Share

Salah Sebut

Author: Lystania
last update Last Updated: 2025-07-17 15:34:16

Sabtu yang bertepatan dengan akhir bulan, seperti biasa, Vanya pasti lembur di kantor. Sebenarnya, kalau pagi ini Vanya gak ada kegiatan di kantor, Charles ingin mengajaknya mencarinya cincin pernikahan. Selesai membalas pesan dari Charles, Vanya kemudian asyik dengan komputer, tangannya lincah memainkan mouse berwarna hitam, mencari lalu membaca beberapa artikel parenting sebagai tambahan ilmu untuk diterapkannya saat mengasuh Charlos nanti. Walau pasti nantinya, Erin akan tetap lebih dominan dalam mengasuh Charlos. Tapi paling sedikit banyak ia sudah memiliki ilmu parenting.

"Mbak, ini ada yang nungguin di pos satpam. Tinggi gagah, Mbak," ucap pak satpam saat Vanya mengangkat gagang telepon.

"Siapa ya? Wisnu?" Gumam Vanya. Di ujung telpon terdengar pak satpam menanyakan pada orang tersebut. Sayup-sayup Vanya mendengar orang tersebut menyebutkan namanya dengan nada sedikit keras. Buru-buru Vanya menutup telpon, mematikan komputernya, dan pamit pulang duluan dengan Pak Irwan.

"Aduh, kenapa aku malah sebut nama Wisnu sih? Trus satpam nyampein lagi sama Charles," gerutunya. Dari kejauhan terlihat jelas wajah Charles menatap tajam pada Vanya yang sudah mulai mendekat. Di dalam mobil Charles tak bersuara. Tangannya lincah mengemudikan mobil menuju mall. Tampak antrian mobil sedikit mengular saat mereka baru saja selesai mengambil karcis parkir.

"Kamu hari ini memang lembur atau lagi nunggu dijemput sama Wisnu?"

"Lembur."

"Terus kenapa kamu bisa nyebut nama orang itu, waktu satpam kantor kamu bilang ada orang tinggi dan gagah nungguin kamu?"

Vanya terdiam. Ia sendiri pun bingung, kenapa nama Wisnu dengan mulus meluncur dari bibirnya. Charles langsung memarkir mobilnya saat ada ruang kosong.

"Kenapa kamu diam? Apa aku kalah tinggi, gagah dari Wisnu?" Vanya yang tengah berusaha membuka seatbeltnya terperangah mendengar ucapan Charles barusan. Ada rasa menggelitik di hatinya yang membuatnya ingin tertawa, tapi tetap di tahannya.

"Enggak kok. Kamu itu tinggi, gagah." Vanya mengacungkan dua jempol tangannya dan segera turun dari mobil Charles. Ia tertawa lepas sambil memasuki area mall.

"Sebenarnya ada apa dengan aku ini? Ya ampun, mungkin aku sudah mulai membuka hati untuknya." Charles keluar dari mobil dan menyusul Vanya yang sudah melenggang duluan ke dalam mall. Saat melintas di salah satu toko dengan brand yang cukup ternama, Vanya berhenti di depannya, melihat tas yang sudah lama diincarnya terpampang manis di etalase toko.

"Kenapa?" tanya Charles.

"Gak papa." Vanya tersenyum dan kembali jalan duluan.

"Kamu mau tas yang dipajang itu?" tanya Charles sambil mempercepat langkahnya, mengejar Vanya.

"Iya. Tapi nanti lah," jawabnya. "Jadi ini mau kemana?" tanya Vanya lagi. Charles menunjuk toko perhiasan yang berada tak jauh di depan mereka. Vanya menarik tangan Charles sebelum mereka benar-benar memasuki toko perhiasaan itu.

"Kamu gak salah mau ke sini? Kayaknya di sini gak ada deh cincin emas, yang biasa dipakai orang buat jadi cincin kawin."

"Dilihat dulu aja." Charles masuk terlebih dahulu, diikuti oleh Vanya kemudian. Di benak Vanya, cincin kawin itu ya emas. Sedangkan mereka berada diantara perhiasaan berlian dengan kilau yang sangat memanjakan mata. Charles memandang sederet cincin berlian yang terpajang di etalase.

"Selamat malam. Bisa saya bantu, Pak?" sapa ramah salah satu pegawai dengan seragam hitam di gerai itu.

"Kamu mau cincin yang mana?" tanya Charles pada Vanya yang berada agak jauh darinya. Vanya mendekat sambil memandang cincin-cincin di depannya itu.

"Sedang mencari cincin pernikahan?"

Vanya tersenyum kecil. Pegawai itu memberikan sebuah buku sambil membalik pelan satu per satu halaman buku. "Ini beberapa contoh cincin yang banyak di pesan di toko kami. Beberapa selebriti juga memesan cincin pernikahannya di sini." Pegawai tersebut kemudian menyebutkan beberapa nama selebriti dengan tangan yang masih terampil menunjuk cincin di buku.

"Apa gak terlalu berlebihan hanya untuk sebuah cincin kawin?" bisik Vanya pada Charles yang langsung menatapnya tajam

"Bukan sebuah cincin, tapi sepasang cincin," ucap Charles sedikit kesal. Ia memang agak kesal dengan Vanya. Pertama karena Vanya menyebut nama Wisnu, kemudian karena ini, perkara memilih cincin kawin.

"Bagaimana? Mas sama Mbak sudah tahu mau cincin yang mana?" tanya pegawai tadi sambil menutup bukunya. Mereka saling memandang kemudian melayangkan pandangan pada sederet cincin berlian di depannya.

"Ini aja, Mas." kompak mereka menunjuk cincin yang jadi sampul buku yang dipegang pegawai itu.

"Wah, pasangan yang sehati ya," decak pegawai itu. "Baik saya ambilkan contohnya." Pegawai itu berbalik, menarik sebuah laci dan mengambil beberapa cincin contoh untuk mengetahui berapa ukuran jari tangan Vanya dan Charles. Begitu selesai mengukur lingkar jari, Vanya berjalan menjauh mencari toilet.

"Atas nama Charles Rivano," jawab Charles saat pegawai tersebut menanyakan atas nama siapa pesanan cincin ini. Sontak pegawai tersebut mengerutkan kening, karena di data yang tersimpan Charles baru saja membeli cincin kawin kurang lebih setahun lalu.

"Sebelumnya Pak Charles baru saja pesan cincin ya?" tanya pegawai itu basa basi. Namun dengan wajah sedikit menyelidik.

"Saya bayar dengan kartu debit." Charles mengeluarkan kartu debitnya dan berbalik memandang ke arah lain. Pegawai tersebut menyerahkan kembali kartu debit Charles bertepatan dengan kembalinya Vanya dari toilet. Charles langsung meninggalkan tempat itu tanpa aba-aba.

"Udah ya, Mas?" tanya Vanya yang di jawab dengan anggukan kepala pegawai tersebut. "makasih ya." Vanya keluar dari toko perhiasan dan mengejar Charles yang berjalan lebih dulu.

Terlihat jelas raut wajah Charles berubah akibat pertanyaan pegawai toko tadi. Kenangan kehilangan istrinya seperti kembali dibuka lagi. Ya, mereka dulu juga memesan cincin kawin di toko persiapan itu. Masih jelas di ingatan Charles, ekspresi bahagia dan manjanya Kirana saat tahu bahwa Charles akan membelikannya cincin berlian. Tidak hanya satu, tapi dua buah cincin berlian. Satu untuk cincin kawin mereka, satu untuk koleksinya. Berbanding terbalik dengan Vanya, yang secara tidak langsung menolak.

Beberapa langkah lagi, Vanya akan berjalan sejajar dengan Charles. Namun tiba-tiba dari arah sebelah kanan, seorang wanita rambut sebahu dengan girangnya berlari dan langsung merangkul tangan Charles. Begitu manja.

"Tere." guman Vanya. Ia memperlebar langkah kakinya agar segera sampai di hadapan mereka. Terdengar Tere minta ditemani untuk nonton film di bioskop.

"Silahkan. Aku duluan ya." Vanya tersenyum manis pada mereka berdua dan dengan cepat berlalu dari hadapan mereka, berbelok di ujung.

"Yuk kita nonton, Bang." rengek Tere manja. Ternyata Tere tidak sendirian, beberapa teman kantornya yang juga teman kantor Charles juga datang.

"Yuk bro, nonton ada tiket lebih nih. Kamu sendirian?"

"Berdua, sama ..."

"Pas banget. Tiket lebihnya ada dua."

"Oke aku nyusul." Charles melepaskan tangan Tere dan mencari Vanya. Ia mencoba menghubungi Vanya tapi tak ada jawaban. Dengan penuh keyakinan, Charles menuju lantai dua tempat toko tas yang Vanya inginkan tadi. Bener aja, Vanya di sana tengah berbincang dengan pegawai toko yang tampak sok akrab.

"Kamu di telpon kenapa gak diangkat? Mana main pergi aja lagi." Charles menarik tangan Vanya.

"Wah, ini pasangannya Mbak?" Seorang pegawai toko dengan gaya centilnya memandang Charles.

"Gini lo, Mas. Toko kita sedang ada promo diskon 35 persen dalam rangka anniversary owner toko ini yang ke 35 tahun. Jadi setiap pasangan yang membeli barang di toko kita, akan mendapat diskon 35 persen dengan syarat yang melakukan pembayarannya adalah Masnya sebagai pasangan Mbaknya," ucap pegawai toko itu sambil menunjuk ke arah Charles kemudian bergantian menunjuk Vanya.

"Ya sudah. Saya ambil Mbak." Charles mengiyakan ucapan pegawai toko tadi. Ia kemudian mengikuti pegawai toko itu ke meja kasir untuk melakukan pembayaran, meninggalkan Vanya yang masih melongo melihat kelakuan Charles.

"Bukannya kamu mau nonton sama Tere?" tanya Vanya saat mereka sudah keluar dari toko tas tadi.

"Iya, sama kamu juga. Lagian kenapa kamu main kabur aja sih?" Charles melotot. Mereka menaiki eskalator menuju bioskop yang berada di lantai lima.

"Ya ngapain juga gangguin orang yang mau nonton bioskop berduaan?" wajah Vanya sedikit kesal.

"Siapa juga yang berduaan? Satu kantor." Charles menunjuk kerumunan yang berada di depan bioskop.

‘Ih, buset banyak banget temen kantornya’ batin Vanya.

"Lagian kamu pikir aku suka berduaan sama Tere? Ya enggak lah."

Mereka lalu berjalan menuju bioskop.

"Yuk kita masuk. Sudah mau dimulai filmnya," ucap salah seorang teman kantor Charles yang memegangi tangan Tere. Agak kikuk berada di antara teman-teman Charles seperti ini. Ditambah lagi, mata elang Tere yang seolah terus mengawasi Vanya. Mereka mengantri satu per satu masuk ke dalam teater bioskop. Reflek Charles memegang tangan Vanya, menuntunnya menuju tempat duduk. Mereka berdua diapit oleh teman Charles yang masing-masing membawa pasangannya.

Entah film apa yang ditonton saat ini, dari awalnya saja sudah membosankan bagi Vanya. Berbanding terbalik dengan ekspresi seisi bioskop yang tampak sangat tertarik menyaksikan film ini. Action di awalnya namun di pertengahan hanya ada adegan yang membuat jantung dan badan terasa terbakar melihatnya. Adegan dewasa yang membuat Vanya malu sendiri melihatnya.

Ia memalingkan muka dan tak sengaja melihat, walau samar, pasangan yang duduk tepat sebelahnya tengah menautkan dan merasakan manisnya sebuah kecupan. Vanya berpaling dan mendapati Charles tengah menatapnya. Tangannya dengan lembut menggenggam tangan Vanya. Jari-jarinya dengan pelan masuk ke sela-sela jari Vanya, membuat Vanya mematung. Dapat ia rasakan derasnya aliran darah di dalam tubuhnya, padahal itu hanya sebuah genggaman tangan saja. Dari seberang kursi, Tere celingukan berusaha melihat ke arah Charles dan Vanya duduk, ia tak dapat melihat mereka karena terhalang dengan penonton yang duduk di sampingnya. Sampai lampu di dalam teater bioskop di nyalakan, Charles baru melepas genggaman tangannya.

"Wah, ini yang pada bawa pasangan pasti mesum tadi di dalam? Iya kan? Apalagi calon manten nih," ucap salah satu teman Charles yang tengah memegang tangan Tere.

"Ih, enak aja. Tian sama Bagus tuh!" seru Charles tak terima. Orang yang di maksud Charles kemudian mesem-mesem, begitu juga pasangan yang dibawanya.

Mereka semua kemudian menuju salah satu restoran korea yang ada di mall. Vanya menarik pelan tangan Charles sesaat sebelum memasuki restoran.

"Aku gak ngerti makan-makan kaya gini. Mana aku gak bisa pakai sumpit lagi," ucap Vanya dengan muka memelas.

"Trus kenapa? Mau di suapin?" Kening Vanya berkerut mendengar jawaban Charles. Hari ini, Charles seperti bukan dirinya. Ia tampak menggemaskan di mata Vanya saat ini.

Mereka kemudian masuk ke dalam restoran dan menduduki sebuah meja besar yang berbentuk bulat. Seorang gadis muda mengenakan seragam berwarna merah maron lengkap dengan celemek di bagian pinggangnya datang menghampiri. Ia membawa beberapa buku menu dan kertas di tangannya.

"Baik saya ambil lagi bukunya ya," ucap gadis itu sambil tersenyum.

"Saya minta sendok garpu ya," ucap Charles pada gadis itu.

Tak berapa lama beberapa pelayan restoran mulai sibuk menyajikan pesanan.

'Gini amat makan-makan ala korea. Enakan juga makan lalapan pinggir jalan' gumam Vanya dalam hati sambil memperhatikan pelayan yang masih sibuk menata makan di meja. Seketika meja menjadi penuh oleh pesanan mereka.

"Sweet banget ya Abang Charles kita ini," goda temannya saat melihat Charles mengambilkan makanan dan meletakkannya di piring Vanya.

"Gak sekalian di suapin, Bang?" timpal yang lain bercampur riuh sorakan mereka.

"Ayo a, buka mulutnya." Charles kemudian menyuapkan irisan daging pada Vanya yang rona wajahnya sudah berubah menjadi merah. Sambil menerima suapan dari Charles, spontan tangannya mencubit paha Charles.

"Sudah puas belum?" tanya Charles yang disambut dengan tawa teman-temannya.

Setelah selesai membayar makanan tadi, mereka berpisah di parkiran. Perjalanan mengantarkan Vanya pulang ke rumah diiringi dengan hujan yang mulai mereda serta kemacetan akibat pohon tumbang yang masih dalam proses pemindahan. Vanya memiringkan posisi duduknya, sedikit membelakangi Charles yang serius di balik kemudi mobil. Perasaannya masih sedikit campur aduk akibat perlakuan Charles selama di mall tadi. Hatinya sedikit bertanya-tanya, perubahan sikapnya itu apakah memang dari hatinya atau hanya pencitraan di depan teman-temannya.

"Kamu gak pegel duduk dengan posisi kaya gitu?" tanya Charles memecah keheningan.

"Pegel sih, tapi daripada liat tingkah aneh kamu lebih baik liat rintik hujan." Vanya memunggungi Charles.

"Lalu aku harus bersikap seperti apa?" tanya Charles yang membuat Vanya tetap diam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DUDA POLISI BUCIN   Terluka

    Pagi ini Vanya dan Charles dengan membawa Charlos, mereka pergi nyekar ke makam Kirana. Ini adalah kali pertama bagi Charlos pergi bersama Vanya dan papanya, dan juga kali pertama buat Charlos ke makam ibunya. Dengan mengenakan kaos biru dan celana jeans hitam, Charlos tampak serasi dengan Vanya dan juga Charles yang sama-sama mengenakan baju berwarna biru. Walau ini hanya kebetulan. "Ayuk kita turun. Charlos Tante gendong ya." Vanya keluar dari mobil yang pintunya telah di bukakan oleh Charles terlebih dulu. Cuaca sangat cerah saat ini. Sinar matahari mengintip dari balik daun-daun di pohon yang berbaris di sepanjang jalan makam. Charles langsung meletakkan seikat bunga di atas makam Kirana. Seperti biasa, ia berjongkok dan mengelus-elus nisan Kirana. "Charlos, ini makam ibunya Charlos ya. Sekarang ibunya Charlos sudah ada di surga. Walau Charlos gak pernah ketemu, tapi ibunya Charlos itu sayang banget sama Charlos." Vanya setengah berbisik di telinga Charlos. Vanya kemudian me

  • DUDA POLISI BUCIN   Salah Sebut

    Sabtu yang bertepatan dengan akhir bulan, seperti biasa, Vanya pasti lembur di kantor. Sebenarnya, kalau pagi ini Vanya gak ada kegiatan di kantor, Charles ingin mengajaknya mencarinya cincin pernikahan. Selesai membalas pesan dari Charles, Vanya kemudian asyik dengan komputer, tangannya lincah memainkan mouse berwarna hitam, mencari lalu membaca beberapa artikel parenting sebagai tambahan ilmu untuk diterapkannya saat mengasuh Charlos nanti. Walau pasti nantinya, Erin akan tetap lebih dominan dalam mengasuh Charlos. Tapi paling sedikit banyak ia sudah memiliki ilmu parenting. "Mbak, ini ada yang nungguin di pos satpam. Tinggi gagah, Mbak," ucap pak satpam saat Vanya mengangkat gagang telepon. "Siapa ya? Wisnu?" Gumam Vanya. Di ujung telpon terdengar pak satpam menanyakan pada orang tersebut. Sayup-sayup Vanya mendengar orang tersebut menyebutkan namanya dengan nada sedikit keras. Buru-buru Vanya menutup telpon, mematikan komputernya, dan pamit pulang duluan dengan Pak Irwan. "A

  • DUDA POLISI BUCIN   Rapat Keluarga

    Di kantor, Vanya baru saja selesai menghadap pimpinan kantor cabangnya, perihal pengajuan cuti nikahnya. Begitu ia membuka pintu, di depan sudah berdiri Bu Nita."Eh, Pagi Bu," sapa Vanya."Pagi," sahut Bu Nita sambil melirik kertas yang dipegang Vanya di tangan kirinya. "Mau cuti ya.""Iya, Bu," jawab Vanya lagi dengan senyum ditahan lantas berlalu dari hadapan Bu Nita dan menuju ruangan Weni untuk memberikan pengajuan cutinya yang sudah disetujui oleh atasan."Semoga lancar sampai hari H ya," ucap Weni sambil menerima kertas dari Vanya."Amin. Makasih ya, Wen. Aku ke atas dulu ya." Vanya beranjak dari ruangan Weni dan menuju lantai tiga.***Di ruang prioritas, Erin dan Frans datang dan dilayani oleh Reni. Tampak wajah Erin menunjukkan ketidaksukaan pada Reni mengingat cerita yang didengarnya dari Vanya tempo lalu."Diminum, Om, Tante," ucap Reni saat seorang laki-laki berseragam biru meletakkan dua cangkir teh."Iya. Makasih," jawab Erin datar.

  • DUDA POLISI BUCIN   Nikah Ini

    Mama masuk ke kamar Vanya dan melihat anak gadisnya itu meringkuk di dalam selimut. Ia lantas berjalan mendekat dan mengecek keadaan Vanya karena waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi."Kamu demam, Sayang?" Mama meletakkan telapak tangannya di kening Vanya.Vanya mengangguk pelan sambil memijat pelan keningnya.Satu jam kemudian Mama kembali mengecek keadaan Vanya, tapi masih sama. Anak gadisnya itu masih demam. Membiarkan pintu kamar Vanya tetap terbuka, ia kemudian membawa semangkuk bubur. Meraih handphonenya, Mama menghubungi Erin untuk memberitahu bahwa Vanya sedang sakit. Tak tinggal diam, begitu selesai menerima telepon, Erin mengajak Sandra juga Charlos menuju rumah Vanya. "Habiskan buburnya dong, Van!" seru Mama saat melihat semangkuk bubur yang dibawanya tadi masih bersisa setengah."Pahit, Ma. Gak enak.""Biasanya kalau Mama masak bubur, kamu pasti minta tambah." Mama menyuapkan bubur itu dengan paksa. "Sudah mau berumah tangga, mau ngurus anak juga, makan aja masih

  • DUDA POLISI BUCIN   Bete

    Hari ini Vanya mengajukan ijin satu hari untuk mengurus syarat-syarat dan kelengkapan berkas pernikahannya. Setelah mendapatkan surat kesehatan, mereka lanjut ke studio foto. Iseng sang fotografer menanyakan soal foto prewedding yang ditanggapi dingin oleh Charles. Melihat sikap Charles, gadis itu hanya bisa menghela nafas pelan, walau sebenarnya ia sangat ingin memiliki foto prewedding seperti orang kebanyakan. Namun keinginannya itu ia simpan sendiri saja karena tidak ingin menimbulkan harapan palsu.Akhirnya semua berkas-berkas yang diperlukan untuk dokumen kantor Charles sudah selesai."Mama, ke belakang sebentar ya," pamit Mama meninggalkan mereka berdua di ruang tamu. Rasa ingin tahu membawa Vanya melihat beberapa video nikah kantor di dunia maya."Emang kaya gini ya?" Vanya menunjukkan layar handphonenya pada Charles."Kurang lebih kaya gitu."Vanya kemudian terlihat serius menonton video itu sampai selesai. Ia mulai mempersiapkan jawaban yang mungkin akan ditanyakan nanti."Ka

  • DUDA POLISI BUCIN   Dinas

    Vanya akhirnya berkata jujur saat Reni terus bertanya mengenai hubungan dengan Charles. Tidak mungkin ia terus menutupi hal ini karena lambat laun Reni juga pasti tahu. Raut wajahnya langsung berubah mendengar jawab Vanya. Sepanjang penerbangan mereka juga tidak saling bicara hingga tiba di hotel tempat mereka menginap. Entah siapa yang sudah mengatur, Vanya malah satu kamar dengan Reni. Meletakkan kopernya di dekat kasur, Vanya lantas masuk ke dalam kamar mandi setelah Reni keluar.“Aku mau keluar, kamu mau nitip makan?” tanya Reni pada Vanya yang masih berada di kamar mandi."Nggak, Ren," jawab Vanya keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan wajahnya.Vanya kemudian mengecek handphonenya yang sedari tadi masih dalam mode pesawat. Terlihat di layar handphonenya banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari Charles. Gadis itu hanya bisa menghela nafas membaca satu per satu pesan yang Charles kirimkan. "Ya ampun!" seru Charles di ujung telepon begitu ia berhasil menghubungi Vanya. "

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status