Ini adalah kisah Sabrina Hasanati, seorang janda muda beranak satu, yang dilamar oleh dua orang pengusaha. Sabrina terombang-ambing di antara tiga pilihan: hidup mewah dengan menjadi istri kedua, menikah dengan perjaka tetapi mendapat stigma buruk dari masyarakat, atau tetap berjuang sekuat tenaga untuk menjadi ibu tunggal meski selalu dibayangi kemiskinan. Ke mana jalan takdir akan menuntunnya?
View More"Kedatangan saya kemari karena diutus oleh Haji Muklis. Beliau bermaksud meminang Ibu Sabrina sebagai ... ehm, istri kedua," kata seorang laki-laki berperawakan kurus setelah memperkenalkan diri.
Perempuan yang umurnya belum genap 26 tahun itu kaget bukan main. Baru saja masa iddahnya selesai, orang paling kaya di daerahnya tersebut sudah berani melamar. Konon, istrinya sudah sakit-sakitan dan tak sanggup melaksanakan kewajiban.Sabrina duduk dengan gelisah. Menolak pinangan pengusaha sembako tersebut tentu akan membuatnya dicap sebagai perempuan tak tahu diri. Pak Muklis dikenal sebagai sosok terpandang dan dermawan. Namun, menerimanya begitu saja juga bukanlah keputusan yang bijak. Dia masih sangat mencintai suaminya. Lagipula, dia juga memikirkan perasaan Bu Muklis."Sebelumnya terima kasih atas niatan baik tersebut. Hanya saja ...." Sabrina menggantung ucapannya."Haji Muklis bilang, tidak perlu dijawab sekarang. Saya bisa kembali ke sini tiga hari lagi," sahutnya sambil berdiri, bersiap untuk pamit.Sabrina mengantarkan tamunya sampai ke teras. Sebelum menaiki motornya, laki-laki itu kembali menengok sambil berkata,"Tolong dipertimbangkan baik-baik. Anak Ibu masih kecil, pasti butuh figur seorang ayah. Kehidupan Ibu akan terjamin jika menikah dengannya."Setelah mengucap salam, laki-laki itu menyalakan mesin lalu melajukan motornya meninggalkan pekarangan.Sabrina tidak lekas masuk karena dari kejauhan, dia melihat anaknya mengayuh sepeda dengan riang menuju rumah. Senyumnya terkembang tatkala Alifa, anak berusia empat tahun itu, memarkirkan sepeda di samping pot bunga."Sudah pulang, Nak?""Iya, Ma. Kata Om Baik, mainnya jangan jauh-jauh. Ya udah, deh, aku pulang aja," jawabnya sambil mengeluarkan es krim dari kantong plastik."Om Baik?" Sabrina mengernyit karena tidak tahu siapa laki-laki yang dimaksud anaknya tersebut. "Yang kasih es krim juga Om Baik?"Gadis itu mengangguk dengan mulut yang sudah belepotan oleh cokelat.Aneh sekali. Sejak lahir, Alifa tinggal di lingkungan tersebut. Jika ada laki-laki yang mengenalnya dan tahu rumahnya, bukankah seharusnya Alifa juga tahu siapa namanya? Panggilan 'Om Baik' itu seolah-olah menunjukkan bahwa mereka baru kali ini bertemu."Ma, nanti sore aku boleh ke masjid? Kata Kak Yumna, mulai hari ini ada guru mengaji baru. Semua anak boleh ikutan."Suara Alifa membuyarkan lamunannya. Dia kembali memusatkan perhatian kepada sang buah hati."Boleh, Sayang. Kalau gitu, cepat habiskan es krimnya terus mandi. Nanti Mama antar ke masjid.""Tapi, Ma ...."Alifa terlihat ragu-ragu melanjutkan ucapannya. Sabrina mengerutkan kening dan bertanya apa yang sedang dipikirkan oleh putrinya tersebut."Kerudung temenku bagus-bagus, Ma. Bajunya juga baru. Aku mau punya kerudung kayak gitu."Sabrina menelan ludah. Jangankan membeli baju dan kerudung baru, untuk makan sehari-hari saja Sabrina harus mengencangkan ikat pinggang. Dia hanya ibu rumah tangga biasa yang tidak bekerja. Ketika sang suami berpulang, perekonomiannya pun terguncang."Begini saja, Sayang. Hari ini kamu pakai baju yang ada dulu. Nanti malam, Mama jahitkan baju dan kerudung. Spesial buat Alifa karena enggak akan ada yang nyamain."Mata gadis itu berbinar. Dia mengangguk senang dan berceloteh sudah tidak sabar ingin melihat seperti apa baju buatan ibunya.Setelah es krimnya tandas, Alifa bergegas mandi. Sabrina membongkar tumpukan baju di lemari. Namun, yang dia temukan hanya baju-baju lusuh yang berbau apak. Hal itu membuat dadanya sesak.Sabrina kembali teringat ucapan utusan Pak Muklis. Benar, Alifa masih kecil dan butuh figur seorang ayah. Mereka butuh sosok tulang punggung untuk mencukupi kebutuhan. Namun, benarkah caranya jika harus menjadi istri kedua?Sabrina menggeleng keras untuk menghalau pikiran yang tidak-tidak. Mulai saat itu, dia bertekad untuk menjadi ibu yang kuat. Dia tidak mau mengemis dengan menjadi madu hanya karena desakan ekonomi.Alifa memasuki kamar setelah mandi. Sebuah setelan gamis dan kerudung merah muda sudah disiapkan oleh Sabrina. Meski tidak baru, baju itu terlihat cocok dengan kulit putih Alifa.Anak dan ibu itu berangkat ke masjid saat jam dinding menunjukkan pukul setengah empat sore. Sepanjang perjalanan, Sabrina bukannya tidak tahu kalau dia jadi bahan omongan tetangga. Dia hanya pura-pura cuek meski hatinya terluka.Banyak tetangga yang menggunjing Sabrina sebab dia sangat cantik dan masih muda. Setelah menyandang status janda, beberapa tetangga lelaki terang-terangan menunjukkan ketertarikan kepadanya. Para ibu takut jika wanita itu nantinya menjadi pelakor yang akan merusak rumah tangga mereka.Suasana masjid sudah cukup ramai saat Alifa dan Sabrina tiba. Beberapa anak perempuan mengerubuti Alifa karena itu adalah hari pertamanya ikut TPA. Sabrina terharu karena di antara orang-orang yang membenci, masih ada anak-anak berhati murni yang bersedia menerima Alifa tanpa membedakan latar belakang keluarga.Riuh rendah anak-anak berganti hening saat terdengar suara seseorang berseru cukup kencang."Anak-anak, kita mulai ngajinya, yuk!"Semuanya menoleh ke arah sumber suara."Lho ... itu, kan, Om-om baik yang kemarin beliin Alifa es krim. Jadi dia guru ngajinya, Ma?" celetuk Alifa.Karena terdorong rasa penasaran, Sabrina menoleh juga. Ibu-ibu lainnya terperangah menatap seorang lelaki tampan berpeci hitam. Dengan cepat, Sabrina membuat kesimpulan bahwa Om Baik adalah guru mengaji yang baru. Namun, siapakah dia sebenarnya?[2 tahun kemudian] "Saya terima nikah dan kawinnya Sabrina Hasanati binti Jaya Sentosa dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!"Begitu tenang dan lantang Adam mengucap kalimat tersebut dalam satu tarikan napas."Bagaimana para saksi? Sah?""Sah!" Para saksi menjawab serentak.Sabrina dan Adam mengembuskan napas lega. Doa-doa melangit, berbaur dengan tumpahan air mata haru dan suka cita.Kini, Adam dan Sabrina duduk bak raja dan ratu sehari di pelaminan. Mereka senantiasa menebar senyum kepada para tamu undangan yang turut berbahagia.Dahulu, hanya butuh waktu satu minggu bagi Adam untuk jatuh hati kepada Sabrina. Butuh tiga bulan untuk menyatakan niat baik dan berujung mendapat penolakan halus dari janda beranak satu tersebut. Namun, jalan hidup memang tidak dapat ditebak.Sempat hendak menikahi Sofia, takdir ternyata membawa acara akad mereka bubar sebelum mulai. Adam dan Bu Ami sampai harus pindah rumah karena malu dibicarakan tetangga terus-menerus.Namun, siapa sangka, ada hikma
Sabrina menajamkan pendengaran agar segera tahu ketika sewaktu-waktu ada mobil berhenti di depan rumah. Perasaannya senang bercampur harap-harap cemas. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Sabrina akhirnya akan memiliki sepeda motor lagi. Memang bukan sepeda motor keluaran terbaru. Bukan pula yang harganya puluhan juta. Yang dia beli hanyalah motor bekas seharga 6,5 juta saja. Yang membuatnya istimewa, motor itu dibeli dari hasil keringatnya sendiri. Bagi Sabrina yang sejak kecil akrab dengan kemiskinan, membeli motor tanpa mencicil adalah sebentuk pencapaian yang patut dirayakan. Adam yang membantunya mendapatkan motor tersebut. Setelah bertemu secara tidak sengaja di acara bazaar, mereka cukup intens berkomunikasi. Kebetulan dealer Adam memang melayani jual beli motor bekas sehingga dia bisa memilihkan yang kondisi mesinnya masih bagus dan harganya terjangkau. Yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Sebuah mobil bak terbuka merapat di halaman rumah Pak Jaya. Sepeda motor berw
Jam masih menunjukkan pukul delapan pagi, tetapi matahari di langit Tangerang sudah bersinar amat terang. Sabrina mengelap keringat di dahi dengan ujung jilbab. Sesekali, dia melambaikan tangan ke arah Alifa yang berada dalam barisan gerak jalan. Acara jalan sehat itu merupakan kegiatan tahunan yang rutin digelar oleh Pemda setempat untuk memperingati hari jadi kota mereka. Sekolah Alifa tidak ketinggalan untuk berpartisipasi. Namun, karena masih usia TK, orang tua murid diminta turut serta hadir. Selagi menunggu Alifa selesai parade, Sabrina melihat-lihat stand yang berjajar di sepanjang tepi jalan. Ada satu stand yang sudah dia incar semenjak tiba di alun-alun kota tersebut. "Mas, yang ini harganya berapa, ya?" Sabrina menunjuk sebuah motor matic berwarna biru dan putih dengan bodi lebar.Itu adalah satu-satunya stand yang menjual motor second. Dilihat dari kondisi tampilan luar, motor yang dilirik Sabrina sepertinya masih sangat bagus. Sabrina merasa perlu membeli motor untuk ke
Adam turun dari motor dan mengambil bungkusan martabak yang tergantung di cantolan depan. Malam itu, Bu Ami bilang ingin menonton film sambil ngemil.Seporsi martabak manis dengan topping kacang, cokelat, keju, dan wijen itu ditaruh dalam piring buah. Permukaannya masih mengepulkan uap panas. Aromanya yang harum makin menggugah selera."Silakan menikmati martabaknya, Bunda Ratu," seloroh Adam ketika menyajikan makanan itu di meja.Bu Ami yang baru mulai memutar film hanya terkekeh mendengarnya."Kamu nggak ikutan nonton?" tanya Bu Ami begitu melihat Adam berdiri lagi. Bibirnya sedikit cemberut.Tadinya Adam ingin kembali ke kamar untuk mendesain pamflet, tetapi kemudian dia tidak tega membiarkan mamanya menonton sendirian. Karena itu, dia memutuskan untuk bekerja sambil tetap menemani Bu Ami."Saya ambil laptop sebentar ya, Ma."Bu Ami mengangguk senang. Sebenarnya dia merasa kesepian sejak pindah ke rumah baru. Selain lingkungannya lebih sepi, di rumah juga tidak ada pembantu yang bi
Nuansa haru yang sempat tercipta karena Sabrina hendak merantau menjadi TKW mendadak buyar. Sabrina menyusut air mata. Bu Retno sontak berdiri dan menghampiri dua lelaki yang berdiri di ambang pintu. "Pak Muklis?" Sapaannya lebih terdengar seperti pertanyaan. Bu Retno sampai melebarkan mata dan mencondongkan badan saking tidak percaya bahwa sosok yang berdiri di hadapannya adalah Pak Muklis. Ya, dia adalah juragan sembako yang pernah sangat ingin menikahi Sabrina. Sabrina menelan ludah. Jantungnya berdetak lebih cepat. Ada perasaan takut dan cemas yang diam-diam menelusup di hatinya. Bagaimanapun, urusannya dengan Pak Muklis tidak pernah menyenangkan. "Maaf, Bu, boleh kami masuk?" Kali ini yang bertanya adalah sopir Pak Muklis. "Oh, iya ... bo--boleh. Silakan, Pak." Wanita itu menepi agar tamunya masuk. Sabrina menuntun Alifa, hendak menghindari pertemuan itu dengan alasan ingin menjaga warung. Namun, Pak Muklis menahannya. "Mbak Sabrina boleh di sini sebentar? Saya ada perlu.
"Izinkan aku merantau ke luar negeri." Sabrina mengucapkannya dengan mata berkaca-kaca.Di satu sisi, dia tidak tega meninggalkan anak dan orang tuanya di Indonesia. Selain rindu, dia juga pasti akan lebih sering mengkhawatirkan kondisi kesehatan mereka.Namun, utang nyaris seratus juta ke Adam bukanlah perkara sepele. Jika dia hanya mampu mencicil 500 ribu per bulan, dia butuh waktu selama 16 tahun untuk melunasi seluruh utang tersebut.Dalam kurun waktu 16 tahun itu, pasti akan banyak hal yang berubah. Orang tuanya akan makin berumur. Alifa pun harus bersekolah di SD, SMP, hingga SMA yang pastinya butuh biaya lebih besar. Sabrina juga bercita-cita ingin menguliahkan putri semata wayangnya.Lebih dari itu semua, siapa yang menjamin dirinya masih ada umur? Alangkah sedihnya jika membawa utang hingga liang lahat. Maka, merantau menjadi TKW menjadi pilihan yang paling mungkin Sabrina ambil."Kalau kamu pergi, Alifa gimana, Sab?" tanya Bu Retno hati-hati. Dia paham betul kegelisahan anak
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments