Memandangi wajah teduh Charlos yang tertidur di sampingnya, membuat hati Charles yang tengah gusar berangsur-angsur menjadi tenang. Air matanya jatuh saat menyadari bahwa anaknya belum pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Apalagi ia sebagai ayah juga belum menjadi ayah yang baik. Meskipun Charlos berlimpah kasih sayang dari Oma, Opa, dan auntynya, tapi itu jelas berbeda bila dibandingkan dengan kasih sayang yang diberikan oleh seorang ibu. Hal itu yang menjadi penyebab Charles masih ragu untuk menjalin hubungan yang serius dengan wanita. Dia takut kalau nanti orang yang akan menjadi ibu sambung Charlos tidak bisa menyayangi anaknya dengan sepenuh hati.
Namun Charles tidak mungkin membiarkan anaknya tumbuh tanpa sentuhan kasih sayang dari seorang ibu. "Charlos sudah tidur?" tanya Erin mengagetkan Charles. Buru-buru pria itu menghapus air matanya dan berdehem menjawab pertanyan Erin. "Pindahin aja ke box, nanti kamu malah ikut ketiduran." Erin duduk di tepi ranjang Charles yang sedang memindahkan Charlos ke tempat tidurnya. "Mama bukan orang egois yang mau memaksa kamu untuk segera menikah lagi," ucap Erin yang seolah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh anaknya itu. "Mama tahu kamu masih sering mimpi ibunya Charlos dan Mama yakin kamu juga masih sangat mencintainya. Tapi kamu gak boleh egois, hanya memikirkan perasaan kamu saja tanpa memikirkan bagaimana Charlos di masa depan. Mama minta kamu untuk dekat sama Vanya bukan tanpa alasan, Charles. Itu karena Mama mau mau kenalan dulu, bukannya langsung nikah. Jadi, kalau memang ternyata kamu merasa gak cocok sama dia, walaupun Mama sangat ingin dia menjadi ibu sambung Charlos, Mama gak mungkin memaksa kamu meneruskan hubungan itu. Keputusan tetap ada di tangan kamu Charles, Mama hanya memberikan jalan untuk kamu. Mama gak mungkin menjerumuskan kamu ke hal yang gak baik," ucap Erin panjang lebar. Tak ada sanggahan dari Charles. Ia hanya diam mencerna setiap perkataan yang Erin ucapkan. *** Mimpi yang sama kembali datang, hingga membuat Charles bangun terlambat. "Ya ampun kamu kesiangan. Bukannya kamu ada apel pagi?" Erin datang membangunkan Charles yang basah kuyup karena keringatan. "Ber AC gini kamu bisa keringatan? Kamu mimpi dikejar harimau?" tanya Erin sambil membuka gorden kamar. "Mimpi ibunya Charlos Ma," jawab Charles. "Kamu kirim doa buat dia," ucap Erin. "Jangan terlalu dipikirkan, yang ada kamu malah gak fokus kerja. Sekarang cepat mandi sana." Erin merapikan tempat tidur Charles. Rasanya seperti kembali mengurusi anak kecil, menghadapi sikap Charles. Menyelesaikan sarapannya, pria itu lantas pamit. Baru saja tiba di kantor, ia melihat Vanya baru saja keluar dari salah satu ruangan. Buru-buru ia hendak mengejar Vanya, tapi terlambat karena gadis itu sudah pergi. "Buru-buru mau kemana, Bang? Baru juga datang." Tere mencoba menahan Charles. "Ada yang mau dikejar tadi, tapi dia sudah pergi," ucap Charles sambil duduk di samping Tere. "Cewek yang baru keluar dari ruangan bendahara?” Charles berdehem. “Dia siapa sih, Bang? Kok kayaknya Abang peduli banget sama dia," tanya Tere kepo. "Belum jelas sih, nanti kalau sudah jelas pasti Abang ceritain." "Kenapa gak sama aku aja sih, Bang? Kan aku jelas, ade asuh Abang,” Tere memasang wajah centilnya. “Memangnya kamu mau sama duda satu anak kayak Abang gini? Masih banyak yang lain, Tere.” "Kalau sama Abang pasti mau lah." "Abang ke ruangan Pak Berhard dulu ya." Charles berlalu meninggalkan Tere, sebelum juniornya itu ngomong ngalor ngidul gak jelas. Dari awal bertemu, terlihat jelas kalau Tere menaruh hati pada Charles. Apalagi setelah kepergian istri Charles dan mereka ditempatkan di satu kantor, semakin bertambah kesempatan Tere untuk mendekati Charles. *** Vanya tak menyadari bahwa Charles mengikuti mobilnya. Pria itu sebenarnya berniat untuk mengejutkan Vanya dengan menjemputnya di kantor. Tapi saat melihat mobil Vanya, niat jadi berubah. Dia semakin penasaran saat mobil yang Vanya kemudian malah berhenti di salah satu cafe. "Mau ketemu siapa dia di cafe?" Charles memperlambat laju mobilnya dan membiarkan Vanya masuk terlebih dahulu ke dalam cafe. Berselang lima menit, Charles juga ikut masuk ke dalam cafe. Sejenak melayangkan pandangannya mencari di mana Vanya berada, tiba-tiba nafas Charles merasa sesak saat melihat Vanya duduk tertawa bersama seorang pria. Perlahan ia menarik nafas panjang, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berdegup cepat, kemudian berjalan ke arah Vanya. Sontak Vanya tersedak saat melihat Charles datang. "Ada apa ya, Mas?" tanya Tristan saat melihat Charles berdiri disamping Vanya. "Tolong jaga jarak dan sikap anda dari calon istri saya!” ucap Charles yang membuat Vanya melongo. “Jangan bercanda, Mas," ucap Tristan setengah tertawa, berbanding terbalik dengan wajah serius Charles. “Salah minum obat nih orang,”' batin Vanya. "Bang, maaf banget ya, Vanya duluan." Pamitnya. Vanya bener-bener gak enak sama Tristan karena sikap aneh Charles barusan. Vanya langsung masuk ke dalam mobil tanpa menghiraukan Charles yang mengetuk-ngetuk kaca mobilnya. Tak buang-buang waktu, Charles kembali mengikuti Vanya yang akhirnya tiba juga di rumah. "Pulang-pulang kok cemberut sih?" tanya Mama mengiringi Vanya sampai ke kamar. "Ma, kalau ada yang nyari Vanya bilang aja sudah tidur ya. Vanya mau mandi dulu,” ucap Vanya selesai membersihkan wajahnya dari make up. Gadis itu langsung masuk kamar mandi tanpa menjawab pertanyaan Mama. Bener saja baru sebentar Vanya masuk kamar mandi, pintu rumah diketuk oleh seseorang. "Mau cari siapa ya?" tanya Mama pada laki-laki yang berdiri di depannya. "Maaf Tante, malam-malam saya bertamu. Saya Charles," ucapnya sambil mengulurkan tangannya. “Oh ini yang namanya Charles, good looking” batin Mama. "Silahkan masuk, tapi Vanya lagi gak mau ketemu orang," ucap Mama. "Saya mau ketemu sama Tante kok," ucap Charles ramah. "Oh gitu, ada apa? Ada yang bisa Tante bantu?" tanya Mama sambil menyodorkan minuman kemasan dan kue kering yang ada di atas meja tamu. Tanpa ragu Charles mengutarakan maksud dan tujuan kedatangannya, untuk meminta izin dan restu agar diperbolehkan mengenal dan menjalin hubungan serius dengan Vanya. Ia juga menceritakan latar belakang kehidupan serta statusnya. Sikap sopan dan apa adanya Charles membuat Mama dengan mudah memberikan izin pada pria itu untuk mendekati Vanya. Vanya yang dari awal mendengarkan semua perbincangan Charles dan Mama dari balik lemari, gak tahu meski bersikap bagaimana. Perasaannya campur aduk gak karuan."Kamu baru beli cincin, Van?" tanya Mama kala melihat Vanya duduk di kursi meja makan sambil mengelus-ngelus cincin berlian di tangannya.“Eh itu, anu,” jawab Vanya gelagapan sembari menyembunyikan tangannya."Atau kamu sudah dilamar sama Charles?” terka Mama. Vanya mengangguk pelan membenarkan ucapan Mama. Mematikan kompornya, Mama lantas duduk di sebelah anak gadisnya itu. "Ceritain gimana dia ngelamar kamu,” kata Mama sangat antusias. Wajahnya begitu penasaran menunggu Vanya bersuara.Sedikit malu-malu Vanya menceritakan kejadian sewaktu di restoran kemarin. Malu sama Mama karena Charles sama sekali tidak romantis saat melamarnya. “Masa dia langsung masangin cincin ke jari tangan Vanya, gak ada manis-manisnya sama sekali, Ma,” ucap Vanya berubah menjadi kesal.“Kenapa kebanyakan pria tidak romantis ya. Sama seperti papa kamu dulu,” sahut Mama teringat kenangannya bersama papanya Vanya dulu."Tapi….” Vanya menatap Mama lekat, “tapi Mama gapapa aku sama Charles?” Kening Mama berk
Saat sedang asyik makan siang bersama di rumah makan yang ada samping kantor, tiba-tiba saja perutnya terasa sakit. Mencoba untuk mengabaikannya, tapi lama kelamaan Vanya merasa ada yang berbeda dengan tubuhnya. Buru-buru ia mengambil tas kecilnya dan pergi ke kamar mandi."Tuh kan bener," ucapnya begitu masuk ke toilet. Untungnya gadis itu mengantisipasi hal-hal seperti ini. Selesai membereskan diri dan mencuci tangan, ia keluar dari toilet. Netranya tak sengaja bertemu pandang dengan Tristan yang ternyata juga berada di rumah makan itu. Sebenarnya Vanya ingin menghindar, tapi Tristan lebih dulu menghampirinya.“Makan siang di sini? Ayo bareng,” ajak Tristan ramah."Aku sama temen-temen kantor, Bang,” sahut Vanya sambil menunjuk salah satu meja yang penuh terisi. Kala ia hendak melangkah, Tristan meraih tangannya.“Surat yang diajuin ke kantor Ab ang kemarin, sudah di acc. Nanti surat balasannya bakal dikirim ke kampus dia ya.” Tristan masih memegang tangan Vanya. “Makasih banyak at
Dengan wajah kusut, Sandra masuk ke ruangan Frans. Pusing rasanya memikirkan tempat untuk praktek kerja lapangan. Pasalnya semester ini ia harus PKL di perusahaan selama dua bulan. Sebenarnya dia bisa saja PKL di kantor Frans, tapi menurutnya akan beda rasanya bila bekerja di perusahaan orang.“Apa Sandra praktek kerja di tempat Kak Vanya aja ya, Ma? Siapa tahu nanti bisa kerja di sana,” ucap Sandra yang di iyakan oleh Frans."Ma, nanti suruh Kak Vanya ke rumah ya,” pinta Sandra."Iya, ini Mama coba telepon,” kata Erin mengambil handphone dan menghubungi Vanya.***Jam setengah enam sore, Vanya sampai di rumah Charles, tepat saat Erin sedang menyuapi Charlo makan."Masuk sini, Van," sapa Erin saat melihat Vanya membuka pagar. Ia kemudian berteriak kecil memanggil Sandra."Hai Kak Vanya," sapa Sandra sambil melepas earphone dari kupingnya. Mereka berdua masuk ke dalam rumah dan mengobrol di ruang tamu."Kayaknya bisa aja kalau kamu mau PKL di tempat Kakak, nanti Kak Vanya bantu ajuin
Ucapan Charles yang mengatakan kalau ia sibuk, ternyata tak terbukti. Vanya yang sudah bersiap untuk pulang, kaget serta heran karena Charles malah menjemputnya."Katanya mau pulang," celetuk Reni yang tiba-tiba sudah ada di sampingnya."Bikin kaget aja kamu, Ren,” ucap Vanya mengelus dadanya, “ini mau pulang, dah,” lanjut Vanya seraya mempercepat langkah kakinya masuk ke dalam mobil Charles."Katanya kamu sibuk?" tanya Vanya sambil memasang sabuk pengaman. Terlihat jelas wajah Charles yang kusam dan lelah."Daripada jemput aku, lebih baik kamu istirahat. Kecapean gitu," ucap Vanya tanpa bermaksud apa-apa, tapi malah ditanggapi Charles dengan sedikit marah."Oh jadi kamu gak suka aku jemput? Kamu sudah janjian dijemput sama Tristan?”"Kenapa sih kamu? " tanya Vanya bingung, "kamu itu lebih baik istirahat, jadi kalau tersorot kamera kelihatan cakep,” lanjut Vanya. Tadi siang ia melihat Charles di salah satu stasiun tv sedang mengawal tamu kantornya yang sedang melakukan kunjungan ke ma
Sesuai dengan kesepakatan Vanya dan Charles, untuk pertama kalinya mereka berjalan bersama berdua. Menjemput Vanya di rumahnya, gadis itu mengira akan diajak nonton atau paling tidak makan. Namun ternyata salah. Charles malah membawanya ke makam mendiang istrinya. "Hai," sapa Charles sambil meletakkan beberapa tangkai bunga mawar di atas makam. Kirana Anjani nama yang tertulis di batu itu. Tampak Charles memandang lekat makam di depannya itu, tanpa ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Vanya seolah dapat merasakan kesedihan yang dialami Charles, kala melihat pria itu tetap diam di depan makam mendiang istrinya. Seperti tak ada kata yang cocok untuk menggambarkan kesedihannya saat ini.Selesai dari tempat itu, mereka berdua kemudian menuju salah satu kedai kopi. Setelah memesan menu di kasir, mereka memilih tempat duduk didekat jendela kaca yang menghadap ke arah jalan raya."Kamu gak cuci tangan dulu? Tadi kan tangan kamu kotor. Jangan jorok," ucap Vanya saat melihat Charles henda
Selesai meeting dengan salah satu dinas di Bandung, Tristan menyempat diri untuk bertemu Yuda. Pria itu langsung menemui Yuda di distronya. "Wah, lu kok gak bilang kalau ternyata Vanya sudah punya calon suami?" Tanpa basa basi Tristan langsung masuk, membuat Yuda dan beberapa pengunjung memandang bingung ke arah Tristan."Oopss." Tristan nyengir lebar kemudian berjalan menghampiri Yuda di meja kasir."Apaan si lu. Datang-datang bukannya bilang salam, ini malah ngomong yang gak jelas," ucap Yuda."Gue masuk ya." Tristan masuk ke area kasir dan duduk di samping Yuda. Tristan lantas menceritakan pertemuannya dengan Vanya saat di cafe waktu itu."Jadi cowok itu bilang, kalau dia calon suami adik lu," ucap Tristan membuat Yuda terdiam. Ia yakin yang Tristan ceritakan adalah pria yang dimaksud oleh Mama. “Tapi kok Mama gak bilang sih kalau dia sudah resmi jadi calon suami Vanya” batin Yuda heran sekaligus penasaran dengan tampang pria itu."Ah baru juga ca