LOGIN
“Mas, kamu nggak pulang lagi? Kamu nggak kangen sama aku?” Lily bertanya dengan nada manja via telepon pada Aldo, suaminya yang sudah satu minggu pergi ke luar kota.
“Maaf ya, Ly. Kerjaan mas di sini numpuk. Kayaknya mas bakalan di sini lebih lama. Kamu sabar, ya. Mas kerja keras juga buat kamu. Ini juga salah satu cara supaya mas dapat promosi naik jabatan dari bos,” jawab suaminya dari ujung sana. Lily sudah bosan mendengar alasan itu. Ini sudah ke sekian kalinya Aldo ke luar kota dalam waktu yang lama. Sekalinya di rumah, lelaki itu terus saja mengeluh capek. Hubungan mereka sudah satu tahun belakangan kurang harmonis. Bahkan untuk urusan ranjang saja bisa dihitung dengan jari. Sikap Aldo juga tidak semanis dulu. Lelaki itu semakin jarang memuji Lily. “Ya sudah kalau begitu. Aku mau nginep di rumah mama ya, Mas? Sepi juga lama-lama di rumah sebesar ini sendirian.” Lily sebenarnya berniat untuk protes. Tapi dia yakin kalau itu dia lakukan hanya akan memicu pertengkaran. Dia sedang tidak berselera untuk berdebat dengan Aldo. Ujungnya, lelaki itu akan mengungkit tentang dirinya yang tidak juga hamil di usia pernikahan mereka yang sudah menginjak tiga tahun. Kalimat itu sangat menyakiti perasaan Lily. Itulah mengapa dia lebih baik menghindar. “Eh, jangan, Ly. Mas Dewa bilang dia pulang dari Batam hari ini. Dia mau menginap di rumah kita. Soalnya kamu tahu sendiri, rumah papa lagi direnovasi.” Lily yang tadinya tidak berniat untuk marah pun menjadi emosi. Bagaimana mungkin dia harus tinggal satu rumah dengan kakak iparnya itu? Bukan hanya alasan kenyamanan, tetapi juga tentang hubungan mereka yang tidak akrab. Bukan karena bermusuhan, memang sikap Dewa yang membuat Lily menjadi sungkan. Apalagi semenjak menduda, lelaki itu lebih memilih tinggal di Batam, dan menetap di sana. “Mas, kamu ini bagaimana, sih? Masa Mas ngizinin mas Dewa buat tinggal di rumah kita. Apa kata tetangga, Mas? Di rumah ini Cuma ada aku, loh. Masa Mas santai saja, ngebiarin aku tinggal berdua sama mas Dewa,” omel Lily dengan emosi. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan pemikiran Aldo yang memang tidak umum. Biasanya seorang suami pasti tidak akan membiarkan istrinya berada dalam satu atap dengan lelaki lain, walaupun itu saudara sendiri. Sementara Aldo, dia malah dengan santainya mengizinkan Dewa menginap di rumah mereka. “Ya apa salahnya sih, Ly? Mas Dewa juga nggak akan lama di rumah kita. Paling dia seminggu saja di Jakarta. Buat apa kamu pusing mikirin omongan tetangga? Aku yakin sama mas Dewa. Dia nggak mungkin ngapa-ngapain kamu.” Jawaban itu sama sekali bukan yang Lily inginkan. Dia merasa Aldo memang tidak peduli padanya. Lily menjadi semakin kesal. “Seminggu itu lama, Mas. Mending Mas suruh saja mas Dewa nginep di hotel atau penginapan. Jangan di rumah kita.” Lily masih berusaha untuk menghalau Dewa dari rumahnya. Dia berharap kali ini Aldo mau mendengarkannya. “Segitu tidak sukanya kamu sama keluargaku, Ly? Kamu lihat sendiri bagaimana aku memperlakukan keluarga kamu kalau mereka datang ke rumah kita, kan? Kenapa di saat mas Dewa mau menginap di rumah kita, kamu malah seperti itu? Sekarang aku tahu, kamu memang nggak beneran tulus sama aku, Ly!” Aldo emosi. Lily bahkan mendengar suaminya itu berkata dengan nada tinggi. Padahal bukan begitu maksud Lily. Dia hanya sedang menjaga dirinya dari omongan tetangga karena tinggal berdua di rumah bersama kakak ipar. “Mas, bukan begitu maksudku. Aku cuma ...” “Aku nggak mau dengar alasan kamu, Ly. Kamu setuju atau tidak, mas Dewa akan tetap tinggal di rumah kita sementara waktu. Rumah itu aku beli dengan uangku sendiri, jadi kamu tidak berhak mengatur tentang siapa saja yang boleh datang. Kamu juga harus melayani keperluan mas Dewa dengan baik. Awas saja kalau kamu berani mengacuhkan mas Dewa. Uang bulananmu bakalan aku potong delapan puluh persen!” Aldo masih berucap dengan nada ketus. Lelaki itu juga langsung memutus sambungan telepon mereka. Lalu Lily harus bagaimana? Setidaknya dia sudah berusaha untuk menolak kedatangan Dewa ke rumahnya. Lagipula Aldo benar, rumah itu dibeli Aldo dengan uangnya sendiri. Jadi dia tidak berhak melarang tamu Aldo untuk berkunjung ke rumah mereka. “Oke, kalau itu mau kamu, Mas. Kalau nanti ada omongan tetangga yang menusuk, aku tinggal kasih rekam sama kamu. Nyebelin! Sekarang sebaiknya aku siapkan kamar tamu, daripada nanti aku kena omel lagi sama mas Aldo. Padahal aku kangen banget sama dia, setahun belakangan ini aku ngerasa kesepian banget. Aku punya suami, tapi rasanya kayak sudah janda. Disentuh juga jarang. Apa aku memang sudah nggak menarik lagi ya, di mata mas Aldo?” Lily bermonolog sambil berjalan ke arah kamar tamu. Kamar itu memang disediakan untuk para tamu yang datang dan menginap di rumahnya. Kamarnya terletak di sebelah ruang keluarga. Biasanya, orang tua Lily yang dari kampung selalu mendiami kamar itu selama berada di Jakarta. Salah satu nilai plus Aldo di mata Lily memang tentang bagaimana cara suaminya itu merespon orang tuanya. Aldo selalu memperlakukan keluarganya dengan sangat baik. Tidak pernah membedakan walau mereka dari keluarga yang pas-pasan. Setelah acara beres-beresnya selesai, Lily memutuskan untuk mandi. Dia merasa sangat gerah. Sejak pagi, dia belum sempat mengguyur tubuhnya dengan segarnya air shower. Lily memilih pakaian yang paling sopan. Dia tidak ingin memberikan kesan yang tidak-tidak di pertemuannya dengan Dewa nanti. Benar saja, setelah selesai bersiap, Lily mendengar bel rumahnya ditekan oleh seseorang. Dia segera turun dengan cepat, dan berjalan ke arah pintu. Saat pintu terbuka, Lily menemukan Dewa yang terlihat jauh berbeda di hadapannya. Saat terakhir bertemu, Dewa tidak sekekar sekarang. Wajahnya juga terlihat jauh lebih tampan. Lily dibuat terpesona karenanya. “Mas Dewa, selamat datang. Ayo masuk, Mas.” Lily segera mempersilakan kakak iparnya itu untuk masuk. “Terima kasih banyak, Ly.” Dewa membalas ramah, lelaki itu kemudian menyeret kopernya masuk. Lily segera menutup pintu, dan mengikuti langkah Dewa. Dia kemudian membantu Dewa membawa kopernya ke kamar tamu. Dia kemudian membawa Dewa ke ruang keluarga, berniat membuatkan lelaki itu minuman, dan memberikan beberapa makanan kecil. Dewa mengikuti ajakan Lily. Dia kemudian duduk di ruang keluarga dengan tenang, sambil menunggu adik iparnya itu membuatkan minuman untuknya.“Mas Dewa bohong,” protes Lily. Tubuhnya tergunjang hebat akibat hentakan yang dia dapatkan.Sekarang dia tengah memandangi bayangan tubuhnya yang tanpa busana di depan cermin yang ada di kamar mandi. Di belakang tubuhnya, tentu saja ada Dewa yang tengah melesakkan miliknya dengan penuh semangat.“Memangnya aku bohong tentang apa, Sayang?” tanya Dewa dengan suara berat penuh hasrat. Dia masih terus menggerakkan pinggulnya. Sebentar lagi puncaknya akan segera tiba.“Tadi bilangnya cuma mandi bareng, ujungnya Mas Dewa tambah lagi,” ucap Lily yang tengah mencengkeram erat pinggiran wastafel. Dia tidak sepenuhnya protes. Bahkan sekarang dia sangat menikmati apa yang Dewa lakukan.“Maaf, Sayang. Rasanya sangat susah untuk melewatkan tubuh seksi kamu. Tapi bukankah kamu menikmatinya, Sayang?” Dewa sengaja sedikit membungkuk, memberikan gigitan di pundak Lily. Dengan mata menatap nakal ke arah cermin. Menikmati ekspresi Lily yang pasrah berpeluh.“Sangat menikmatinya, Mas. Mas Dewa, Lily mau
Aldo tengah menemani Nila tidur siang. Walaupun ada Nila di dalam dekapannnya, mata Aldo terpusat ke layar ponselnya. Dia sedang menunggu notifikasi pesan dari Lily. Biasanya istri pertamanya itu tidak pernah absen mengingatkannya makan siang. Tak jarang Lily spam hanya untuk cerita tentang hal-hal sepele. Tapi hari ini, tidak ada satu pun pesan datang dari Lily.“Kamu sebenarnya kemana, Ly. Walaupun kamu sering spam tidak jelas, tapi aku merindukan kerandoman kamu itu, Ly. Perjalanan kita begitu panjang sebelum menikah. Kamu sudah banyak kasih aku support. Aku memang tidak seharusnya tergoda pada Nila. Sebenarnya aku sangat mencintai kamu, Lily. Tapi masa jeda karena aku fokus pada Nila waktu itu membuat aku canggung. Aku tidak tahu harus bagaimana untuk mengembalikan keharmonisan pernikahan kita.”Lily memang sering sekali bercerita tentang hal-hal yang tidak penting. Seperti dia bertemu siapa saat belanja di tukang sayur, kejadian lucu yang tidak sengaja terjadi, atau menceritakan
Dewa dan Lily tengah menonton televisi. Lily tengah berada di pangkuan Dewa dengan posisi setengah tiduran. Sementara Dewa tampak sesekali menyuapkan buah-buahan yang sudah dipotong-potong ke mulut Lily. Begitu pula dengan Lily. Mereka saling menyuapkan buah secara bergantian. Layaknya pasangan yang sedang kasmaran.“Mas, Mas Dewa kalau di Batam, pas nggak ke kantor, ngapain aja di rumah?” tanya Lily penasaran.Dia ingin tahu tentang kegiatan apa saja yang dilakukan oleh Dewa di rumahnya.“Tidur, Ly. Mau apa lagi? Kadang-kadang aku iseng fitness supaya tubuhku semakin sehat. Soalnya selain hari libur, aku nggak bisa olahraga dengan benar." Dewa menjawab pertanyaan Lily dengan senang hati.“Pantesan tubuh Mas Dewa makin bagus berapa tahun nggak ketemu. Rupanya Mas Dewa seneng olah raga.” Lily pun memuji perubahan bentuk tubuh Dewa. Di matanya, lelaki itu memang banyak berubah.“Oh ya? Memangnya perubahan tubuh aku kelihatan banget, ya?” Dewa balik bertanya. Dia memang menyadari banya
Di sebuah gazebo rumah besar sepasang suami istri berumur. Mereka tampak sedang menikmati secangkir teh dan makanan kecil yang terhidang di hadapan mereka. Di bagian samping rumah mereka sedang ada renovasi. Mereka adalah orang tua Dewa dan Aldo, Darto dan Rahma.Walaupun mereka sudah menikah selama tiga puluh lima tahun, Darto dan Rahma masih terlihat romantis. Mereka sering menikmati waktu bersama di setiap kesempatan.“Pah, coba saat santai begini kita ditemani cucu, ya? Pasti lebih bahagia. Lily sudah tiga tahun jadi menantu kita tidak hamil juga. Dewa juga betah sekali menduda. Tahun ini dia sudah lima tahun hidup sendiri. Kalau begini, kapan kita punya cucunya?” celoteh Rahma.Dia memang sudah sangat menantikan kehadiran seorang cucu. Itulah mengapa dia selalu menekan Lily untuk segera hamil.“Mah, mereka baru menikah tiga tahun. Biarkan mereka menikmati masa pengantin baru mereka. Kalau sudah saatnya, Lily pasti hamil.” Darto berpendapat. Dia sendiri tidak terlalu terobsesi unt
“Pagi, Sayang. Aku senang kamu tidur sangat nyenyak dalam pelukanku semalam. Aku sengaja tidak membangunkan kamu karena aku tahu, kamu pasti kelelahan setelah pertempuran kita,” ucap Dewa lembut. Lelaki itu mengusap tangan Lily yang melingkar di perutnya dengan penuh sayang.Lily tersenyum.Dewa memang lelaki yang sangat bisa memahaminya. Bahkan dia dengan sengaja membiarkan Lily menikmati tidur panjang setelah pergulatan nikmat mereka. Dia tidak mungkin bisa melakukan ini kalau bersama Aldo. Boro-boro suaminya itu mau memasak sesuatu, Lily pasti langsung diperintahkan bangun pagi untuk menyiapkan semua keperluan Aldo. Sejak awal menikah memang sudah seperti itu. Bedanya, saat awal menikah, Aldo lebih sering bersikap manis. Jadi Lily tidak merasa kalau semua itu merupakan beban.“Mas Dewa manjain aku banget, sih? Makin sayang jadinya. Makasih ya, Mas. Lily ngerasa beruntung banget bisa ketemu sama Mas Dewa. Maaf ya, lily nggak peka kalau Mas Dewa sebenarnya suka sama Lily dari lama,”
Lily menggeliat, dia membuka matanya perlahan, dan menyadari kalau hari sudah menjelang siang. Dia terbangun karena terganggu dengan suara ponselnya yang terus berdering. Bukannya segera memeriksa siapa yang melakukan panggilan, Lily justru fokus mencari keberadaan Dewa. Lelaki itu sudah tidak ada di sisinya.Setelah itu, barulah dia mengambil ponselnya. Dia berekspresi tidak senang saat mengetahui Aldo yang menelepon. Tumben. Biasanya selalu Lily yang menghubungi lebih dulu. Mengapa pagi ini berbeda? Dengan terpaksa, Lily menekan tombol hijau di layar ponselnya sambil mengatur posisi terbaik supaya dia bisa menerima panggilan dengan nyaman.“Pagi, Mas.” Lily menyapa dengan nada dibuat seceria mungkin.“Lama sekali angkat teleponnya, Ly? Kamu kemana saja? Aku sudah bilang, kan? Jangan jauh-jauh sama ponsel. Kamu tahu sendiri, aku nggak suka nunggu lama,” omel Aldo dari ujung sana. Sungguh sangat mengganggu pendengaran Lily.“Aku baru bangun, Mas. Semalam aku nonton drama sampai lupa w







