Handphone di saku Charles bergetar. Ia kemudian berdiri dan memasukan tangannya untuk mengambil handphone. Sebuah pesan dari Tere. Pesan yang berisi sebuah foto. Begitu foto itu selesai terdownload, matanya melotot melihat foto itu. Sebuah foto yang memperlihatkan Vanya dan Wisnu sedang berada di lobby sebuah hotel. Rahangnya mengeras. Deru nafasnya seolah tak tertahan. Ia kemudian membuka pesan di aplikasi w******p, dan menekan tanda gagang telepon pada profil Vanya. Tak ada sahutan dari seberang sana. Ia kemudian menghubungi Tere.
"Foto apa ini?" tanyanya sedikit kesal saat teleponnya telah tersambung. "Foto Vanya sama cowo. Gak sengaja ketemu waktu aku lagi acara di hotel, Bang. Gak tahu mereka ngapain," sahut Tere santai. Dalam hatinya girang karena Charles sepertinya marah. Emosi, termakan oleh foto yang dikirim olehnya. Doanya masih sama, agar Charles batal menikah dengan Vanya. "Bang, Abang baik-baik aja kan?" tanya Tere lagi karena tak ada suara dari Charles. "Iya," jawabnya ketus sambil mematikan handphonenya. Sepanjang perjalanan menuju kantor, Charles berusaha terus menghubungi Vanya, namun tetap sama, tak ada respon dari Vanya. Saking kesalnya, ia pun mengirimkan pesan pada Vanya, menuduh bahwa ke Makassar ini adalah akal-akalannya saja agar dapat bebas bertemu dengan Wisnu. *** Jam menunjukkan pukul tujuh malam saat Charles tiba di rumah. Raut wajahnya masih memancarkan kekesalan. Ia langsung masuk ke kamar dan membersihkan diri. Setelah ditanggalkannya pakaian, ia berdiri tepat di bawah shower dan menyalakan kerannya. Guyuran air dingin langsung menghujani tubuhnya yang langsung membuat hatinya yang tadi panas menjadi sedikit dingin. Diraihnya kain putih persegi panjang yang menggantung di sisi sebelah kanan tak jauh dari tempatnya berdiri. Kemudian dililitkannya menutupi sebagian tubuhnya. Ia keluar dari kamar mandi dan berdiri di depan cermin yang menjadi pintu lemari pakaiannya. Ia menarik nafas panjang, menatap dirinya di depan cermin. "Bang, dipanggil Mama," ucap Sandra dari balik pintu kamar sambil mengetuk pelan. "Iya," sahutnya. Ditariknya sehelai baju dan celana pendek dari tumpukan pakaian yang telah tersusun rapi di lemari. Ia lemparkan handuknya ke arah kursi dan keluar dari kamar. Di ruang tamu, Erin dan Frans terlihat sedang berdiskusi sambil serius menatap layar handphone. "Jadi rencananya mau bulan madu kemana nanti?" tanya Erin saat melihat Charles datang dan duduk di seberangnya. "Bulan madu?" Ulang Charles. Tak ada terlintas di pikirannya untuk bulan madu setelah acara pernikahan ini. Cuti yang diambilnya pun hanya lima hari kerja saja. "Kamu gak ada niat buat ngajak Vanya dan Charlos jalan-jalan? Mama sama Papa aja lagi ngatur schedule buat pergi jalan-jalan." "Sandra ikut!" seru Sandra yang kemudian duduk mendekati Erin. "Mama sama Papa mau honeymoon masa iya ngajak kamu?" "Ah, masa Sandra ditinggal. Ayo, Bang." Rengek Sandra pada Charles. Charles melengos dan turun dari sofa. Duduk di dekat Charlos yang tengah bermain, mencoba mengalihkan perhatiannya dari Sandra. Di Makassar Vanya baru saja tiba di kamar hotel. Setelah selesai kelas jam tujuh sore tadi, Vanya diajak oleh teman sekelasnya nongkrong menikmati semilir angin Pantai Losari. Kumpul-kumpul kali ini, benar-benar seru dirasakannya. Selain bisa bertemu dengan teman seangkatan dari kota lain, di antara mereka tak ada yang sibuk dengan gadgetnya masing-masing. Mereka semua asyik bercerita, walau yang dibahas tak jauh dari cerita seputaran kantor dan pekerjaan. "Astaga, kenapa ni orang?" Vanya bingung saat membaca pesan dari Charles. Ia membuka blazernya kemudian menguncir tinggi rambutnya. Menarik kursi seraya tangannya menekan tombol power pada remote tivi. "Kesambet apa lagi sih bapaknya Charlos ini?" gumam Vanya sambil menuangkan pembersih wajah ke kapas dan mengusap pelan pada wajahnya. Selesai membersihkan make up di wajahnya, Vanya mengambil handphonenya dan berniat membalas pesan dari Charles. "Aduh," ucapnya lagi saat melihat layar handphonenya yang menampilkan panggilan masuk dari Charles. "Kamu kesambet apa lagi sih? Nuduh orang sembarangan?" Tak ada ucapan salam atau basa basi apapun, Vanya langsung mencecar Charles duluan. "Kamu yang kenapa? Berdua-duaan sama Wisnu di hotel!" "Astaga, pikiran jahat dari mana sih kamu ini? Pasti foto dari Tere lagi kan?" "Tapi kenapa harus ada laki-laki lain sih?" Vanya menghela nafas. "Gini ya, kan aku sudah pernah bilang sama kamu, Tere itu ada hati sama kamu. Dia itu suka sama kamu, ya jadi apapun yang dia lihat jelek tentang aku, itu jadi bahan buat dia untuk laporan ke kamu. Itu juga pasti foto lama. Aku ketemu Wisnu juga gak sengaja, waktu aku tester makanan buat acara nikahan." Charles terdiam sejenak mendengar penjelasan dari Vanya. "Ya tapi tetap aja." "Tetap aja gimana? Kamu nih aneh deh." Vanya meletakkan handphonenya dan menekan tombol speaker di layar handphonenya. Ia berjalan mengambil baju tidur di kopernya, kemudian kembali duduk di kursi lagi. "Enak aja bilang aku aneh!" seru Charles. "Aneh lah. Kamu sendiri yang bilang kita berteman, tapi lihat, kamu malah gak asyik jadi temen. Banyak maunya, suka marah gak jelas," ucap Vanya. Seketika panggilan Charles berubah jadi panggilan video. "Cepet di confirm!" seru Charles dengan mata melotot. "Ngapain? Aku lagi siap-siap mau mandi!" seru Vanya balik. Tak kalah sewot. "Aku mau tahu kamu sama siapa di sana," ucap Charles santai. Dengan kesal akhirnya Vanya mengusap layarnya ke arah atas, menyetujui panggilan video dari Charles. Jarinya dengan cepat menekan tombol kamera, mengubah kamera depan menjadi kamera belakang. "Nih, lihat sendiri," ucap Vanya sambil mengarahkan kamera handphonenya ke sekeliling kamarnya. "Ruangan yang lain." Perintah Charles. "Ihh, ngeselin banget sih kamu." Vanya melangkah gontai menuju kamar mandi. Ia membuka pintunya dan masuk ke dalam. "Sudah puas?" tanya Vanya sambil menutup pintu kamar mandi. "Kamunya mana?" "Ini aku, lagi pegang handphone. Mau apa lagi sih kamu?" “Ih kalau dekat sudah aku bejek-bejek kamu” gumam Vanya kesal dalam hati. "Tinggal liatin muka kamu apa susahnya sih?" Charles tetap ngotot. Daripada perdebatan ini gak kelar-kelar, akhirnya dengan sedikit berat hati Vanya mengubah tampilan kameranya menjadi kamera depan. "Sudah?" Nada suara Vanya meninggi, bercampur kesal. "Di belakang kamu ada orang?" "Charles, aku ini sendiri di sini!" Vanya kemudian meletakkan sedikit lebih jauh handphonenya, agar terlihat keadaan di belakangnya. “Astaga, kenapa aku jadi ngotot gak jelas gini sih” gumam Charles dalam hati. Terpampang jelas, wajah Vanya di layar handphonenya. Wajah Vanya yang polos tanpa make up dan bagian pundaknya yang memperlihatkan sebagian tank top hitam yang dikenakannya, membuat hati Charles sedikit bergejolak. "Ya sudah," ucap Charles singkat. "Urg ... Kamu malam-malam bikin orang kesel aja," ujar Vanya dengan mata melotot. Charles hanya tersenyum kemudian mematikan sambungan teleponnya. Pintu kamarnya yang tak tertutup rapat, membuat Sandra mendengar jelas sebagian percakapan Charles dan Vanya. "Astaga, kamu ngapain di sini?" tanya Charles kaget saat hendak membuka pintu. "Ih, Abang yang ngapain? Video call pake acara teriak-teriak segala. Jangan-jangan Abang habis video call nakal ya sama Kak Vanya." Goda Sandra sambil menyenggol pelan lengan Charlos. "Gak usah ikut campur urusan orang ya," ucap Charles. Wajahnya sedikit merah karena di goda oleh Sandra. "Ma ... Bang Charles video call nakal!"teriak Sandra yang langsung di kejar oleh Charles.Charles masih sibuk mengerjakan laporannya, padahal ini sudah jam lima sore. Belum lagi waktu perjalanan Bandung Jakarta yang memakan waktu beberapa jam bila ditambah dengan kemacetannya. Sambil terus menyelesaikan laporannya, ia terus melirik jam di layar laptopnya. Tak tahu kenapa hati sedikit gusar. Maunya ingin cepat pulang saja.Di kantor Vanya.Ia baru saja selesai absen pulang. Sebelum pulang ia mampir ke toko mainan yang baru buka di dekat kantornya, membelikan mainan mobil-mobilan untuk Charlos."Makasih ya, Mbak," ucap Vanya sambil menenteng bungkusan berwarna biru itu. Setibanya di depan rumah, Vanya turun dari mobil dan membuka pagar rumah."Ami … Ami …" teriak Charlos dari depan pintu rumah saat melihat Vanya yang barusan turun dari mobil tadi.Teriakan Charlos bertambah kencang saat Vanya menunjukkan bungkusan plastik pada Charlos. Senyum yang mengambang di bibir Vanya, berubah menjadi ekspresi sedikit takut saat melihat Charlos hendak menuruni
"Maaf Pak, Bapak silahkan duduk dulu." Vanya tetap berusaha tenang menghadapi nasabah yang datang dan langsung marah-marah padahal ini masih pagi. Saat Vanya mulai bicara hendak memberikan pilihan, nasabah itu bangkit berdiri dan mengambil pistolnya yang sedari tadi ia letakkan di atas meja. Tak perlu waktu lama petugas keamanan dan beberapa orang langsung mengamankan nasabah itu."Bapak silahkan ke sebelah sini," ucap satpam yang berjaga di sana dengan dibantu dua orang nasabah yang kebetulan berprofesi sebagai polisi, mengarahkan ke ruangan Pak Tri."Sakit tuh nasabah," komentar Tyas. "Kamu gak apa-apa kan?" tanya Tyas lagi."Gapapa," sahut Vanya. Ia meninggalkan mejanya sebentar, menuju toilet.Dari dalam ruangan Pak Tri, dua polisi yang ikut mengamankan nasabah tadi memperhatikan Vanya.Setelah dijelaskan oleh Pak Tri, nasabah yang mengamuk tadi akhirnya paham dan meminta maaf karena telah membuat kegaduhan di kantor ini. Ia meninggalkan tempat itu dengan di
Ia tak bicara sama sekali saat Charles mengantarnya kerja. Memandangnya saja pun tidak. Rasa kesal dan sakit di hatinya teramat menumpuk. Ia turun dari mobil dan menutup pintu dengan sedikit kencang. Charles hanya bisa menghela nafas melihat hal itu. Selesai morning briefing, Vanya dan yang lain kembali ke unit masing-masing. Ia duduk di kursinya dan mengambil handphonenya.'Pesan apa ini' tanyanya dalam hati melihat pesan yang dikirimkan Charles kemarin malam.'Besok, upacara kenaikan pangkat' gumamnya. Matanya membaca dengan teliti, mencari nama Charles diantara sekian nama yang ada di sana. Ia berdecak kagum melihat pangkat dan jabatan baru yang akan diemban Charles sekarang. Masih muda dan sangat berprestasi di pekerjaannya. ***Sebelum pulang, Vanya menemui Priska untuk minta izin masuk kerja agak siangan."Kenapa gak sekalian satu hari aja izinnya?""Gapapa, Mbak?” Vanya tak enak.“Gapapa, santai aja.”Di pos satpam, tampak Charles telah m
Sebelum akhir pekan benar-benar berakhir, hari Minggu ini Charles mengajak jalan-jalan keluarganya. Mereka telah siap di dalam mobil, hanya tinggal menunggu Charles yang katanya sakit perut."Vanya lihat dulu ke dalam ya Ma," ucap Vanya tak telah melihat yang lain telah menunggu. Vanya keluar dari dalam mobil dan masuk ke dalam kamar mandi yang ada di kamar. Berkali-kali diketuk tak ada sahutan dari dalam. Vanya memberanikan diri membuka pintu kamar mandi yang ternyata tak di kunci."Loh, kosong? Dia dimana?" Vanya bingung mendapati kamar mandi yang kosong. Ia keluar kamar dan melihat Charles berjalan dari arah dapur."Kamu ngapain dari kamar?""Kamu yang ngapain dari dapur?" tanya Vanya sambil menutup pintu kamar."Dari kamar mandi belakang, sakit perut.""Kirain kamu di kamar. Ayo cepet, sudah ditunggu," ajak Vanya.Alhasil jam setengah sembilan pagi mereka baru mulai jalan. Berharap jalanan menuju kesana tidak macet dan antrian masuk ke Kebun Ray
Vanya mengirim screenshot percakapan grup kepada Charles. Percakapan grup istri-istri polisi yang tengah berencana untuk membentuk arisan di luar arisan yang setiap bulan rutin dilakukan, meskipun Vanya belum pernah sekalipun bergabung.Ikut aja, nanti tiap bulan aku yang transfer uang arisannya."Baik bener suami," bisiknya sambil membalas pesan Charles.Uang arisan sebanyak lima ratus ribu itu lumayan untuk Vanya, walau gajinya masih bisa menutupi tapi rasanya sedikit berat. Tapi kalau Charles sudah bilang bahwa dia yang akan membayarkannya, dengan senang hati diterimanya. Selama ini untuk masalah gaji Charles, Vanya tidak pernah mencampurinya. Ia juga tidak pernah meminta jatah pada Charles karena merasa gajinya lebih dari cukup. Sebagian gaji yang diterimanya, Vanya beri untuk Mama karena ia tahu, gaji pensiunan almarhum ayahnya hanya cukup untuk keperluan setiap bulan saja. Dan itu sudah jadi komitmennya dengan Yuda juga.***Sebelum pulang ke rum
Dengan sigap Charles menarik Vanya sebelum Vanya benar-benar terjatuh dari tempat tidur."Kamu tidur kayak main kungfu aja. Kalau gak cepet aku tarik, pasti sudah jatuh kamu," ucap Charles."Untung cuma mimpi." Vanya mengatur nafasnya. "Mimpi apa?" tanya Charles."Gak mimpi apa-apa kok.""Kalau gak mimpi apa-apa kenapa sampai mau jatuh dari tempat tidur?" Charles tetap ngotot bertanya. Penasaran."Bukan apa-apa," jawabnya sambil berbalik membelakangi Charles. Mencoba untuk tidur lagi, karena jam baru menunjukkan pukul setengah dua belas malam."Atau jangan-jangan kamu mimpiin aku ya," goda Charles sambil mencolek telinga Vanya."Enggak. Pede banget sih kamu," ucap Vanya seraya memuk pelan tangan Charles."Terus mimpi apa? Mimpi hamil ya?" tebak Charles."Enggak, enggak, enggak." Dengan cepat Vanya membantah."Jadiin kenyataan aja mimpi kamu yuk." Perkataan Charles membuat Vanya bergid