DARI BABU JADI MADU (Semua bukan keinginanku)

DARI BABU JADI MADU (Semua bukan keinginanku)

By:  Bayu Insani  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
3 ratings
20Chapters
3.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Semua wanita past benci dengan sebutan madu (kecuali pelakor) Bagaimana jika ada seorang wanita yang benar-benar tulus menolong malah justru di jadikan madu bagi keluarganya? Adalah insan, hanya gadis kampung yang kesasar di kota metropolitan. Dia si tolong oleh keluarga Raihan dan Sally. Kesabarannya dalam menghadapi berbagai ujian yang menimpa dirinya, selama bekerja di rumah tersebut justru membuahkan keberhasilan. Insan terkejut saat majikan perempuannya menjodohkan dirinya dengan suaminya. Mampukan insan melewati semua rintangan dan cobaan yang justru datang dari pihak lain, yang tak inginkan dirinya bahagia? Mampukan dia menjadi madu untuk keluarga ini?

View More
DARI BABU JADI MADU (Semua bukan keinginanku) Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Yulliana
Semangat,.........
2021-10-28 15:09:22
0
user avatar
Bayu Insani
terima kasih mbak
2021-10-28 15:03:30
0
user avatar
Anggrek Bulan
semangat kak,, ceritanya seru
2021-10-24 08:45:33
0
20 Chapters
Kampung halaman
BAB 1 KAMPUNG HALAMAN   Jam lima pagi, Kereta Api Ekonomi Sawunggalih jurusan Jakarta-Solo Balapan, akan segera berhenti di sebuah stasiun kecil, yaitu Stasiun Gombong. Suasana di dalam gerbong ini, lumayan padat. Dari anak-anak, sampai orang tua. Wajah-wajah tampak kucel, dan lelah. Di depanku beberapa orang penumpang yang hendak turun di stasiun ini, mulai bersiap-siap. Ada yang menata barang-barangnya, ada yang baru bangun dari tidur lalu mengucek-ucek mata, dan ada juga yang sudah berdiri menanti dengan siaga di depan gerbong pintu kereta. Segera aku bangun dari duduk, lalu menata barang-barang yang kubawa dari Jakarta. Kupastikan agar tak satu pun yang tertinggal, lalu melangkah menuju pintu gerbong. Bersama para penumpang, berdiri menanti Sang Masinis benar-benar memberhentikan keretanya dengan sempurna. Setelah berhenti, kami berdesakkan menuruni tangga ular besi ini. Hampir satu tahun tak mencium aroma harum kota kelahiran
Read more
Nostalgia masa kecil (1)
BAB 2 NOSTALGIA MASA KECIL (1)Dada semakin berdebar saat wajah kedua orang yang aku cintai, mulai menari-nari di kelopak mata. Nenekku, sangat mencintai kami. Aku dan adikku, Dewi Lestari namanya. Beliaulah yang membesarkan kami, setelah kedua orang tua kami meninggal. Nenek mendidik kami dengan kasih sayang. Walaupun kami orang desa, namun nenek tidak menginginkan kedua cucunya hidup tanpa pendidikan, baik agama maupun pendidikan formal. Namun sayang, nasib kurang baik waktu itu menyapa kami.Saat aku baru lulus SMA nenek sakit keras, hingga berhari-hari tak sembuh. Saat itu  aku hampir saja mendaftarkan diri ke Universitas yang aku suka. Tak tega melihat keadaan Nenek yang tak kunjung membaik, akhirnya aku putuskan untuk menunda kuliah. Dan uang  tersebut, aku pakai untuk biaya berobat Nenek. Tak bisa kuliah, tak apa, yang penting nenek bisa sembuh seperti semula. Pikirku waktu itu.Setelah tamat SMA, aku mondok di pesantren
Read more
Nostalgia masa kecil (2)
BAB 3NOSTALGIA MASA KECIL ( 2)Aku tak kuat menahan gelora rindu di dada, hingga tak lama kemudian lelehan sebening kristal mengucur deras di pipiku. Entah mengapa, kerinduan pada mereka muncul, menyeruak ke permukaan jiwaku. Ya, lama aku tak merasakan belaian lembut tangannya, mendengar nasehatnya, ataupun sekadar duduk-duduk sambil bersenda gurau bersama.“Ya Allah, andai saja mereka ada di sisiku saat ini, mungkin aku tak akan sedewasa saat ini. Kupasrahkan segalanya padaMu ya Rabb-ku. Engkaulah yang Maha Mengetahui apa yang tidak kami ketahui. Kuikhlaskan mereka berdua bersamaMu.” Perlahan kuseka air mata, kudekap foto itu erat-erat dalam dada, sambil perlahan berbaring di atas ranjang.*"Mbak! Dewi gak lagi mimpi 'kan? Kapan pulang? Kok gak kabar-kabar sih kalau mau pulang?" Suara Dewi, mengagetkan lelapku. Seketika aku terbelalak, lalu perlahan bangun. Kepalaku terasa sedikit berat. Namun terpaksa aku harus bangun karena belum sal
Read more
BUNGA RANDU
 BAB 4Bunga RanduAdzan subuh berkumandang, menerobos alam mimpi, membangunkanku lewat celah-celah indera pendengaran yang begitu syahdu di telinga. Samar-samar terdengar gemericik air di sumur, dalam hati aku membatin, pasti Nenek sudah bangun. Perlahan kubuka ke dua mata. Terasa perih, namun  pikiran mulai menata segala acara, jadi mataku  tak bisa lagi terpejam. Kepala terasa berputar, dan aku belum berani turun dari ranjang.Krek....! Bunyi leherku, saat aku putar kanan dan kiri.“Alhamdulillah, mendingan lega. Sekarang perlahan kepalaku sembuh, dan badan terasa nyaman," batinku, langsung  aku bangun dari tempat tidur, dengan sebuah pertanyaan dalam hati. Mengapa semalam aku bermimpi demikian? Melangkah ke sumur, kudapati nenek sudah selesai mengambil air wudhu."Pagi Nek, oya mau salat jamaah atau di rumah saja?""Aku mau jama’ah di musala, kaya biasanya, kamu mau ikut gak?" tanya nene
Read more
Karang bolong
BAB 5 (revisi)Pantai Karang BolongPagi yang cerah, perlahan terang, bumi kembali disapa sang surya. Lembut cahayanya, selembut hati bidadari-bidadari surga, sungguh angin yang bertiup sepoi, mampu membuatku terlena. Burung-burung kecil yang berkicau riang, seolah tengah berkasidah ria, bertasbihkan lagu-lagu keagungan Sang Khaliq. Aku terpana menatap keindahan Pegunungan Kulon. Dalam hati aku bertasbih, mengikuti burung-burung itu."Wah, benar-benar cantik pegunungan itu dari kejauhan ya," puji Dewi, yang juga ikut melongo."Karang Bolong! Karang Bolong....!" suara seorang kernet mobil angkot mencoba menawari jasanya. Kami berdua menggelengkan kepala. Sebenarnya sudah dekat, tinggal 10 menit lagi perjalanan sampai, namun aku sengaja ingin menikmati indahnya suasana pagi, dengan berjalan kaki."Sebentar lagi musim tandur ya Dik, lihat.” Aku menunjuk sawah yang terhampar luas.Walau masih terlihat pendek pohon padinya, namun semua sama r
Read more
Kecelakaan telah merenggut ayahku
Bab 6Kecelakaan Merenggut ayahkuEmpat tanda hati dijadikan satu, mirip bunga sepatu yang tengah mekar. Cantik, masing-masing bunga itu, ada nama-nama yang membuat dia tersenyum, wajahnya yang kemerahan karena sinar mentari, membuatnya bertambah manis."Terima kasih Dik," Ucapku, kala terlihat namaku disalah satu tanda hati itu. Yang lainnya ada nama ayah, ibu, dan nenek."Kok gak ada kamu Dik," tanyaku."Mbak, bunga ini ada dalam hatiku,"  jawabnya, sambil tersenyum, namun aku tahu, dibalik senyum itu, dia juga merindukan ayah dan ibu.Aku menghela nafas, mataku terpejam sesaat. Sengaja kubiarkan anganku menerawang, menelusuri  masa lalu, saat aku berada di atas delman, di pangkuan sang bunda, tujuh belas tahun yang silam. Hanya itu yang mampu aku ingat dalam memory ingatanku.Aku duduk di atas pangkuan ibu, sementara Dewi dipangku oleh ayah. Saat itu, usi
Read more
Ziarah kubur
BAB 7ZIARAH KUBUR"Kenapa?" tanyaku heran."Soalnya nanti kalau lewat depan, kita gak sampai-sampai rumah. Tuh, di rumahnya Yu Binti banyak orang, nanti mereka nanya ini, itu, lalu kita berhenti lagi. Bisa-bisa ikanku bau deh, sampai rumah," jawabnya. Aku tertawa melihat kelucuan Dewi. "Iya deh, Mbak nurut aja."Kami lewat belakang rumah, dan sampai dengan lebih cepat. Yah, begitulah hidup di desa, jika ada kabar sedikit saja, akan lebih cepat diterima masyarakat luas. Baik kabar baik, maupun kabar jelek."Assallamualaikum ..."Nenek segera menjawab salam kami."Masak apa Nek?" tanyaku, saat Nenek terlihat agak sibuk memindahkan panci-panci ke atas kompor, bergantian."Mbubur kacang ijo Cu, (Cu untuk sebutan putu, atau cucu)" jawab Nenek. Mendengar bubur kacang hijau, anganku langsung membayangkan kelezatannya."Nek, hari ini aku yang masak ya," sela Dewi. Nenek diam sesaat, mungkin  heran.
Read more
Cobaan bermula 1
Bab 8Cobaan BermulaSeminggu di Jawa, bagai sehari terasa. Waktu berlalu begitu cepat tanpa kuminta. Akhirnya, aku harus kembali ke Jakarta. Setelah sampai di Stasiun Jati Negara, aku dijemput oleh Pak Surya, Ayah Mbak Sally.Dia memberikan kunci rumah anaknya padaku. Terus terang, memasuki rumah ini, bagai membuka memory dalam ingatanku 3 tahun silam. Di mana aku untuk pertama kalinya, mengenal, serta memasuki rumah mewah ini.   Waktu itu, sendirian aku datang ke Jakarta. Tujuannya, ingin berkunjung ke rumah teman, sambil mencari kerjaan jika ada. Aku yang tak terbiasa dengan kota metropolitan, akhirnya harus kesana-kemari, bingung karena melihat lautan manusia, dan bisingnya suara angkutan kota. Akhirnya, aku tersesat di jalan-jalan yang sempit serta berbau busuk. Banyaknya rumah-rumah kumuh dan sampah-sampah basah yang berserakan, menambah lagi satu beban dalam pikiranku, yaitu mual yang tak kunjung muntah. Kepala terasa berat,
Read more
Cobaan bermula 2
       bab 9Di ruangan yang serba cantik ini, kami berdua diam membisu. Dalam diam, aku bertanya dalam hati. Mengapa wanita ini duduk di kursi roda? Apakah dia sakit? Atau cacat? Mas Raihan ke dalam, ia memberesi berkas cuci mobilnya tadi. Tak lama kemudian, dia muncul dengan tiga cawan air teh panas. "Silahkan diminum Dik," ucapnya ramah. Aku grogi. Lalu meminum air tersebut dengan tangan agak gemetaran. Entahlah, mungkin aku benar-benar merasa tak enak dengan kebaikan Mas Raihan."Maaf, hanya ada air, Dik. Maklum, lagi gak ada pembantu di rumah," selorohnya. Aku menelan ludah mendengar ucapan Mas Raihan.  "Oh ternyata punya pembantu to, pantesan rumahnya bersih sekali," batinku."Pembatunya kemana Mas?" tanyaku, memecah rasa grogi. "Kemarin siang pamitan pulang. Katanya, mau ngurus anaknya di kampung. Dan sekarang belum ada ga
Read more
Cobaan bermula 3
Bab 10.Cobaan bermula 3Setelah mengantar Bu Hardi, kami kembali ke teras halaman. Bu Surya melihat-lihat bunga di taman tersebut. Kata Bu Surya, setiap sebulan sekali, ada tukang kebun yang datang merawatnya, yaitu Pak Slamet. Mbak Sally selesai sarapan, lalu segera meminum obat. Ia berdua duduk di teras, sambil ngobrol, sementara aku memasak di dapur.  Setelah selesai memasak, dan beres-beres kompor di dapur, kami sama-sama makan siang. Bu Surya memuji masakanku, namun berbeda dengan Mbak Sally. Dia acuh, mungkin karena masakannya berbeda dengan masakan kami. Ia tak diperbolehkan makan masakan yang berminyak, atau pedas. Beruntung pembantu yang sudah pulang ke rumah, meninggalkan banyak bumbu, sehingga memudahkanku untuk memasak. Sesudah makan siang, Bu Surya berpamitan pulang, dengan alasan, tak bisa berlama-lama ninggalin restorannya.Seperti biasa, jam 2 siang, Mbak Sally kembali minum obat. Setelah meminum obat, beliau meno
Read more
DMCA.com Protection Status