan gantengnya, Dimas masih ganteng seperti dulu dan tetap tahu bagaimana cara berpenampilan yang baik.

Mereka akhirnya pun melakukan obrolan panjang sepanjang malam. Kini Dimas pun dapat lebih panjang mengobrol dengan ibunya karena dirinya memang sedang tidak mendapatkan pesanan. Baginya uang memang penting, tapi waktu-waktu berharga dengan ibunya seperti ini merupakan hal yang akan sulit ia temukan ketika nanti ia disibukkan dengan pekerjaannya lagi.

"Ya sudah ya nak, sudah malam, cepat tidur, jangan banyak begadang, harus dijaga kesehatannya," ucap Sonya, seorang ibu yang sangat perhatian kepada anak satu-satunya. Kata-kata itupun menutup pembicaraan panjang mereka. Dan kini Dimas pun merasa sedikit bahagia karena rasa kangen terhadap ibunya sudah terbalaskan. Memang sedang banyak masalah yang menimpanya. Tapi dia masih tetap yakin untuk melewati itu semua.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status