Seperti beberapa hari yang lalu, hari ini Charles telah memberi tahu bahwa ia akan pulang larut malam lagi. Pamitnya masih seperti kemarin, melanjutkan penyelidikan kasus bom waktu itu. Padahal hari ini adalah hari pertama bagi Vanya ikut dalam acara keluarga Charles. Pertemuan keluarga hari ini disponsori oleh adiknya Frans yang bertempat di salah satu restoran di Jakarta. Setelah semuanya siap, mereka menaiki mobil Frans yang akan dikemudikan oleh Sandra.
Sebenarnya agak sedikit kecewa, karena Charles tak dapat bergabung dan menemani Vanya di acara keluarga yang perdana diikutinya. Tapi yang namanya tugas, gak mungkin ditinggalkan. Mereka memasuki restoran dan menuju ke bagian belakang, tempat acara akan berlangsung. Dari jauh, sudah terlihat keseruan. Musik yang terdengar sedikit nyaring, anak-anak kecil yang bermain lari-larian. "Silahkan," sambut tuan rumah saat Frans sekeluarga sampai. Setelah saling berjabat tangan, Erin mengajak Vanya duduk, sementara Frans menemui adiknya dan Sandra menemui sepupunya yang berkumpul di pinggir kolam ikan. Vanya terus memasang senyum di bibirnya sambil menjagai Charlos. Matanya sedikit menjelajah mengamati keluarga besar Charles yang tergolong keluarga berada semua. Ya, sangat terlihat jelas dari pakaian dan tas yang dikenakan. Belum lagi perhiasan yang tampak menyilaukan mata tersemat di hampir setiap anggota tubuh. Tidak hanya emas, namun juga berlian. Vanya yang sempat menolak gelang dan cincin yang diberikan Erin sebelum berangkat tadi, mengucap syukur di dalam hati. Paling enggak, penampilan dia gak malu-maluin mertuanya. Meski berada di antara orang-orang yang bisa dibilang kaya, namun yang Vanya lihat dan rasakan, mereka terlihat baik dan ramah, tak ada yang saling membanggakan harta benda. "Papanya Charlos kemana?" tanya seorang wanita seumuran Erin yang sebelumnya telah memperkenalkan diri sebagai Sinta, istri dari adiknya Frans selaku tuan rumah di acara ini. "Biasalah, Tante. Tugas negara. Tuntutan profesi," jawab Vanya sambil tersenyum. "Tante, seneng lo kamu mau ikut dan gabung ke acara ini," ucap Sinta yang dibalas dengan senyum Vanya. "Jadi kamu bisa kenal sama keluarga besar suami kamu. Sama sepupu dan keponakan dari suami kamu. Dari sebelum menikah, Charles itu paling rajin ikut acara keluarga kaya gini. Tapi semenjak menikah dengan Ki…." Sinta tidak meneruskan perkataannya karena Erin kembali dari kamar kecil. Sinta dan Erin kemudian saling berbincang, sementara Vanya tetap duduk manis di sana menjadi pendengar yang baik. “Tante Sinta mau bilang apa tadi ya” gumam Vanya dalam hati. Ia menjadi penasaran dengan kelanjutan cerita Sinta tadi. Setelah arisan dan makan malam selesai, beberapa anggota keluarga mulai berpamitan pulang, tak terkecuali Frans sekeluarga. "Makasih ya." Mereka saling pamit dan berjabat tangan seraya meninggalkan restoran itu. Setibanya di rumah, Vanya langsung membawa Charlos ke kamar dan membaringkannya di tempat tidur. Setelah mencuci tangan dan melepaskan perhiasan yang diberi oleh Erin, Vanya mengambil pakaian tidur dan mengganti baju Charlos. Dengan perlahan ia mengangkat Charlos dan meletakkannya di dalam box. Langkah kaki membawanya ke meja rias untuk menghapus make up di wajahnya. TOK TOK TOK Erin berdiri di depan pintu yang tak tertutup rapat itu. "Iya, Ma," kata Vanya sambil berdiri dan menghampiri Erin. Cincin dan gelang Erin sudah di pegangnya, siap di kembalikan. "Tadi Tante Sinta ngomong apa waktu Mama ke kamar kecil?" "Dia nanyain Charles, Ma. Terus dia juga bilang kalau senang Vanya ikut ke acara keluarga. Terus dia juga bilang …" sedikit ragu Vanya meneruskan ucapannya. "Bilang apa?" "Bilang kalau dulu sebelum nikah Charles rajin ikut acara keluarga, tapi semenjak nikah dengan. Tante Sinta gak nerusin omongannya Ma," ujar Vanya. Dalam hati sih berharap Erin yang melanjutkan omongan Tante Sinta. Erin tersenyum simpul. "Dari semua keluarga Papanya Charles, cuma Tante Sinta ini istrinya Om Niko, adik Papanya Charles yang sedikit rempong. Pada dasarnya sih, dia baik. Hanya kadang dia suka ngomongin kekurangan orang." "Kekurangan orang gimana, Ma?" "Mama tadi dengar kalian ngomong soal Charles, trus malah jadi ngomongin mendiang ibunya Charlos." " …" Vanya terdiam. "Setiap orang pasti ada kekurangan. Sama seperti mendiang ibunya Charlos. Selama pernikahan memang dia jarang ikut bergabung ke acara keluarga, selain karena ia masih agak canggung, dia juga harus banyak istirahat karena kehamilan Charlos waktu itu sangat lemah. Jadi tidak memungkinkan dia untuk selalu hadir di setiap acara keluarga. Mama harap Vanya dapat berpikir positifnya saja ya." Senyum Erin di akhir perkataannya. "Iya, Ma," jawab Vanya. Ia membuka tangannya dan memperlihatkan gelang dan cincin milik Erin yang hendak di kembalikannya. "Kamu simpan aja. Mama kasih buat kamu. Kamu mandi sana, Charles kayaknya udah pulang, ada suara mobil di depan." Erin keluar dari kamar dan menutup pintunya. Mendengar perkataan Erin tadi, secepat kilat Vanya menghapus sisa make up nya dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. *** Sekitar jam setengah empat, Vanya terbangun. Tak tahan ingin buang air kecil. Sekembalinya dari kamar mandi, Vanya kembali naik ke atas ranjang dan menarik selimutnya. Masih ada beberapa jam lagi untuk tidur sebelum pagi menjelang. Namun baru saja ingin memejamkan mata, tangan Charles mendarat sempurna di atas perutnya. Dengan pelan ia meminggirkan tangan Charles dan berusaha menjauh. Namun, entah sengaja atau tidak, atau memang Charles sedang berada di alam bawah sadarnya, dengan cepat Vanya telah berpindah ke dalam pelukan Charles. “Dia pikir aku guling kali ya” gumam Vanya berusaha melepaskan diri. Charles mempererat pelukannya, hingga membuat Vanya sulit bernafas dan terbatuk-batuk. “Apa dia mimpi nyekek orang ya” batin Vanya. Ia terbatuk-batuk kecil namun Charles tetap terlelap. Sebuah nama keluar dari mulut Charles membuat Vanya meronta sekuat tenaga mendorong tubuh kekar itu hingga menyebabkan Charles terbangun. "Kamu kenapa?" tanya Charles sambil mengucek-ngucek matanya. Vanya menghela nafas kasar. "Aku gak masalah kalau aku gak ada di dalam hati dan pikiran kamu, tapi setidaknya bisakah kamu menyimpan nama itu di dalam otakmu saja? Tak perlu kamu menyebutnya, apalagi saat kamu dengan seenaknya memeluk aku. Tanpa kamu sebut pun, aku sudah tahu kalau Kirana masih merajai perasaan kamu!" seru Vanya. Kalau saja ini sudah pagi, rasanya ia ingin langsung pergi saja ke kantor. Namun sayangnya ini masih pukul empat subuh. Ia tak bisa kemana-mana, sampai pagi menjelang, ia masih harus satu ranjang dengan Charles. Tak peduli dengan Charles, ia menarik habis selimut dengan kencang dan membelakangi Charles. “Aku tadi ngigau nama Kirana ya? Perasaan aku gak mimpi tentang dia. Kirana, tenang lah di sana. Aku dan Charlos baik-baik saja. Kamu tak perlu khawatir. Ibu sambungnya Charlos orang yang penuh kasih sayang” gumam Charles. Ia memandangi punggung Vanya sambil mengucap maaf di dalam hati. Tangannya meraih ujung-ujung selimut untuk menutupi tubuhnya.Pencarian hari ketiga, akhirnya membuahkan hasil. Setelah sebelumnya, Charles menyerahkan foto diri orang yang menipu keluarganya, Charles mendapatkan kabar, bahwa orang yang diduga mirip dengan ciri-ciri yang dicari, terlihat di salah satu rumah makan di daerah Bandung siang ini. Setelah mendapatkan izin dari atasannya. Charles dan seorang temannya meluncur ke sana.Aku ke Bandung dulu. Ada yang diurus. Nanti Sandra yang jemput, karena aku mungkin pulang tengah malam.Isi pesan yang dikirim Charles pada Vanya. Sepertinya semesta mendukung rencana Charles untuk memburu tukang tipu itu. Setibanya di Bandung, Charles langsung menuju ke sebuah rumah kontrakan tempat orang itu berada, sebelumnya Charles telah minta tolong pada temannya di salah satu polsek di daerah Bandung untuk mengikuti kemana orang itu pergi. Charles memarkir jauh mobilnya, kemudian berjalan menuju rumah yang dimakasud."Mana?" tanya Charles pada temannya yang telah lebih dulu menunggu tak jauh
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Vanya hanya diam. Sedari tadi ia terus memegang perutnya dengan posisi sedikit membungkuk. Ini dilakukannya agar sakit datang bulannya sedikit berkurang. Sudah lama ia tidak merasakan sakit yang lumayan menyiksa seperti ini."Kamu sakit? Wajah kamu pucat? Sudah makan?" tanya Charles bertubi-tubi. Vanya mengangkat wajahnya dan tersenyum kecut. "Aku baik-baik aja," ucapnya dengan nada tertahan."Kalau baik-baik aja, kenapa sampai pucat kayak gitu?""Sakitnya udah biasa. Setiap bulan pasti kaya gini. Masalah wanita.""Tapi selama kita sama-sama, baru kali ini aku lihat kamu sakit sampai pucat kayak gini," ucap Charles lagi. Vanya tak menjawab, berharap Charles berhenti menanyainya. Karena gerakan bibir saat menjawab setiap pertanyaan dari Charles, menambah rasa nyeri di perutnya."Kalau gitu, sekarang kita ke dokter. Kita periksa. Supaya jelas kamu ada riwayat sakit apa. Aku gak mau kamu kaya Kirana dulu yang punya kista di
Pagi ini Vanya bangun karena suara tangisan Charlos. Ia meraba sampingnya dan tak merasakan keberadaan Charlos. Ia beranjak dari ranjang dan menggendong Charlos, keluar dari box bayinya."Sshhh sshhhh shhhhh," Vanya coba menenangkan Charlos. Ia melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul lima pagi. Di balik selimut Charles juga masih terlelap tidur. Setelah Charlos tenang dan kembali tidur, dengan perlahan ia meletakkan Charlos ke dalam box bayinya. Vanya mencuci muka, menyikat gigi, dan merapikan rambutnya, sebelum keluar dari kamar.Hannya mereka bertiga yang ada di rumah. Paling tidak, ia harus menyiapkan sarapan untuk Charles dan juga Charlos. Ia membuka kulkas dan melihat apa yang dapat dimasak pagi ini. Ia mengeluarkan ayam yang telah dibumbui dari dalam freezer dan mengeluarkan beberapa jenis sayuran. Sinar matahari mulai mengintip dari balik celah-celah jendela. Ia lalu mematikan kompor karena masakannya telah selesai. Tak perlu waktu lama untuk
"Lagi ngapain, Ma?" tanya Vanya di ujung telepon. Sabtu ini di habiskannya hanya di rumah saja, dengan Charlos dan tentunya, Erin, ibu mertuanya. Seperti biasa, Frans ada di kantor sementara Sandra masih sibuk dengan urusan skripsinya. "Lagi siap-siap mau pergi acara bulanan sama Tante Lusi," sahut Mama dengan loudspeaker handphone yang menyala karena tangannya masih sibuk melukis wajah."Di jemput sama Tante Lusi?""Iya, Sayang. Mama sih pengen kursus nyetir supaya bisa bawa mobil, sayang kan mobil di rumah nganggur. Atau kamu bawa aja mobilnya ke sana," ucap Mama yang kini tangan dan matanya serius menatap kaca, fokus menggambar alis."Mama ih, mobilnya biarin aja disana.""Ya udah, nanti kamu cariin Mama tempat kursus ya," ucap Mama sambil membereskan beberapa peralatan make upnya."Oke, Ma. Ya sudah Mama hati-hati ya, Vanya tutup teleponnya ya," ucap Vanya.Ia kemudian duduk melantai di dekat Charlos, menemaninyaa bermain."Ami, Ami, mobil, mobil
Sikap Vanya kini mulai melunak. Seperti hari ini, Vanya menuruti kemauan Charles saat ia mengajaknya pergi untuk sekedar makan es krim dengan varian yang berbeda di salah satu kedai es krim, setelah pulang bekerja. Laporan yang diminta atasannya untuk diserahkan pukul lima sore, telah selesai dikerjakan Charles dari pukul setengah empat dan siap untuk diantar sekarang. Ia membereskan mejanya dan menyimpan laptopnya di laci."Permisi, Pak," ucap Charles seraya mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan atasannya setelah dipersilahkan."Baru jam berapa ini?" atasannya melirik jam di tangan kirinya sewaktu Charles meletakkan map berwarna coklat berisi laporan yang dimintanya. Charles nyengir mendengar perkataan atasannya itu."Oh, malam jumat ya," goda atasannya lagi yang membuat Charles malu."Tahu aja, Bapak," jawabnya. Padahal sih mau malam apapun bahkan malam jumat sekalipun gak ngaruh sama dia.Asyik membahas beberapa kasus dengan atasannya, tiba-tiba istri atas
Memasuki usia Charlos yang ke delapan belas bulan alias satu setengah tahun, Charlos dijadwalkan akan imunisasi. Sebelumnya Erin telah mendapatkan pesan konfirmasi dari bagian admin dokter anak di salah satu klinik di Jakarta. Hari sabtu jam empat sore. Erin, Vanya, dan Charlos sudah siap tinggal berangkat, saat Charles tiba-tiba datang dan mengatakan siap untuk mengantarkan mereka."Sebentar Charles ganti baju ya, Ma," ucap Charles sambil masuk ke dalam kamar.Sepuluh menit kemudian, Charles telah siap, mengenakan celana jeans dan kaos hitam lengkap dengan sepatu sneakers nya. Ia terlihat sangat mempesona."Charlos sama Ami di depan ya," ucap Erin sambil memberikan Charlos pada Vanya, dan ia masuk duduk di kursi belakang. Vanya masuk dan memangku Charlos, sementara Charles mengemudikan mobil. Di tengah jalan, tiba-tiba Erin minta diturunkan di kantor Frans."Loh kenapa, Ma?" tanya Vanya.“Lagi bete sama Charles juga, Mama malah mau gak ikut” batin Vanya."Ma