Share

Periksa Lagi

Author: Lystania
last update Last Updated: 2025-08-03 09:00:30

Hari ini tepat satu minggu tangan Vanya di gips dan harus di cek kembali. Jam masih menunjukkan pukul tiga sore, tapi jalan sudah mulai padat merayap.

Setibanya di rumah sakit mereka langsung menuju tempat praktek dokter ortopedi. Vanya duduk di ruang tunggu, sementara Charles melakukan daftar ulang pada admin yang bertugas.

"Dua pasien lagi katanya." Charles duduk di samping Vanya. Ia mengambil handphone dari sakunya dan membaca beberapa pesan yang masuk di aplikasi whatsappnya.

Sambil menunggu antrian, Vanya membuka aplikasi sosial medianya. Matanya tertegun pada satu video yang diunggah teman sekolah menengah atasnya dulu. Sebuah video yang menceritakan tentang seorang anak yang kesepian karena ditinggal kedua orang tuanya bekerja dan ia dititip pada pengasuh yang tak sepenuhnya memberi perhatian padanya. Di akhir video, Vanya hampir meneteskan air mata karena akhirnya tragis. Dimana anak itu kehilangan penglihatan karena ditabrak oleh kendaraan yang lewat saat bermain di depan rumah, lepas dari pengawasan pengasuhnya.

Aku akhirnya memilih resign dari pekerjaaanku. Karena aku menyadari kamu adalah impian ku. Anak ku, terimakasih telah memilihku untuk menjadi ibumu. Kan ku curahkan seluruh waktu dan kasih sayangku untuk mu. Buah hatiku.

Membaca caption itu, ia jadi teringat kejadian seminggu lalu.

"Ayuk," ajak Charles. Dari tadi nama Vanya telah dipanggil oleh perawat yang tugas di ruang praktek dokter ortopedi, namun tak dihiraukan olehnya.

"Kamu serius banget liatin handphone," ucap Charles lagi.

"Gak papa," sahut Vanya datar.

Di dalam ruang praktek dokter. Vanya didudukkan di atas kasur sementara perawat melepas gips yang terpasang di tangan Vanya.

“Tangan, bersahabat lah” doa Vanya dalam hati. Rasanya lega saat melihat tangannya terbebas dari gips yang sangat mengganggunya selama seminggu ini.

"Coba digerakkan tangannya pelan-pelan, Bu," pinta dokter.

Ia menggerakkan pergelangan tangannya pelan-pelan. Meski sedikit sakit ia tetap menggerakkannya.

"Kalau masih sakit jangan dipaksa ya, Bu." Perkataan dokter itu membuat Vanya terkejut. Seolah dokter itu bisa merasa apa yang dirasakannya.

"Nggak kok dok udah enakan," jawab Vanya tersenyum.

"Kalau gitu kita ronsen dulu ya," ucap ramah dokter itu.

Menurut hasil ronsen, retak yang diderita Vanya sudah mengalami pemulihan, hingga tidak perlu menggunakan gips lagi. Ia hanya diresepkan kalsium untuk memperkuat tulang-tulangnya.

"Tapi, untuk kedepannya Bu Vanya tetap harus berhati-hati ya. Jangan kerja yang berat-berat dulu sampai obat yang saya resepkan habis ya. Nanti kalau suatu saat merasakan sakit atau nyeri, bisa dikompres dulu dengan es. Kalau Bu Vanya rasa sakitnya gak biasa dan gak kunjung hilang, langsung periksa aja lagi ya." Pesan dokter sebelum Charles dan Vanya meninggalkan ruangan praktek dokter itu.

Sementara Charles membayar biaya check up dan obat, Vanya menunggu di ruang tunggu.

"Vanya ngapain?" tanya Rio yang langsung duduk di samping Vanya.

"Habis check up tangan. Retak."

"Kamu jatuh?" Vanya mengangguk menjawab pertanyaan Rio.

“Siapa itu” tanya Charles dalam hati. Matanya memicing berusaha melihat lebih jelas siapa laki-laki yang duduk di samping isterinya itu. Memori otaknya memberi sinyal bahwa orang yang duduk di samping Vanya adalah orang yang pernah dilihatnya.

"Sudah belum, Mbak?" tanya Charles memburu perawat yang masih sibuk dengan komputer di depannya. Ia mulai gusar saat menyadari orang yang bersama Vanya saat ini adalah Rio, teman dekat Vanya dulu.

"Makasih, Mbak." Charles mengambil plastik putih berisi obat-obat Vanya lantas mempercepat langkahnya.

"Sudah sembuh kok," ucap Vanya sambil menarik tangannya sebelum Rio sempat memegangnya.

Charles berdiri di depan mereka berdua dan berdehem. Membuat Vanya sedikit terkejut, kemudian langsung berdiri di samping Charles.

"Mas," sapa Rio sambil bangkit berdiri. Charles memandangnya datar, kemudian mengangkat sedikit sudut bibirnya.

"Rio, kita duluan ya," pamit Vanya.

"Cepet sembuh ya."

Reflek Vanya menggandeng tangan Charles sepanjang perjalanan menuju mobil. Seolah otak Vanya telah paham bagaimana menghadapi sikap Charles, sehingga dengan cepat mengirim perintah pada tangannya untuk menggandeng Charles, guna meredam emosinya yang tersirat jelas.

"Katanya sudah lama gak ketemu, tapi tadi aku lihat, kalian akrab," ucap Charles sembari melihat spion ingin putar balik.

"Biasa aja kok."

Sedari tadi Vanya terus melihat, peminta-minta yang membawa anak seumuran Charlos di jalanan. Membuatnya teringat akan video yang di posting oleh temannya.

“Kenapa jadi terbayang-bayang Charlos ya. Kasihan dia, belum sepenuhnya mendapat kasih sayang. Aku sebagai ibu sambung juga belum seratus persen bisa merawat dan memberikan perhatian sama dia” Vanya menghela nafas panjang.

Mobil berhenti di sebuah toko kue.

"Ngapain?"

"Aku lagi pengen makan yang manis-manis," ucap Charles.

Ia mengajak Vanya turun dan masuk ke dalam toko kue yang sekaligus menjadi tempat untuk bersantai. Diikuti oleh Vanya, Charles berjalan di depan etalase yang menyajikan berbagai macam cake yang menggugah selera. Ia sampai di depan meja kasir dan memesan red velvet dan hot macchiato.

"Aku samain kamu aja plus air mineral." jawab Vanya saat Charles menoleh padanya dan menanyakan pesanan.

Vanya memilih tempat duduk didekat jendela. Dengan view jalanan yang mulai padat, ditemani dengan lantunan lagu Michael Learns to Rock, mereka menunggu pesanan diantarkan.

"Kasihan banget itu," ucapnya saat melihat seorang ibu-ibu tengah menggendong anak seumuran Charlos berjalan di depan toko kue itu.

"Dari tadi kamu komentar terus kalau ada mereka lewat, kenapa?"

"Gak tega aja lihat anak kecil dibawa ke jalanan sama ibunya."

"Yakin dia anak ibunya?" Vanya menautkan alisnya mendengar ucapan Charles.

"Di zaman sekarang ini, banyak yang terlihat tak sesuai dengan kenyataan lo."

"Sama kayak kamu dong, di depan kayak gini, di dalam hati gak tau kayak gimana," ucap Vanya seraya menaikkan kedua bahunya.

"Kok aku sih?" Charles tak terima.

"Mba, pesen red velvet nya yang full size ya 1. Dibungkus," ucap Charles saat pelayan mengantarkan pesanan mereka.

"Baik, Pak." Pelayan itu meninggalkan mereka setelah selesai meletakkan semua pesanan di meja.

Vanya mencoba mengalihkan pikirannya yang terus teringat dengan postingan temannya dengan cara melahap habis kuenya dengan cepat.

"Kamu doyan apa lapar sih? Berapa kali suap udah habis kuenya. Kita kan mau nyantai sebentar di sini," ucap Charles saat melihat kue di piring Vanya habis menyisakan sedikit cream di garpu dan pisaunya.

"Kasian Charlos kalau kita tinggal lama-lama," sahut Vanya sambil meminum macchiato nya.

“Kamu kasihan sama Charlos, tapi gak kasihan sama aku. Ini sekarang aku lagi usaha biar bisa lebih deket sama kamu Vanya” ucap Charles dalam hati.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DUDA POLISI BUCIN   Gangguan Kecil

    Meskipun tangan Vanya telah lepas dari gips, tapi Erin masih belum memperbolehkan Charlos untuk tidur bersama dengannya lagi. Dengan alasan agar tangan Vanya benar-benar pulih dulu. Kalau Charlos masih belum boleh tidur dengannya, itu artinya bertambah lagi malam-malam panjang yang dilaluinya berdua dengan Charles. Satu minggu kemarin saja sudah cukup meresahkan, apalagi kalau harus ditambah.Ia segera naik ke atas tempat tidur dan menyelimuti dirinya, sementara Charles masih di luar mengobrol dengan Frans. Otaknya terus bekerja, memikirkan sesuatu yang membuat hatinya bimbang. Ia mengambil handphonenya dan mulai mencari lagu yang cocok untuk pengantar tidur."Nah ini aja deh," ucapnya saat menemukan video yang telah ditonton berjuta-juta kali oleh orang. Ia memperbesar volume video itu dan meletakkan handphonenya di atas meja. Benar saja, baru beberapa menit mendengarkan alunan suara dari video itu membuat Vanya akhirnya tertidur. Vanya merasa tertidur sangat lama saat

  • DUDA POLISI BUCIN   Periksa Lagi

    Hari ini tepat satu minggu tangan Vanya di gips dan harus di cek kembali. Jam masih menunjukkan pukul tiga sore, tapi jalan sudah mulai padat merayap. Setibanya di rumah sakit mereka langsung menuju tempat praktek dokter ortopedi. Vanya duduk di ruang tunggu, sementara Charles melakukan daftar ulang pada admin yang bertugas."Dua pasien lagi katanya." Charles duduk di samping Vanya. Ia mengambil handphone dari sakunya dan membaca beberapa pesan yang masuk di aplikasi whatsappnya.Sambil menunggu antrian, Vanya membuka aplikasi sosial medianya. Matanya tertegun pada satu video yang diunggah teman sekolah menengah atasnya dulu. Sebuah video yang menceritakan tentang seorang anak yang kesepian karena ditinggal kedua orang tuanya bekerja dan ia dititip pada pengasuh yang tak sepenuhnya memberi perhatian padanya. Di akhir video, Vanya hampir meneteskan air mata karena akhirnya tragis. Dimana anak itu kehilangan penglihatan karena ditabrak oleh kendaraan yang lewat saat berma

  • DUDA POLISI BUCIN   Kondisi yang Sulit

    Hari keempat dengan kondisi yang masih sama, tangan yang belum bebas untuk digerakkan. Ia kembali duduk di ruang tengah setelah kepulangan Mama yang untuk kali kedua menjenguknya. Rasanya ingin ikut pulang saja dengan Mama, tak rela berpisah."Ami, bil ini bilnya," ucap Charlos sambil membawa mobil-mobilan dan ingin duduk dipangkuan Vanya."Maaf ya anak Ami sayang, Ami belum bisa gendong-gendong Charlos dulu. Kita main di bawah aja ya," ujar Vanya sambil beralih duduk dari atas kursi menjadi duduk di lantai bersama Charlos.Baru beberapa saat menemani Charlos bermain, handphone yang diletakkannya di atas meja berbunyi."Iya, Bang," sahut Vanya. "Kamu kenapa gak ngasih tahu Abang kalau lagi sakit?”"Vanya gak apa-apa, Bang.""Gapapa gimana, kalau tangan sampai di gips," ucap Yuda dibalik telepon dengan sedikit amarah."Kamu di KDRT sama Charles?" tanya Yuda lagi."Ih Abang mulutnya sembarangan deh. Vanya itu jatuh."Yuda menghela nafas sembari mendoakan agar adiknya itu cepat sembuh.

  • DUDA POLISI BUCIN   Insiden

    Charles masih sibuk mengerjakan laporannya, padahal ini sudah jam lima sore. Belum lagi waktu perjalanan Bandung Jakarta yang memakan waktu beberapa jam bila ditambah dengan kemacetannya. Sambil terus menyelesaikan laporannya, ia terus melirik jam di layar laptopnya. Tak tahu kenapa hati sedikit gusar. Maunya ingin cepat pulang saja.Di kantor Vanya.Ia baru saja selesai absen pulang. Sebelum pulang ia mampir ke toko mainan yang baru buka di dekat kantornya, membelikan mainan mobil-mobilan untuk Charlos."Makasih ya, Mbak," ucap Vanya sambil menenteng bungkusan berwarna biru itu. Setibanya di depan rumah, Vanya turun dari mobil dan membuka pagar rumah."Ami … Ami …" teriak Charlos dari depan pintu rumah saat melihat Vanya yang barusan turun dari mobil tadi.Teriakan Charlos bertambah kencang saat Vanya menunjukkan bungkusan plastik pada Charlos. Senyum yang mengambang di bibir Vanya, berubah menjadi ekspresi sedikit takut saat melihat Charlos hendak menuruni

  • DUDA POLISI BUCIN   Tiada Artinya

    "Maaf Pak, Bapak silahkan duduk dulu." Vanya tetap berusaha tenang menghadapi nasabah yang datang dan langsung marah-marah padahal ini masih pagi. Saat Vanya mulai bicara hendak memberikan pilihan, nasabah itu bangkit berdiri dan mengambil pistolnya yang sedari tadi ia letakkan di atas meja. Tak perlu waktu lama petugas keamanan dan beberapa orang langsung mengamankan nasabah itu."Bapak silahkan ke sebelah sini," ucap satpam yang berjaga di sana dengan dibantu dua orang nasabah yang kebetulan berprofesi sebagai polisi, mengarahkan ke ruangan Pak Tri."Sakit tuh nasabah," komentar Tyas. "Kamu gak apa-apa kan?" tanya Tyas lagi."Gapapa," sahut Vanya. Ia meninggalkan mejanya sebentar, menuju toilet.Dari dalam ruangan Pak Tri, dua polisi yang ikut mengamankan nasabah tadi memperhatikan Vanya.Setelah dijelaskan oleh Pak Tri, nasabah yang mengamuk tadi akhirnya paham dan meminta maaf karena telah membuat kegaduhan di kantor ini. Ia meninggalkan tempat itu dengan di

  • DUDA POLISI BUCIN   Masih Kesal

    Ia tak bicara sama sekali saat Charles mengantarnya kerja. Memandangnya saja pun tidak. Rasa kesal dan sakit di hatinya teramat menumpuk. Ia turun dari mobil dan menutup pintu dengan sedikit kencang. Charles hanya bisa menghela nafas melihat hal itu. Selesai morning briefing, Vanya dan yang lain kembali ke unit masing-masing. Ia duduk di kursinya dan mengambil handphonenya.'Pesan apa ini' tanyanya dalam hati melihat pesan yang dikirimkan Charles kemarin malam.'Besok, upacara kenaikan pangkat' gumamnya. Matanya membaca dengan teliti, mencari nama Charles diantara sekian nama yang ada di sana. Ia berdecak kagum melihat pangkat dan jabatan baru yang akan diemban Charles sekarang. Masih muda dan sangat berprestasi di pekerjaannya. ***Sebelum pulang, Vanya menemui Priska untuk minta izin masuk kerja agak siangan."Kenapa gak sekalian satu hari aja izinnya?""Gapapa, Mbak?” Vanya tak enak.“Gapapa, santai aja.”Di pos satpam, tampak Charles telah m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status