Hari-hari berjalan seperti biasa, meski telah tidur terpisah selama kurang lebih satu bulan. Vanya tetap menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga dan istri. Ia tetap melayani suaminya. Seperti pagi ini, ia pun tak keberatan untuk mengantarkan Charles ke kantor. Setelah menempatkan Charlos pada kursi khusus anak yang terpasang di kursi belakang, mereka meninggalkan rumah dan menuju kantor Charles."Kalian mau langsung pulang atau ada tujuan lain?" tanya Charles sebelum turun dari mobil."Mampir ke tempat Mama boleh kan?"Charles mengangguk seraya membelai lembut lengan Vanya. "Kalian hati-hati ya."***Vanya berada di rumah Mama, hingga selesai jam makan siang. Seperti tahu anak dan cucunya akan datang, Mama memasak makanan kesukaan Vanya. Ia makan dengan lahap sementara Charlos diurus oleh Mama."Wuih, hebat nih cucu Oma makannya habis," ucap Mama girang sambil bertepuk tangan yang kemudian diikuti oleh Charlos. Mama kemudian membersihkan mulut Char
Rumah baru dengan satu lantai dan halaman yang cukup luas itu, penuh dengan keluarga Vanya dan juga Charles. Setelah mengucap doa dan syukur, mereka bergantian menikmati makanan yang telah tertata rapi di meja panjang. "Cuman makan sayur aja? Kamu diet," ucap Nana saat melihat piring yang dipegang Vanya. "Mau diet apa coba, Kak. Vanya sudah gini," ucap Vanya sambil melihat badannya. Gak gemuk gak kurus juga sih."Iya kamu gak usah diet-diet ya, tapi jangan juga sampe bablas," timpal Mama."Iya, Ma," sahut Vanya.Jarum jam mulai menunjuk ke pukul tiga sore, saat beberapa keluarga sudah mulai pamit pulang. Dengan didampingi Vanya, Charles mengantarkan keluarganya yang pamit pulang. Ia juga mengucapkan terimakasih kepada mereka, karena telah bersedia hadir di acara ini. Vanya dibantu Bu Sum, membereskan meja makan kemudian membawa beberapa piring dan gelas yang kotor ke dapur."Bu Vanya di depan saja, biar saya yang bereskan, Bu," ucap Bu Sum saat melihat
Sepanjang jalan Charlos yang duduk di pangkuan Erin terus berdecak kagum melihat gedung-gedung tinggi dan ramainya kendaraan di jalan raya. Rona wajahnya sama dengan cuaca pagi ini, sangat cerah. Seperti tahu ia akan berkunjung ke makam ibunya saja. Empat puluh lima menit perjalanan, mereka akhirnya tiba di pemakaman umum tempat Kirana beristirahat untuk selamanya."Mobilnya Charles," ucap Erin seraya menunjuk mobil besar dengan warna hitam yang terparkir di bawah pohon."Iya, Ma," jawab Vanya sambil menoleh."Sayang, kamu duluan ya. Biar Mama beli bunga dulu," suruh Erin. Dengan menggendong Charlos, Vanya masuk ke area pemakaman yang dipenuhi pepohonan. Ia melangkahkan kaki pasti menuju pusara Kirana, istri pertama suaminya itu."Hai sayangku yang akan selalu mengisi hatiku," sapa Charles sambil mengusap nisan bertuliskan nama istri pertamanya itu. Sapaan yang terdengar jelas di telinga Vanya. Yang akan selalu mengisi hati ku.Kalimat itu berputar
Setelah melalui segala macam pertimbangan, dengan berat hari Erin akhirnya memperbolehkan Charles, Vanya, dan juga Charlos untuk pindah ke rumah sendiri. Bukan hari ini, namun masih beberapa hari lagi. Erin sengaja mengulur waktu, karena memang ia masih berat untuk melepas mereka pergi dari rumah. Setelah dari bayi ia merawat cucu pertamanya, mulai dari hanya bisa menangis, sampai sekarang sudah terus mengoceh tak bisa diam. Ia merasa sangat kehilangan. Ditambah lagi dengan Vanya, menantu yang sangat baik dan selalu bisa membuatnya senang.Ia membantu Vanya berkemas-kemas di kamar Charles. Memasukkan baju-baju Charlos ke dalam koper dan beberapa perlengkapannya ke dalam kardus."Mama sedih lo kalian pindah dari sini," ucap Erin sambil melipat baju Charlos."Vanya sebenarnya juga sedih, Ma. Sudah kerasan di sini. Walau sekarang Vanya sudah gak kerja lagi, Vanya tetap merasa happy, gak kesepian."Punya mertua dan ipar sebaik dan seramah keluarga Cha
Dengan mengendarai mobil Sandra, Vanya melajukan mobil diatas jalan yang masih basah akibat hujan yang baru saja reda."Belakangan ini Mama lihat kamu sepertinya sedang perang dingin dengan Papanya Charlos ya?""Ah enggak kok, Ma. Perasaan Mama aja kali," elak Vanya.Meski tak segalak awal-awal waktu kejadian itu, sikap Vanya memang masih sedikit berbeda dengan Charles. Erin beberapa kali memergoki Vanya yang mengacuhkan Charles."Kamu bilang aja sama Mama kalau Charles macam-macam sama kamu ya, biar Mama yang kasih pelajaran sama dia," ucap Erin."Iya, Ma." Vanya mengiyakan ucapan Erin. Walau kenyataannya, itu tidak mungkin dilakukannya. Sebisa mungkin, ia berusaha mengatasi masalahnya sendiri.Mereka tiba di kantor Frans tepat jam makan siang bersamaan dengan datangnya Charles."Kamu bawain rantang makan di kursi belakang ya," ucap Erin pada Charles sebelum masuk ke dalam kantor."Kamu masak apa?" tanya Charles pada Vanya."Gak masak. Bu Tuti ya
Sejak kejadian di luar dugaan itu, Vanya sama sekali tak ingin melihat Charles. Sebenarnya ia ingin mencoba membujuk, meluluhkan Hati Vanya lagi, tapi ia sendiri bingung harus mulai dari mana. Karena setiap bersama dengan yang lain, Vanya bersikap seperti biasa. Ia tetap melayani Charles, tapi saat mereka berdua saja, sikap Vanya langsung berubah.Sayup-sayup terdengar suara ayam berkokok, membuat Vanya terbangun. Ia duduk di tepi ranjang sambil mengucek-ngucek matanya. Matanya melirik ke arah jam di dinding yang masih menunjukkan pukul setengah lima pagi. Saat ia ingin melangkahkan kaki, ia tersandung dan jatuh menimpa Charles.“Ngapain dia tidur di dekat sini? Biasanya dia tidur agak jauh kesana” gumam Vanya seraya ingin bangun. Namun tangannya diraih oleh Charles. Tak ada kata-kata, namun Vanya dapat merasakan suhu badan Charles tidak seperti biasanya. "Cepatlah," ucap Vanya saat Charles ogah-ogahan pindah ke atas tempat tidur.“Masih judes aja” batin Charles. Ia