Share

Bab 5

last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-25 13:06:28

Fitri di antar oleh gurunya, untuk melengkapi berkas-berkas pendaftarannya, sekaligus mengantarkannya menuju tempat kost. Karena besok sudah mulai masuk. 

Bu Irene, guru Fitri yang paling peduli terhadap gadis itu, mengupayakan, agar Fitri bisa mendapatkan beasiswa..

Karena dia tahu, Fitri adalah gadis yang cerdas, dan juga rajin.

"Tidak ada yang tertinggal to Fit, semua persyaratan yang ibu tulis, sudah kamu bawa?" tanya bu Irene, ketika melihat Fitri, pagi-pagi sudah datang ke rumahnya. 

"Alhamdulillah sudah bu" jawab Fitri tersenyum.

"Terus perlengkapan kamu gimana?" tanya bu Irene lagi, melihat ke arah tas kain, yang dibawa oleh muridnya itu.

"Alhamdulillah juga sudah Bu" jawabnya.

"Ya wes, Ibu siap-siap dulu, kamu sudah sarapan apa belum?" tanya bu Irene. 

"Sudah bu, tadi bareng sama ibu dirumah" jawab gadis yang mengenakan jilbab dan setelan gamisnya, yang berwarna pastel itu, tersenyum tipis. 

Fitri sengaja mengenakan gamis terbaik yang ia miliki saat ini.

Supaya terlihat pantas dan rapi, ketika berada di kota nanti.

Setelah beberapa saat lamanya, menunggu bu Irene yang sedang bersiap,  merekapun kemudian berangkat.

Mereka menaiki mobil milik bu Irene, yang di supiri oleh suaminya sendiri.

"Ini ada baju-baju nya Ica Fit, siapa tahu ada yang cocok buat kamu. Masih bagus-bagus semuanya" bu Irene mengangsurkan paper bag yang lumayan besar, ke arah Fitri.

"Terimakasih banyak bu Iren" jawab Fitri, tampak senang. Karena memang dia tidak memiliki banyak pakaian. 

"Ingat pesan Ibu Fit, kalau kuliah nanti, dan hidup di daerah orang, kamu harus bisa jaga diri, tidak boleh sembrono, apalagi sama lawan jenis. 

Tujuan kamu adalah menuntut ilmu, demi masa depan kamu yang lebih baik.

Jadi kamu harus belajar sungguh-sungguh, jangan kecewakan ibumu, dan juga kami, yang sudah mengupayakan beasiswa ini untuk kamu" nasihat wanita yang sudah berumur 50an itu.

"Insya Allah bu, Fitri pasti akan jaga diri, dan belajar dengan baik" jawab Fitri mengangguk.

"Bagus, Ibu pegang janji kamu. Nanti kamu sekalian Ibu carikan tempat kost terdekat, supaya kamu tidak keluar biaya transportasi. Kan lumayan Fit, uang saku dari beasiswanya, bisa kamu gunakan untuk keperluan yang lain" ucap bu Irene lagi.

"Nggih Bu, terimakasih" jawab Fitri, sopan.

Inilah yang disukai oleh wanita paruh baya itu, dia sangat menyayangi muridnya yang satu ini. Selain sopan santun, dia juga cerdas, dan ringan tangan.

Makanya, ketika ada kesempatan beasiswa dari sebuah perusahaan besar, Bu Irene segera mengupayakan untuk muridnya itu.

Setelah melalui test, dan juga nilai rapor yang memenuhi syarat, Fitri lolos, sebagai penerima beasiswa. 

Selain biaya kuliah gratis, setiap bulannya Fitri juga akan mendapatkan uang saku, dari beasiswanya itu, sebesar 3 juta rupiah. 

Bahkan, jika Fitri sudah lulus nanti, jika lulus dengan nilai yang memuaskan, dia akan langsung di rekrut oleh perusahaan, yang sudah mensponsori beasiswanya, dan langsung menjadi pegawai tetap, di perusahaan itu.

*********

"Nah, ini tempat kost kamu Fitri, kamu ke kampus bisa jalan kaki dari sini" ucap bu Iren dan Pak Yoga, yang mencarikan kost untuk Fitri.

"Kost ini perbulannya 500 Fit, jadi uang saku kamu tinggal 2.500.000, perbulannya.  Gunakan itu, untuk keperluan kamu, dan mengerjakan tugas" ucap bu Iren menjelaskan.

Sebuah kamar yang terdiri dari satu tempat tidur, dan lemari itu memang tidak besar, tapi terlihat cukup nyaman.

Untuk kamar mandi dan dapur, ada di sudut gang, dari tempat kost itu.

Setiap lantainya terdiri dari 10 kamar, dengan 4 kamar mandi plus toilet, juga satu buah dapur.

Sang pemilik menunjukkan tata tertib untuk penghuni tempat kost nya, dan salah satunya adalah, tidak di perkenankan memasukkan laki-laki ke tempat kost.

Bu Irene tersenyum puas, karena ia merasa tenang sekarang. Telah mendapatkan tempat kost yang layak dan aman, untuk anak didiknya. 

"Semoga kamu betah ya Fit, kalau ada apa-apa, kamu bisa hubungi Ibu" ucap bu Iren, kemudian pamit, dan meninggalkan Fitri sendiri, di tempat kost nya.

Bersambung 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 34

    Waktu terus berlalu, Ustadz Ibrahim yang awalnya terus melakukan pendekatan pada Mayang, kini malah sedikit demi sedikit mulai menjauh.Padahal Rudi sudah mulai mengalah, karena ia merasa, mungkin Mayang akan lebih cocok bersama dengan Ustadz Ibrahim, yang alim itu.Semuanya berawal, kala itu ustad Ibrahim secara tidak sengaja, mendengar percakapan Mayang bersama sang ibu.Ustadz Ibrahim, yang ingin menjemput Raya bersekolah seperti biasanya, mendadak membeku di depan pintu rumah Bu Retno, saat dia secara tak sengaja, mendengar percakapan mereka."Aku ini tidak pantas untuk ustad Ibrahim Ibu..apalagi dulu aku pernah hamil di luar nikah dan menggugurkannya, bahkan juga sering berzina" ucap Mayang, saat sang ibu menanyakan tentang ustad Ibrahim, yang sering bertandang ke rumah mereka.Ustadz Ibrahim yang bersiap mengetuk pintu rumah itu, segera menurunkan tangannya, dan berbalik, bergegas pergi dari rumah Mayang.Sepanjang jalan menuju madrasah, pikirannya terus saja berkecamuk, dengan

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 33

    "Aku mohon Mayang, kembalilah kepadaku" mohon Mahmudi sore itu, saat Mayang bersiap untuk berangkat menuju kedai bakso, tempat dia bekerja sekarang, setelah tadi pulang sebentar, untuk melihat ibunya, dan menyiapkan peralatan sekolah Raya, untuk belajar mengaji di Madrasah.Raya tampak ketakutan, takut di bawa pergi oleh ayahnya, yang selama ini tak begitu dekat dengan nya."Kenapa Mas? harus berapa kali lagi, kamu menyakiti ku?? aku sudah capek Mas, terus-menerus di khianati, dan di bohongi sama kamu.Aku juga sudah lelah, dengan semua perlakuanmu, yang selalu merendahkan aku" jawab Mayang dengan suara yang bergetar, karena menahan emosi yang selama ini terpendam."Aku pikir, menikah dengan orang yang jauh lebih tua sepertikamu, bisa melindungi dan membuatku nyaman. Tapi nyatanya apa yang aku dapat selama ini??" ujar Mayang lagi, kemudian menyeka air matanya, dari pipi tirusnya. "Aku mohon sayang, kali ini Mas sungguh-sungguh" tahan Mahmudi, mencekal lengan Mayang erat."Lepas Mas!!

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 32

    Lima tahun telah berlalu....Desa Mekarsari kini menjadi lebih ramai, apalagi saat Abdul mendirikan sebuah Madrasah, tempat sekolah mengaji setiap sore di desa itu. Hal itu di sambut dengan sangat antusias oleh warga.Dengan menggandeng para pemuda dan tokoh agama, sekolah itu sudah berjalan selama kurang lebih 3 tahun lamanya.Muridnya yang awalnya hanya puluhan orang, kini sudah menjadi ratusan, karena dari desa-desa tetangga, juga banyak yang belajar mengaji di situ.Letaknya yang ada di sebelah rumah bu Siti, menjadikan rumah itu tak pernah sepi setiap harinya. Apalagi Abdul juga membuka cabang baksonya yang entah ke berapa, di dekat Madrasah nya itu.Fitri pun sekarang juga tengah hamil anak yang kedua, setelah Salman putra sulungnya berusia 4 tahun."Sayang, jangan terlalu lelah, ingat kandunganmu" peringat Abdul, saat istrinya itu masih saja membuat adonan kue-kue donat, yang akan ia bagikan untuk anak-anak mengaji nanti, di bantu oleh beberapa tetangga. "Aku kan cuma tunjuk

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 31

    "Selamat datang kembali di desa ini bu Siti" ucap para tetangga, sambil memeluk bergantian, berharap juga bisa mendapatkan keberkahan, dari para tamu Allah, yang baru kembali. Cukup lama para warga bercengkerama, mendengarkan cerita bu Siti, selama menjadi tamu Allah, dan berkunjung ke tempat-tempat bersejarah. Semuanya larut dalam ceritanya, bahkan ada yang sampai meneteskan air mata, karena juga ingin, bisa segera mendapat panggilan, supaya bisa segera berangkat ke Baitullah. Di penghujung acara, setelah semua para tamu mendapatkan makan, dan juga mencicipi air Zamzam, walau hanya sedikit, bu Siti meminta Abdul, untuk melantunkan doa, supaya semua yang hadir, juga bisa segera berangkat.Abdul kemudian membacakan doa, yang segera di amini oleh hadirin.Selesai doa, Yu Karsiyem dan kawan-kawan nya, di mintai tolong, untuk membagikan oleh-oleh, yang telah disiapkan, berupa sajadah, tasbih, dan minyak wangi. Dengan cekatan, oleh-oleh yang sudah di siapkan pun di bagikan kepada selur

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 30

    Keberangkatan bu Siti dan anak menantunya, juga besannya, di iringi oleh para warga, yang juga hadir, untuk ikut doa bersama. Semua warga, mendoakan yang terbaik. Agar senantiasa selamat sampai tujuan, hingga kembali lagi ke rumah.Sebelum berangkat, tak lupa bu Siti menitipkan rumahnya kepada para tetangganya. Supaya tidak kosong dan sepi.******Dua minggu telah berlalu, pak Suryo dan Juminten, tengah cemas, menunggu pembagian keuntungan, yang telah di janjikan oleh pihak investasi. "Mas, kok belum cair-cair ya" ucap Juminten, sambil terus memeriksa ponselnya.Pak Suryo hanya diam, tak menyahut, karena pikirannya saat ini juga sedang kalut.Bagaimana tidak, uang di tangannya sudah semakin menipis, sawahnya juga sudah habis ia jual, menuruti perkataan Juminten, dan uangnya semua dia investasikan. Juminten tampak resah, sambil terus mengusap perutnya yang sudah membesar, karena sudah memasuki masa melahirkan. Di saat mereka tengah menunggu pembagian hasil itu, bu Retno datang ke r

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 29

    Mahmudi meraup wajahnya kasar. Dia benar-benar merasa tertipu oleh Juragan Suryo. Karena waktu itu, katanya masih gadis, nyatanya sudah tak ber segel.Mau di kembalikan, sayang. Untung saja Mayang cantik, andai biasa saja, tentunya ia akan langsung minta ganti rugi, dan mengembalikannya."Ya sudah lah, mau bagaimana lagi, sekarang kamu harus selalu patuh pada perintahku!! supaya tidak rugi, aku sudah membayar maharmu dengan sangat mahal!!" ucap Mahmudi, kemudian melanjutkan aksinya lagi, dengan kasar.Tak di perdulikannya Mayang yang menangis kesakitan, dia benar-benar merasa sangat jengkel, karena sudah di tipu oleh ayah mertuanya. Semalaman Mayang di paksa nya, untuk terus melayaninya, tanpa mengenal belas kasihan, pada istri yang baru ia nikahi itu.***"Mana istrimu Di?? pagi-pagi kok belum keluar dari kamar?!!" decak bu Susan tampak kesal."Masih tidur tuh, di kamar" jawab Mahmudi, sambil membuat kopi di dapur.Bu Susan benar-benar murka melihat ini, sudah bayar mahar mahal, te

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status