Share

Selangkah

Author: Lystania
last update Last Updated: 2025-07-18 13:34:33

Bertempat di kediaman Vanya, hari ini akan digelar acara lamaran, seminggu sebelum acara pernikahan. Tenda dan beberapa kursi sudah terpasang di halaman rumah Vanya. Keluarga Vanya sudah mulai berdatangan dan mengisi kursi-kursi yang telah disediakan. Di kamarnya, Vanya baru saja selesai di rias. Tampilan make up natural flawless dengan rona pipi sedikit pink dan bibir berwarna coral dipadukan dengan kebaya berwarna peach, membuat tampilan Vanya begitu manis. Sebenarnya Vanya sendiri enggan untuk menggelar acara seperti ini, tapi atas permintaan dari keluarganya dan keluarga Charles juga tidak keberatan, maka terjadilah acara lamaran hari ini.

"Sudah bener-benar yakin dan gak akan menyesalkan kamu, Sayang?" tanya Mama yang sejurus memeluk pundak Vanya.

"Sudah, Mamaku sayang." Vanya kemudian berbalik memeluk Mama, "Padahal ini baru lamaran lo Ma, Mama udah melow gini. Gimana nanti pas acara nikahannya?"

"Mama takut kamu nanti ... Sudahlah, Mama yakin kamu pasti bisa menjalani kehidupan rumah tangga kamu nanti."

Nadia masuk ke dalam kamar dan mengajak Mama keluar, karena semua keluarga sudah datang. Charles dan keluarganya pun juga sudah tampak memasuki halaman rumah Vanya. Beberapa sepupu Vanya berbisik-bisik memuji seorang pria yang mengenakan baju batik sambil menggendong anak kecil.

"Ih, ini calonnya? Kalau kaya gini sih aku juga mau," decak mereka sambil senyum-senyum.

Mereka telah duduk di posisinya masing-masing. Dua keluarga saling berhadapan. Duduk di barisan paling depan Charles dan juga orang tuanya, begitu juga sebaliknya, Mama dengan didampingi Yuda dan Om Hendro sebagai wakil dari keluarga. Acara dibuka dengan membaca doa dan dilanjut dengan mempersilahkan keluarga Charles mengutarakan maksud kedatangannya. Dengan luwes dan penuh percaya diri, Charles memperkenalkan diri dan juga keluarganya.

"Saya sadar, pasti saya bukan menantu yang diharapkan, tapi saya ..." Charles tak meneruskan ucapannya, ekor matanya menangkap bayangan Vanya yang tengah berjalan menuju ruang keluarga tempat acara berlangsung. Seketika jantungnya mulai berdetak cepat. Ia tak bisa mengalihkan pandangan sampai Vanya benar-benar duduk di samping Mama. Rasanya sangat berbeda pada saat lamaran dengan Kirana dulu.

"Saya pasti akan bertanggung jawab," lanjut Charles yang kemudian duduk dan mengalihkan pandangan matanya menatap Charlos yang sedang digendong Sandra.

“Astaga, kenapa dia terlihat sangat menarik begini? Sepertinya aku sudah mulai memiliki rasa untuknya” gumam Charles sambil mencuri pandang pada Vanya yang tampak menebarkan senyum sepanjang acara berlangsung.

Setelah selesai acara perkenalan, dilanjutkan dengan memasangkan gelang di tangan Vanya oleh Erin sebagai tanda bahwa Vanya sudah terikat dengan Charles.

"Wah, berlian," bisik beberapa orang Tante Vanya saat melihat kilau di tangan Vanya.

Setelah sesi foto, acara dilanjutkan dengan makan siang. Dengan ditemani Sandra dan Nadia, Vanya makan satu meja.

"Kak Vanya, hari ini manis banget kaya gula deh, sampai-sampai Bang Charles tersepona, eh terpesona maksudnya," ucap Sandra sambil tertawa.

"Bisa aja kamu, San. Makasih ya pujiannya." Vanya tersenyum sambil memakan salad buah di depannya.

"Kakak, sebentar liat si kembar ya." Nadia beranjak dari meja dan menghampiri Yuda yang sudah mulai dibuat kewalahan oleh si kembar.

"Kak, Sandra liat Charlos dulu ya," ujar Sandra yang juga beranjak dari meja.

Melihat Vanya sendirian, Charles menarik kursi dan duduk di sampingnya.

"Ada yang bisa dibantu?" tanya Vanya.

"Gak ada," sahut Charles singkat.

"Oke." Vanya memundurkan kursinya, berniat untuk membiarkan Charles duduk sendiri.

"Kemana?" Charles dengan cepat menahan tangan Vanya.

"Gak kemana-mana."

"Ya sudah duduk di sini aja kalau gak mau kemana-mana."

Vanya menarik pelan tangannya dan kembali duduk. Seketika Mama langsung menghampiri Vanya dan juga Charles.

"Kalian ada masalah?" tanya Mama yang membuat Charles dan Vanya saling berpandangan dan menggeleng bersama.

"Mama lihat dari jauh kalian seperti sedang adu mulut." Mata Mama menyelidik menatap Charles tajam.

Vanya menggeleng sambil tersenyum. Tak ada percakapan di antara mereka berdua. Vanya terus menyendok sisa-sisa salad yang ada di mangkuknya, sedangkan Charles malah asyik dengan handphone.

‘Apa maksudnya coba, dia duduk di sini tapi malah sibuk sama ponselnya? Giliran aku mau pergi, dia malah gak ngebolehin” gumam Vanya. Untunglah suasana hening ini tak berlangsung lama, Sandra kemudian datang dengan menggendong Charlos.

"Pa ... Pa," ucap Charlos terbata-bata. Sandra kemudian mendudukan Charlos di pangkuan Charles.

"Sayang Papa, mau sama Tante Vanya? Mau?"

"Ma ... wu." Vanya mengambil Charlos dan mendudukan Charlos di atas meja, berhadapan dengannya. Tampak Charles memandang Vanya sambil tersenyum.

***

Sehari setelah acara lamaran itu, Vanya malah ditugaskan untuk mengikuti pelatihan di Makassar selama tiga hari. Saat mendapat pemberitahuan itu, jujur saja ia agak galau. Minta bantuan dengan Pak Irwan dan Reni juga sia-sia. Memang harus Vanya yang berangkat.

“Aduh tahu gini aku ambil cuti lebih awal' gumamnya dalam hati. Sekitar jam dua siang, ia pamit pulang duluan. Pasalnya sore ini juga ia harus berangkat menuju Makassar. Setibanya di rumah, Mama yang sedang mengecek undangan kaget melihat Vanya di ambang pintu dengan wajah cemberut.

"Jam berapa ini? Kok kamu sudah pulang?"

"Sore ini mau ke Makassar, Ma. Ada pelatihan tiga hari disana," ucapnya tak bersemangat. Ia duduk di samping Mama dan melepaskan blazernya.

"Cuti kamu gimana? Mulai hari apa kamu cutinya?"

"Jumat ini, Ma,"

"Ya sudah, ayo Mama bantu beres-beres." Mereka berdua kemudian masuk ke kamar Vanya dan mulai memasukan beberapa pakaian kerja ke dalam koper. Selesai packing, ia mengambil handphonenya dari dalam tas dan mendapati beberapa pesan. Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard handphonenya membalas pesan. Baru saja ia membaca pesan dari Charles, handphonenya langsung bergetar.

"Jangan lupa nanti sore," ucap Charles saat teleponnya telah tersambung.

"Tapi sore ini aku ke Makassar, pesawat jam lima. Pelatihan tiga hari di sana."

"Bukannya kamu sudah cuti?"

“Aku cutinya hari Jumat dan memang harus aku yang pergi," jawab Vanya.

"Aku ke rumah sekarang." Charles langsung mematikan sambungan teleponnya.

Di dapur, Mama menyiapkan bekal makanan untuk dibawa Vanya nanti. Sambil memoles make up tipis di wajahnya, Vanya asyik membalas pesan di WAG temannya. Sesekali ia tertawa saat membaca pesan yang berisi godaan-godaan dari temannya.

“Gak tahu aja kalian, gimana sebenarnya hubungan aku sama Charles” gumamnya dalam hati. Pintu kamar dibuka oleh Mama yang memberitahu bahwa Charles telah menunggu di ruang tamu. Vanya segera bergegas membereskan tempat make up dan memasukkannya ke dalam tas. Ia kemudian keluar dari kamar dan menarik kopernya. Mama menemani Charles di ruang tamu sementara Vanya makan di ruang makan.

Saat melihat ayam goreng di meja masih lumayan banyak, Vanya membuka kotak bekalnya dan menambahkan beberapa potong ayam lagi. Ia merapikan bekal dan memasukkannya ke dalam tas kecil yang dikaitkannya di koper. Setelah pamit dengan Mama, mereka berdua meninggalkan rumah dan segera menuju bandara.

"Emang harus kamu yang pergi ya?" tanya Charles sesaat setelah memasuki tol.

"Iya," jawab Vanya singkat.

Suasana kembali hening. Sementara Charles fokus dengan setir dan pandangan matanya ke arah depan, Vanya menekan tombol di depannya, menyalakan radio dan mencari saluran radio. Tangannya berhenti saat sebuah tembang lawas dari sheila on seven terdengar mengisi seluruh ruangan mobil. Sesekali ia melirik Charles yang masih lengkap dengan seragam polisinya. Terlihat sangat gagah. Beberapa detik ia terpaku menatap Charles, namun kemudian ia langsung memalingkan wajahnya saat Charles tiba-tiba menoleh. Sadar, ia sedang di tatap oleh Vanya.

Begitu memasuki area parkir bandara, rintik-rintik hujan mulai turun. Setelah memarkirkan mobilnya, Vanya hendak membuka pintu.

"Tunggu dulu." Dengan cepat Charles keluar dari mobil, mengambil payung dari bagasi mobilnya dan membukakan pintu. Spontan Charles merangkul pundak Vanya, lebih dekat dengannya agar ia tidak keluar dari naungan payung.

“Ya ampun, harumnya. Nempel lagi di baju aku” gumam Vanya. Charles kembali ke mobil dan mengambil koper Vanya.

"Makasih ya, aku masuk dulu," ucap Vanya sambil memegang gagang kopernya.

"Iya," jawab Charles singkat dengan helaan nafas yang panjang. Sedikit terasa ada nada kecewa di sana. Vanya menengok ke belakang saat sudah berada di dalam untuk cek in, ternyata Charles masih ada di sana. Iseng ia melambaikan tangan dan di balas oleh Charles.

“Kenapa dia?” gumam Vanya yang memacu laju langkahnya sebelum antrian cek ini lebih panjang lagi. Akhirnya, Vanya sekarang berada di ruang tunggu. Masih ada setengah jam lagi dari jam keberangkatannya. Ia membuka handphonennya dan mulai berselancar di dunia maya.

***

Charles baru saja sampai di rumah, setelah membersihkan diri dan berganti baju, ia bergabung di ruang keluarga. Jam baru saja menunjukkan pukul setengah delapan, namun Charlos sudah menunjukkan tanda-tanda mengantuk. Ia terus mengucek-ucek matanya dan sesekali menarik daun telinga.

"San, ayo ajak Charlos tidur." Erin datang dan menyodorkan sebotol sufor pada Sandra. "Gimana, persiapan pernikahan kalian? Sudah beres semua kan?" tanya Erin pada Charles.

"Sudah, Ma."

"Bagus lah. Mama juga sudah booking MUA. Oh iya ... Mama juga sudah pesan beberapa kamar hotel di tempat acara. Untuk kita dan keluarga Vanya." Cerita Erin sangat antusias.

"Iya, Ma," sahut Charles datar. Matanya menatap lurus pada layar kaca televisi sedang pikirannya berkelana entah kemana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DUDA POLISI BUCIN   Kondisi yang Sulit

    Hari keempat dengan kondisi yang masih sama, tangan yang belum bebas untuk digerakkan. Ia kembali duduk di ruang tengah setelah kepulangan Mama yang untuk kali kedua menjenguknya. Rasanya ingin ikut pulang saja dengan Mama, tak rela berpisah."Ami, bil ini bilnya," ucap Charlos sambil membawa mobil-mobilan dan ingin duduk dipangkuan Vanya."Maaf ya anak Ami sayang, Ami belum bisa gendong-gendong Charlos dulu. Kita main di bawah aja ya," ujar Vanya sambil beralih duduk dari atas kursi menjadi duduk di lantai bersama Charlos.Baru beberapa saat menemani Charlos bermain, handphone yang diletakkannya di atas meja berbunyi."Iya, Bang," sahut Vanya. "Kamu kenapa gak ngasih tahu Abang kalau lagi sakit?”"Vanya gak apa-apa, Bang.""Gapapa gimana, kalau tangan sampai di gips," ucap Yuda dibalik telepon dengan sedikit amarah."Kamu di KDRT sama Charles?" tanya Yuda lagi."Ih Abang mulutnya sembarangan deh. Vanya itu jatuh."Yuda menghela nafas sembari mendoakan agar adiknya itu cepat sembuh.

  • DUDA POLISI BUCIN   Insiden

    Charles masih sibuk mengerjakan laporannya, padahal ini sudah jam lima sore. Belum lagi waktu perjalanan Bandung Jakarta yang memakan waktu beberapa jam bila ditambah dengan kemacetannya. Sambil terus menyelesaikan laporannya, ia terus melirik jam di layar laptopnya. Tak tahu kenapa hati sedikit gusar. Maunya ingin cepat pulang saja.Di kantor Vanya.Ia baru saja selesai absen pulang. Sebelum pulang ia mampir ke toko mainan yang baru buka di dekat kantornya, membelikan mainan mobil-mobilan untuk Charlos."Makasih ya, Mbak," ucap Vanya sambil menenteng bungkusan berwarna biru itu. Setibanya di depan rumah, Vanya turun dari mobil dan membuka pagar rumah."Ami … Ami …" teriak Charlos dari depan pintu rumah saat melihat Vanya yang barusan turun dari mobil tadi.Teriakan Charlos bertambah kencang saat Vanya menunjukkan bungkusan plastik pada Charlos. Senyum yang mengambang di bibir Vanya, berubah menjadi ekspresi sedikit takut saat melihat Charlos hendak menuruni

  • DUDA POLISI BUCIN   Tiada Artinya

    "Maaf Pak, Bapak silahkan duduk dulu." Vanya tetap berusaha tenang menghadapi nasabah yang datang dan langsung marah-marah padahal ini masih pagi. Saat Vanya mulai bicara hendak memberikan pilihan, nasabah itu bangkit berdiri dan mengambil pistolnya yang sedari tadi ia letakkan di atas meja. Tak perlu waktu lama petugas keamanan dan beberapa orang langsung mengamankan nasabah itu."Bapak silahkan ke sebelah sini," ucap satpam yang berjaga di sana dengan dibantu dua orang nasabah yang kebetulan berprofesi sebagai polisi, mengarahkan ke ruangan Pak Tri."Sakit tuh nasabah," komentar Tyas. "Kamu gak apa-apa kan?" tanya Tyas lagi."Gapapa," sahut Vanya. Ia meninggalkan mejanya sebentar, menuju toilet.Dari dalam ruangan Pak Tri, dua polisi yang ikut mengamankan nasabah tadi memperhatikan Vanya.Setelah dijelaskan oleh Pak Tri, nasabah yang mengamuk tadi akhirnya paham dan meminta maaf karena telah membuat kegaduhan di kantor ini. Ia meninggalkan tempat itu dengan di

  • DUDA POLISI BUCIN   Masih Kesal

    Ia tak bicara sama sekali saat Charles mengantarnya kerja. Memandangnya saja pun tidak. Rasa kesal dan sakit di hatinya teramat menumpuk. Ia turun dari mobil dan menutup pintu dengan sedikit kencang. Charles hanya bisa menghela nafas melihat hal itu. Selesai morning briefing, Vanya dan yang lain kembali ke unit masing-masing. Ia duduk di kursinya dan mengambil handphonenya.'Pesan apa ini' tanyanya dalam hati melihat pesan yang dikirimkan Charles kemarin malam.'Besok, upacara kenaikan pangkat' gumamnya. Matanya membaca dengan teliti, mencari nama Charles diantara sekian nama yang ada di sana. Ia berdecak kagum melihat pangkat dan jabatan baru yang akan diemban Charles sekarang. Masih muda dan sangat berprestasi di pekerjaannya. ***Sebelum pulang, Vanya menemui Priska untuk minta izin masuk kerja agak siangan."Kenapa gak sekalian satu hari aja izinnya?""Gapapa, Mbak?” Vanya tak enak.“Gapapa, santai aja.”Di pos satpam, tampak Charles telah m

  • DUDA POLISI BUCIN   Lagi dan Lagi

    Sebelum akhir pekan benar-benar berakhir, hari Minggu ini Charles mengajak jalan-jalan keluarganya. Mereka telah siap di dalam mobil, hanya tinggal menunggu Charles yang katanya sakit perut."Vanya lihat dulu ke dalam ya Ma," ucap Vanya tak telah melihat yang lain telah menunggu. Vanya keluar dari dalam mobil dan masuk ke dalam kamar mandi yang ada di kamar. Berkali-kali diketuk tak ada sahutan dari dalam. Vanya memberanikan diri membuka pintu kamar mandi yang ternyata tak di kunci."Loh, kosong? Dia dimana?" Vanya bingung mendapati kamar mandi yang kosong. Ia keluar kamar dan melihat Charles berjalan dari arah dapur."Kamu ngapain dari kamar?""Kamu yang ngapain dari dapur?" tanya Vanya sambil menutup pintu kamar."Dari kamar mandi belakang, sakit perut.""Kirain kamu di kamar. Ayo cepet, sudah ditunggu," ajak Vanya.Alhasil jam setengah sembilan pagi mereka baru mulai jalan. Berharap jalanan menuju kesana tidak macet dan antrian masuk ke Kebun Ray

  • DUDA POLISI BUCIN   Tidak Cemburu

    Vanya mengirim screenshot percakapan grup kepada Charles. Percakapan grup istri-istri polisi yang tengah berencana untuk membentuk arisan di luar arisan yang setiap bulan rutin dilakukan, meskipun Vanya belum pernah sekalipun bergabung.Ikut aja, nanti tiap bulan aku yang transfer uang arisannya."Baik bener suami," bisiknya sambil membalas pesan Charles.Uang arisan sebanyak lima ratus ribu itu lumayan untuk Vanya, walau gajinya masih bisa menutupi tapi rasanya sedikit berat. Tapi kalau Charles sudah bilang bahwa dia yang akan membayarkannya, dengan senang hati diterimanya. Selama ini untuk masalah gaji Charles, Vanya tidak pernah mencampurinya. Ia juga tidak pernah meminta jatah pada Charles karena merasa gajinya lebih dari cukup. Sebagian gaji yang diterimanya, Vanya beri untuk Mama karena ia tahu, gaji pensiunan almarhum ayahnya hanya cukup untuk keperluan setiap bulan saja. Dan itu sudah jadi komitmennya dengan Yuda juga.***Sebelum pulang ke rum

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status