Vanya membuka handphonenya dan membaca pesan dari Mama yang mengatakan bahwa Mama baru saja tiba di rumah siang ini.
"Mama kok gak angkat telpon ya," ucap Vanya sambil memandangi layar handphonenya yang masih dalam posisi melakukan panggilan keluar. Tak ada jawaban dari Mama, Vanya memutuskan untuk mampir ke rumah Mama sepulang kerja. Nanti pulang kerja, aku mau mampir ke rumah Mama. Isi pesan yang Vanya kirimkan kepada Charles dan langsung mendapat persetujuan dari Charles, suaminya. Vanya kemudian kembali ke meja kerjanya, menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat agar bisa pulang tepat waktu. Hari ini memang tidak banyak nasabah yang datang, namun berkas yang harus diinput masih lumayan banyak. Mengingat sudah memasuki pertengahan bulan, Vanya tak mau menunda pekerjaan yang nanti malah membuatnya harus lembur. "Kamu gak mau?" tanya Tyas pada Vanya sambil menunjukkan martabak yang di pegangnya. "Mau, tapi nanggung nih," sahut Vanya sembari menoleh pada Tyas kemudian mengembalikan pandangan pada layar komputer. Masih ada dua berkas lagi yang harus diinputnya, agar bisa langsung pulang. Berkas yang menumpuk di mejanya, seger ia bereskan dan simpannya di lemari yang ada di ujung ruangan. Ia me logout usernya kemudian berjalan menuju meja Tyas, tempat martabak itu berada. "Sudah selesai?" "Sudah barusan," sahut Vanya. Ia mengambil beberapa potong martabak dan menikmatinya, sembari menunggu Priska keluar dari ruangan Pak Tri. Vanya membuka aplikasi transportasi onlinenya kemudian mengatur alamat rumah serta alamat kantor sebagai lokasi penjemputan dan lokasi pengantaran. Begitu Priska datang, Vanya langsung meminta izin untuk pulang terlebih dahulu. Sebenarnya sih ini memang sudah jam pulang, namun di unit mereka masih dalam posisi lengkap, belum ada yang pulang. Vanya merasa tak enak kalau harus pulang begitu saja tanpa meminta izin dari teman seunitnya yang lain. "Makasih ya, Mbak," ucap Vanya yang dibalas dengan anggukkan kepala Priska. "Aku duluan ya," pamit Vanya lagi sambil memandang Tyas dan beberapa temannya secara bergantian. Ia kemudian menuju mejanya, guna mematikan komputer dan mengambil tasnya. Saat melewati ruangan Pak Tri, Vanya pamit pulang dengan memberikan isyarat dari mulutnya, sebab ada beberapa orang tamu di ruangan atasannya itu. Vanya membalas pesan cepat dari driver taksi online itu saat menuruni tangga. *** "Mama." Vanya setengah berlari dan memeluk Mama. Rindu sekali. Sejak menikah, ini pertama kalinya ia bertemu dengan Mama. "Lama banget sih di rumah Bang Yuda," ucapnya dengan suara sedikit parau dan mata berkaca-kaca. Vanya benar-benar rindu dengan Mama sampai-sampai ia enggan melepas pelukannya. "Sekali-sekali dong. Lagian kamu kan sudah menikah, sudah diboyong sama suami," sahut Mama. Vanya melepas pelukannya dan menggandeng tangan Mama masuk ke dalam rumah. "Mama tadi di telepon kenapa gak ngangkat?" tanya Vanya. "Mama langsung beres-beres terus masak. Mana sempet buka handphone lagi," jawab Mama yang kemudian berdiri dan berjalan menuju dapur. Hidung Vanya menghirup aroma yummy yang datang dari arah dapur. Sekejap, ia melangkahkan ke dapur dan melihat apa yang sedang dimasak Mama. "Wow, Mama masak gulai ayam kampung!" seru Vanya setibanya di dapur. Aroma gurih bercampur bau khas rempah-rempah memenuhi seisi ruangan dapur. "Iya, lagi pengen," sahut Mama. Padahal sih, Mama lagi kangen sama Vanya makanya masak makanan kesukaan anaknya itu untuk mengobati sedikit rasa kangennya. "Gimana kabar suami dan anak kamu? Mertua kamu? Semua sehat-sehat kan?" tanya Mama seraya mematikan kompor. "Sehat semua, Ma. Bang Yuda sekeluarga, sehat juga kan?" "Sehat. Salam dari mereka," jawab Mama sambil berjalan menuju lemari piring dan mengambil mangkuk untuk memindahkan gulai ayam kampung tadi baru masak. Vanya mengambil dua piring dan meletakkan di atas meja makan, sementara Mama mencuci timun dan selada. "Kalau Mama pindah ke Bandung gimana? Kemarin sebelum pulang, Yuda sama Nadia bilang gitu." "Hahh … jangan dong, Ma! Gimana nanti Vanya kalau kangen Mama!" seru Vanya tak terima. TOK TOK TOK "Siapa, Ma?" "Ya kamu lihat dulu ke depan, baru tahu siapa ya datang," jawab Mama. "Tapi Mama jangan pindah ke Bandung ya," ucap Vanya memastikan lagi. "Iya, iya." "Janji ya," ucap Vanya lagi. "Buka pintunya dulu sana, kasihan orangnya di depan pintu nungguin lama," perintah Mama. Vanya memundurkan kursinya dan bergegas menuju pintu depan. “Charles” gumamnya saat melihatnya di depan pintu. "Gak boleh masuk nih?" tanya Charles saat ia tak kunjung diperbolehkan masuk. "Ya ampun Vanya, kenapa gak langsung suruh masuk aja Papanya Charlos, malah berdiri di depan pintu," ujar Mama mengejutkan dari belakangnya. Charles melenggang masuk dan menghampiri Mama Mertuanya itu. "Sehat kan, Ma?" tanya Charles selesai mencium tangan Mama. "Iya. Ayo kita makan dulu." ajak Mama pada Charles. Vanya mengikuti mereka di belakang sambil memanyunkan sedikit bibirnya. Baru saja mendaratkan bokong di kursi, Vanya langsung mendapat teguran dari Mama karena belum menyiapkan piring makan dan juga gelas minum untuk Charles. Melihat ekspresi Vanya yang mendapat teguran dari Mama, Charles tersenyum simpul. Merasa menang karena dibela oleh mertuanya. "Disendokin dong Vanya, sekalian sama lauknya," ucap Mama lagi yang membuat Vanya sedikit keki. "Dimakan ya. Apa adanya, soalnya Mama baru saja pulang dari Bandung. Jadi gak sempet mau masak-masak." "Iya, Ma. Makan ini aja sudah enak kok," jawab Charles. Selesai makan, Mama mengajak Charles ke ruang tamu sementara Vanya membereskan meja makan dan mencuci piring. "Gimana kerjaan kamu? Mama lihat di berita, suasana kayaknya lagi gak kondusif. Ada beberapa teror di rumah ibadah, Mama jadi takut. Kamu kalau lagi kerja hati-hati ya, apalagi kalau kamu tugas di luar kantor," ucap Mama membuka percakapan. "Iya, Ma. Sekarang kita lagi status siaga. Semoga saja pelaku dan jaringannya cepat tertangkap." Charles dan Mama mengamininya. Vanya datang dari arah dapur kemudian duduk di seberang Charles. Dengan sedikit berat hati, Vanya pamit pulang pada Mama. Sebenarnya masih ingin lama-lama disini, tapi mengingat sudah lewat jam setengah tujuh dan Vanya tak enak dengan Erin di rumah, mereka berdua akhirnya pulang. "Lain kali, kalau kalian kesini jangan lupa untuk ajak Charlos, cucu Mama ya," ujar Mama sambil mengantar mereka ke dalam mobil. "Hati-hati di jalan ya," ucap Mama seraya melambaikan tangan dan melihat mobil Charles hilang di ujung jalan. Di dalam mobil, sementara menunggu lampu berubah menjadi hijau, keisengan Charles muncul. "Kamu gak dengar omongan Mama tadi?" "Omongan apa?" tanya Vanya balik sambil tetap menatap layar handphonenya, berselancar di dunia maya. "Di suruh bawa cucu," "Ya, lain kali kita bawa aja. Hari ini tadi kan mendadak." "Jadi kapan? Malam ini?" tanya Charles lagi sambil menekan pelan pedal gas saat lampu berubah menjadi hijau. "Apa sih? Malam ini gimana, kita baru aja pulang dari rumah Mama. Kamu aneh-aneh aja deh." Vanya memandang Charles dengan kening berkerut tak mengerti. "Tadi kata kamu iya. Tapi malam ini gak mau," "Aku gak ngerti kamu ngomong apa. Kata Mama kan disuruh bawa cucu, cucunya kan Charlos. Terus …" Vanya memukul pergelangan tangan Charles setelah paham maksud dari pembicaraan ini. "Maaf ya. Kamu belum beruntung malam ini!" seru Vanya yang dibarengi dengan senyum kecut Charles.Pencarian hari ketiga, akhirnya membuahkan hasil. Setelah sebelumnya, Charles menyerahkan foto diri orang yang menipu keluarganya, Charles mendapatkan kabar, bahwa orang yang diduga mirip dengan ciri-ciri yang dicari, terlihat di salah satu rumah makan di daerah Bandung siang ini. Setelah mendapatkan izin dari atasannya. Charles dan seorang temannya meluncur ke sana.Aku ke Bandung dulu. Ada yang diurus. Nanti Sandra yang jemput, karena aku mungkin pulang tengah malam.Isi pesan yang dikirim Charles pada Vanya. Sepertinya semesta mendukung rencana Charles untuk memburu tukang tipu itu. Setibanya di Bandung, Charles langsung menuju ke sebuah rumah kontrakan tempat orang itu berada, sebelumnya Charles telah minta tolong pada temannya di salah satu polsek di daerah Bandung untuk mengikuti kemana orang itu pergi. Charles memarkir jauh mobilnya, kemudian berjalan menuju rumah yang dimakasud."Mana?" tanya Charles pada temannya yang telah lebih dulu menunggu tak jauh
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Vanya hanya diam. Sedari tadi ia terus memegang perutnya dengan posisi sedikit membungkuk. Ini dilakukannya agar sakit datang bulannya sedikit berkurang. Sudah lama ia tidak merasakan sakit yang lumayan menyiksa seperti ini."Kamu sakit? Wajah kamu pucat? Sudah makan?" tanya Charles bertubi-tubi. Vanya mengangkat wajahnya dan tersenyum kecut. "Aku baik-baik aja," ucapnya dengan nada tertahan."Kalau baik-baik aja, kenapa sampai pucat kayak gitu?""Sakitnya udah biasa. Setiap bulan pasti kaya gini. Masalah wanita.""Tapi selama kita sama-sama, baru kali ini aku lihat kamu sakit sampai pucat kayak gini," ucap Charles lagi. Vanya tak menjawab, berharap Charles berhenti menanyainya. Karena gerakan bibir saat menjawab setiap pertanyaan dari Charles, menambah rasa nyeri di perutnya."Kalau gitu, sekarang kita ke dokter. Kita periksa. Supaya jelas kamu ada riwayat sakit apa. Aku gak mau kamu kaya Kirana dulu yang punya kista di
Pagi ini Vanya bangun karena suara tangisan Charlos. Ia meraba sampingnya dan tak merasakan keberadaan Charlos. Ia beranjak dari ranjang dan menggendong Charlos, keluar dari box bayinya."Sshhh sshhhh shhhhh," Vanya coba menenangkan Charlos. Ia melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul lima pagi. Di balik selimut Charles juga masih terlelap tidur. Setelah Charlos tenang dan kembali tidur, dengan perlahan ia meletakkan Charlos ke dalam box bayinya. Vanya mencuci muka, menyikat gigi, dan merapikan rambutnya, sebelum keluar dari kamar.Hannya mereka bertiga yang ada di rumah. Paling tidak, ia harus menyiapkan sarapan untuk Charles dan juga Charlos. Ia membuka kulkas dan melihat apa yang dapat dimasak pagi ini. Ia mengeluarkan ayam yang telah dibumbui dari dalam freezer dan mengeluarkan beberapa jenis sayuran. Sinar matahari mulai mengintip dari balik celah-celah jendela. Ia lalu mematikan kompor karena masakannya telah selesai. Tak perlu waktu lama untuk
"Lagi ngapain, Ma?" tanya Vanya di ujung telepon. Sabtu ini di habiskannya hanya di rumah saja, dengan Charlos dan tentunya, Erin, ibu mertuanya. Seperti biasa, Frans ada di kantor sementara Sandra masih sibuk dengan urusan skripsinya. "Lagi siap-siap mau pergi acara bulanan sama Tante Lusi," sahut Mama dengan loudspeaker handphone yang menyala karena tangannya masih sibuk melukis wajah."Di jemput sama Tante Lusi?""Iya, Sayang. Mama sih pengen kursus nyetir supaya bisa bawa mobil, sayang kan mobil di rumah nganggur. Atau kamu bawa aja mobilnya ke sana," ucap Mama yang kini tangan dan matanya serius menatap kaca, fokus menggambar alis."Mama ih, mobilnya biarin aja disana.""Ya udah, nanti kamu cariin Mama tempat kursus ya," ucap Mama sambil membereskan beberapa peralatan make upnya."Oke, Ma. Ya sudah Mama hati-hati ya, Vanya tutup teleponnya ya," ucap Vanya.Ia kemudian duduk melantai di dekat Charlos, menemaninyaa bermain."Ami, Ami, mobil, mobil
Sikap Vanya kini mulai melunak. Seperti hari ini, Vanya menuruti kemauan Charles saat ia mengajaknya pergi untuk sekedar makan es krim dengan varian yang berbeda di salah satu kedai es krim, setelah pulang bekerja. Laporan yang diminta atasannya untuk diserahkan pukul lima sore, telah selesai dikerjakan Charles dari pukul setengah empat dan siap untuk diantar sekarang. Ia membereskan mejanya dan menyimpan laptopnya di laci."Permisi, Pak," ucap Charles seraya mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan atasannya setelah dipersilahkan."Baru jam berapa ini?" atasannya melirik jam di tangan kirinya sewaktu Charles meletakkan map berwarna coklat berisi laporan yang dimintanya. Charles nyengir mendengar perkataan atasannya itu."Oh, malam jumat ya," goda atasannya lagi yang membuat Charles malu."Tahu aja, Bapak," jawabnya. Padahal sih mau malam apapun bahkan malam jumat sekalipun gak ngaruh sama dia.Asyik membahas beberapa kasus dengan atasannya, tiba-tiba istri atas
Memasuki usia Charlos yang ke delapan belas bulan alias satu setengah tahun, Charlos dijadwalkan akan imunisasi. Sebelumnya Erin telah mendapatkan pesan konfirmasi dari bagian admin dokter anak di salah satu klinik di Jakarta. Hari sabtu jam empat sore. Erin, Vanya, dan Charlos sudah siap tinggal berangkat, saat Charles tiba-tiba datang dan mengatakan siap untuk mengantarkan mereka."Sebentar Charles ganti baju ya, Ma," ucap Charles sambil masuk ke dalam kamar.Sepuluh menit kemudian, Charles telah siap, mengenakan celana jeans dan kaos hitam lengkap dengan sepatu sneakers nya. Ia terlihat sangat mempesona."Charlos sama Ami di depan ya," ucap Erin sambil memberikan Charlos pada Vanya, dan ia masuk duduk di kursi belakang. Vanya masuk dan memangku Charlos, sementara Charles mengemudikan mobil. Di tengah jalan, tiba-tiba Erin minta diturunkan di kantor Frans."Loh kenapa, Ma?" tanya Vanya.“Lagi bete sama Charles juga, Mama malah mau gak ikut” batin Vanya."Ma