Esteban menelan ludahnya dengan susah payah. Ia mati kutu, harusnya ia tahu, siapakah Jonathan yang sebenarnya. Seorang pengusaha sukses dengan latar belakang dari keluarga miskin. Anak yatim yang hidup di jalanan bisa berubah nasibnya dalam waktu singkat, pasti ada sesuatu usaha yang mendukungnya. Bodohnya ia tidak berpikir sampai kesitu. Dunia hitam dan anak jalanan sudah seperti daging dan darah, menyatu dalam satu kesatuan yang tak terpisahkan. Jonathan pasti dengan mudah mengetahui gerak-geriknya yang menyeleweng di perusahaan. "Tuan Smith, Tuan, maafkan saya, saya khilaf, saya tidak sengaja. Ampuni saya, Tuan." Esteban kembali merangkak, meraih kaki Jonathan yang terbungkus sepatu pantofel yang mengkilat. Keenam orang pengikutnya Esteban, juga melakukan hal yang sama. Jonathan tersenyum sinis menatap malas ketujuh lak
Dua jam sebelumnya.Jonathan berdiri di depan pintu ruangan besi bersama Adam. Sebelum pergi ke kantor, ia menyempatkan diri untuk melihat, manusia terakhir yang menjadi pemenang dari perebutan mantel."Buka pintunya," titah Jonathan kepada penjaga pintu."Baik, Tuan." Penjaga itu bergegas membuka pintu untuk Jonathan dan Adam, di belakangnya, beberapa pengawal pribadi ikut masuk ke dalam sebagai pengawal keselamatannya Jonathan.Hawa dingin menusuk kulit Jonathan dan Adam setelah pintu ruangan tersebut dibuka. Tampak seseorang sedang duduk di pojok ruangan sambil memeluk kakinya. Sedangkan tubuh enam orang lainnya tergeletak di lantai dengan keadaan yang mengerikan. Berlumuran darah dan membiru karena beku.
"Ck … dia tidak ada di sini," gumam Magdalena setelah masuk ke ruangan direktur milik Jonathan."Tuan Smith sedang rapat, Nona." jawab Adam."Lalu? Kenapa kau masih ada di sini?""Maksud, Nona?""Kau asisten pribadinya, seharusnya kau berada di sampingnya saat ini. Apalagi dalam keadaan rapat penting."Adam menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Bosnya menyuruhnya untuk menjemput tunangannya. Dan kini orang yang dijemputnya menyalahkannya karena tidak mendampingi bosnya. Serba salah, bagaikan buah simalakama."Tunggu apalagi?" Magdalena gemas karena asisten tunangannya yang cerdas itu mendada
Setelah satu jam berlalu, Magdalena terbangun dari tidurnya. Gadis itu mengerjap, merasakan hangat karena selimut. Bau parfum yang segar menyeruak dalam hidungnya. Magdalena tersenyum, bau khas parfum itu adalah milik Jonathan, tunangannya. Rasa hangat yang menyelimuti tubuhnya ternyata berasal dari jas mahal laki-laki itu. Ada rasa bahagia yang ia rasakan dengan hal simple tersebut."Nathan," panggil Magdalena. "Oh, kau sudah bangun?" Jonathan melepas kaca matanya dan menghentikan ketikan jarinya di keyboard laptop. "Kau sangat sibuk?" tanya Magdalena basa-basi. Ia ingin Jonathan menyambutnya dengan sikap yang hangat, walaupun itu adalah hal yang tidak mungkin. Karena sedari awal Magdalena tahu jika Jonathan adalah laki-laki dingin tak tersentuh. Sama seperti ayahnya. Dua laki-laki yang hampir mirip sikapnya, tapi Magdalena menyukainya."Sudah waktunya makan siang, aku lapar." Jonathan mematikan laptopnya. "Ayo kita pergi makan di luar." perkataan yang tidak diharapkan oleh Magdale
Pegangan tangan Magdalena mengendur, saat Jonathan menyapa balik wanita itu. Sungguh di luar dugaan. Jonathan mau berhenti dan meluangkan waktu untuk berbicara dengan wanita yang tak pernah dilihatnya itu."Halo juga Maria, kabarku baik." Wanita itu mengulurkan tangannya dan Jonathan melepaskan pegangan tangannya dari Magdalena. Mereka berjabat tangan lalu wanita itu melempar senyumnya lagi. Pemandangan yang sangat menyebalkan.Magdalena seperti orang ketiga di antara mereka. Ekor matanya melihat jika wanita itu terlihat berkelas dan dewasa. Kalau dilihat … sepertinya ia lebih cocok bersanding dengan Jonathan dibanding dirinya. Wanita itu berpakaian kantoran, sangat rapi dan berkelas. Magdalena menghela napas, rasanya ia ingin berteriak dan mencegah mereka untuk ngobrol. 'Hentikan! Menjauh dari Jonathan!' tapi itu hanya bisa diucapkan Magdalena dari dalam hatinya."Kenalkan, Magdalena Morris, tunanganku." suara Jonathan seperti angin segar yang berembus. Seketika Magdalena menoleh k
"Namanya, Maria Soriano, putri tunggal dari Mark Soriano. Pemilik Soriano Corporation, perusahaan asamble mobil. Saingan terberat dari Smith Corporation. Mark Soriano juga pemilik organisasi gelap di negara bagian barat." "Maria adalah juniorku di universitas Cambridge. Dia banyak membantuku, ketika aku masih miskin dan kesulitan. Kami berpisah setelah aku lulus dan memulai bisnisku di negara ini." Jonathan menjelaskan secara detil asal usul Maria dan latar belakang pendidikannya. "Hanya teman?" tanya Magdalena lirih."Lebih dari itu." "A-apa maksudmu?" mata Magdalena mulai memanas. "Dia penolongku, pernah menyelamatkanku saat duel besar antara organisasi gelap yang memperebutkan daerah kekuasaan. Aku hampir mati kehabisan darah jika, Maria, tidak tepat waktu membawaku ke rumah sakit." Kata-kata Jonathan masuk akal. Tapi entah kenapa Magdalena tetap tidak menyukai wanita bernama Maria. Tatapan dan gesture tubuh wanita cantik itu membuat Magdalena curiga. Wanita itu menargetkan Jon
"Berhenti!" teriak seorang gadis yang turun dari mobil mewah merk mahal edisi terbatas, Maybach. Berpakaian rapi, terlihat elegan dan sangat cantik. Dilindungi beberapa pengawal berjas hitam. Gadis itu menghampiri Jonathan yang hampir saja diinjak oleh pemuda yang berdiri di atasnya. "Pengawal, seret dia!" gadis itu memerintahkan pengawalnya untuk menyeret pemuda sombong nan arogan yang berusaha melukai Jonathan. "Hei, siapa kalian?" Ketua geng itu tidak terima karena ada orang yang mengganggu kesenangannya."Beri pelajaran, jangan berhenti sebelum dia pingsan." titah gadis cantik itu."Baik, Nona!" segerombolan laki-laki berjas hitam membungkuk lalu pergi dengan membawa pemuda yang telah mengganggu Jonathan tadi. "Lepaskan, lepas! Aku tidak kenal kalian, kenapa kalian menggangguku!" teriak ketua geng itu."Sayang," kekasih pemuda itu berlari mengikuti kekasihnya yang sedang diseret."Semuanya, bantu kekasihku!" jerit gadis itu memohon teman-temannya agar berbuat sesuatu.Namun angg
Mata, Maria tak berkedip melihat Jonathan. Penampilan terbarunya membuatnya terlihat sangat tampan. Memakai pakaian sederhana saja, ia sudah terpesona, apalagi sekarang yang memakai pakaian mahal dan bermerk. Hanya tinggal merapikan rambutnya di salon, Jonathan benar-benar tidak terlihat dari status sosial kelas rendah. "Maria," panggil Jonathan sambil menjentikkan jarinya di depan wajah gadis itu. "Eh … sudah selesai," pertanyaan konyol yang jawabannya pasti sudah, karena sejak tadi Maria memandang Jonathan tanpa berkedip. "Iya, aku sudah selesai." jawab Jonathan datar. "Ayo," tanpa canggung Maria menarik lengan Jonathan lalu memeluknya.Sebenarnya Jonathan merasa risih. Ia tidak suka berdekatan dengan seorang gadis atau perempuan lajang lainnya. Namun demi kalung perak peninggalan mendiang ayahnya. Ia rela mengikuti keinginan Maria yang menurutnya membuang-buang waktu saja. Padahal ia bisa menggunakan waktu itu untuk belajar dan merawat ibunya yang sedang sakit. "Kita nonton ke