Share

Bab 3 Kilas balik

4 tahun yang lalu....

"Pa,sebaiknya kita berpisah saja,"ujar seorang perempuan paruh baya.

"MAKSUD KAMU APA RITA?,"bentak laki laki yang merupakan suaminya.

"Aku lelah pa,kau selalu saja jadikan anak kita sebagai pelampiasan."

"Pawaka tidak salah pa,dia tidak tahu apa-apa tentang kejadian itu,"sambungnya.

"Kau bilang tidak tahu apa-apa?!,jelas-jelas dia ada saat pembunuhan itu.Cih dasar pembawa sial,"cibirnya.

Di lain tempat seorang anak berusia 14 tahun sedang mengintip perdebatan kedua orangtuanya dari celah pintu kamar.

Dia mendengar dengan jelas apa yang di perdebatkan oleh mama dan papanya.

Pawaka meneteskan air mata melihat pertengkaran itu.

Anak seusianya yang harus mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tua.

Tapi apa,ayahnya malah menyalahkan nya atas pembunuhan yang sama sekali  pawaka tidak mengerti.

"PAWAKA!!."

"KEMARI KAU!."

Dari arah belakang Pawaka berjalan tergesa gesa menghampiri papanya.

"A-ada apa pa.?"

"KAU ANAK PEMBAWA SIAL...KARENA KAU SEMUA MENJADI KACAU!,"

"KENAPA KAU HARUS LAHIR DI KELUARGA INI PAWAKA!"sambung sang papa

Pawaka yang di bentak seperti itu hanya menundukkan kepalanya sambil meneteskan air mata.

Tangan Pawaka bergetar saking takutnya.

"M-maafkan Pawaka,Pa."

"MAAF UNTUK APA HAH?!!,SEMUANYA SUDAH TERJADI.SAYA HARUS KEHILANGAN IBU KARENA MU,PAWAKA!"

"T-tapi Pawaka..."

"DIAM KAU!"potongnya.

Bugh!

Akara maju selangkah lalu meninju wajah putranya,ia begitu terbawa emosi hingga melakukan kekerasan fisik.

Pawaka jatuh tersungkur dengan lebam dipipinya.Ia memegangi wajahnya yang terkena pukulan.

"PAWAKA!,"dari arah berlawanan datang mamanya dengan membawa surat surat.

"APA-APAAN KAU AKARA,DIA ANAKMU!,"teriak nyalang mamanya sambil membantu Pawaka bangun.

"RITA HARUSNYA KAU SADAR  SIAPA YANG MEMBUAT MERTUA MU MENINGGAL,"teriak nya sampai urat dileher nya terlihat.

"Sudah berapa kali aku bilang Akara, bukan Pawaka pelakunya,"

"Aku sudah membawa surat-surat.Kita segera urus semuanya,"lanjutnya.

"Tidak Rita,kita tidak akan berpisah."

"Aku sudah tidak kuat menghadapi sifatmu.Kau selalu kasar dari dulu."

Pawaka lagi-lagi mendengar pertengkaran kedua orangtuanya.

"PUAS KAU?!,ANAK TIDAK TAHU DIRI!,"tunjuk Akara ke arah Pawaka yang sedang bersembunya dibalik punggung sang mama.

***

"Hak asuh anak jatuh padaku Rita,sekarang bagaimana bisa kau melindungi anak itu?,"ujarnya sambil tersenyeum asimetris.

"Tidak... Bagaimana pun caranya aku akan mendapatkan Pawaka.Aku akan mendapat hak asuh Pawaka."

"Hahahaha...Bagaimana caranya Rita?,bahkan kau sendiri tidak memiliki apapun.Kau tidak bisa melawanku."

"Pawaka...Ayo pulang!"titah papanya sambil mengelus lembut rambut Pawaka.

"Ma..."ujar nya sambil memegang erat tangan orang yang sudah melahirkannya.

"Aku tidak mau,Ma."

"Pawaka percaya sama Mama ya,kamu pasti akan pulang sama mama nanti.Sekarang kamu sama Papa dulu ya..."

Rita meneteskan air mata sambil memeluk erat putra satu-satunya.

Seandainya ia tidak kalah dalam persidangan itu pasti Pawaka bisa pulang dengannya.

"Ma..Pawaka takut,"gumamnya sambil mengeratkan pelukannya.

"Pawaka jangan takut ya, sekarang kamu kan sudah besar. Harus jadi anak yang pemberani.Nanti mama pasti sering menjenguk kamu."

"Sudah Pawaka,tidak ada waktu lagi saya harus menghadiri rapat hari ini,"ujarnya menarik kasar tangan anaknya menuju ke mobil.

Hari berganti hari,Pawaka pikir Papanya akan berubah dan menjadi sayang kepadanya.Namun semua itu salah,Pawaka selalu dijadikan sasaran empuk kemarahan sang papa.

Ia kerap kali dipukul oleh papanya.

Seperti sekarang,karena Pawaka mendapat nilai yang kurang memuaskan baginya.

"Ampun..pa..ampun!"pinta Pawaka yang sedang dipukuli dengan ikat pinggang.

"Dasar anak tidak berguna...apa yang bisa saya banggakan darimu,hah?!.Dengan nilai sekecil ini mau jadi apa kau nanti?,"cerca  Akara dengan terus melayangkan ikat pinggang ke tubuh anaknya

Ctas!

"Arrggghh..."teriak kesakitan kesekian kali Pawaka,kali ini ikat pinggang itu melayang ke pipinya.

Bisa dipastikan semua tubuh dan wajah Pawaka penuh akan lebam.

"Sekali lagi saya peringati,jangan berani menampakkan wajah mu kalau kau mendapat nilai kecil seperti ini Pawaka!,"ancamnya dengan melamparkan kasar kertas hasil ulangan itu ke depan wajah Pawaka.

Sebelum akhirnya meninggalkan Pawaka yang terkulai lemas di ruang tamu.

"Kenapa... aku harus lahir di keluarga ini,"lirihnya.

Sekujur tubuhnya terasa perih dan nyeri,matanya mengeluarkan setitik cairan bening.

***

"Siapa yang menyuruhmu duduk disitu?."

"A-aku lapar pa...aku ingin makan,"ujarnya

Baru saja mendudukan dirinya didepan Akara yang sedang makan.

"Kau pikir saya mengijinkan?,"tanyanya

Pawaka yang tidak mengerti maksudnya hanya mengerutkan dahinya.

"Pawaka kalau kau duduk disitu saya tidak berselera untuk makan,"

"Sebaiknya kau duduk dan makan disana"sambungnya menunjuk lantai dibelakangnya.

Akara  memberi perintah Pawaka untuk makan di lantai.

"Tapi pa—"

"Atau tidak makan sama sekali,"potong Papanya.

"I-iya pa."

Pawaka mengambil piring lalu menaruh nasi dan lauk secukupnya.

Asisten rumah tangganya ingin membantu tapi dicegah oleh Akara.

Selesai menaruh lauk, Pawaka mengambil gelas lalu menuangkan air.Setelahnya ia duduk dilantai sambil menghadap ke punggung sang ayah.

Rasanya ia sudah tidak kuat lagi hidup bersama papanya.

Dadanya terasa sesak,Pawaka mengeluarkan air matanya,sambil sesekali menyuapkan nasi ke mulutnya.

Di umur nya yang ke-14 ia harus mendapatkan perlakuan seperti ini oleh sang ayah.Pawaka selalu memimpikan keluarga yang utuh dan kasih sayang dari sang ayah.

***

"Pa...a-aku lapar..."

"Apa?,lapar katamu?"

"Kau saja bahkan belum mengerjakaan pekerjaan rumah dengan benar."

"Ta-tapi dari kemarin aku bahkan belum memakan apapun,"ujar anak laki laki berusia 9 tahun.

Plak plak 

Pawaka kecil kepalanya ditampar oleh sang ayah.Rasa sakit itu tidak seberapa dengan rasa perih diperutnya.

"Apa kau tidak tahu malu?,meminta-minta makanan kepadaku.Dasar pembunuh!" hina papanya.

"Untuk apa aku...malu kau ayahku,aku...aku berhak meminta semua yang aku mau...."

Kriekk!

"Akkkhhhh!"pekik Pawaka saat tangannya diinjak oleh papanya.

"BERANI-BERANINYA KAU MRLAWANKU! SEKARANG KAU AKAN TAHU AKIBATNYA KARENA SUDAH MELAWANKU AMERTA PAWAKA!" murka Akara seraya menyeret sang anak ke dalam gudang rumah yabg sempit.

Byur!

Ia juga menyiram Pawaka dengan air dingin.

"Pa...tolong jangan...kurung aku disini..."lirih Pawaka yang sudah lemas,ia sudah tidak bisa kabur ataupun memberontak.

"Kau bilang lapar kan?"

Pawaka mengangguk lemah,ada secercah harapan dihatinya untuk bisa makan.

Tidak lama datang Akara dengan membawa piring yang berisi makanan dan segelas air.

"Makanlah dan habiskan!"

Pawaka memandangi piring yang diletakkan didepannya.Makanan itu sudah busuk,bahkan sudah tudak layak makan Pawaka tahu itu.Namun,ia begitu lapar dejgan terpaksa ia memakan makanan busuk itu.

Dan ia dihukum dengan terkunci digudang satu hari.

Semenjak saat itu Pawaka tidak pernah menangis,ia bertekad akan pergi dari rumah terkutuk itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status