Share

2. Tekad Eleonora

Author: Wintersnow
last update Last Updated: 2025-08-27 21:06:25

Duke Killian Lockhart duduk di bangku panjang yang terletak di dekat taman istana yang dirawat dengan baik, menunggu calon istri yang baru ia temui sekali saat dekrit kerajaan diumumkan.

Setelah membantu memenangkan perang di daerah perbatasan, alih-alih mendapatkan kenaikan pangkat atau wilayah kekuasaan, Raja Normand malah memberinya hadiah yang paling tidak ia inginkan. Seorang istri.

Killian tentu tak bisa menolak perjodohan tersebut karena ia tak sudi dieksekusi karena dianggap sebagai pembelot yang melawan perintah raja. Meski begitu, ia yakin jika raja pasti telah merencanakan sesuatu. Mungkin, pernikahan ini semata-mata hanya bertujuan untuk memperkuat kekuatan kerajaan.

Atau untuk sesuatu yang lain. Sesuatu yang jahat dan tak akan ia sukai. Dan jika melihat perangrai raja, Killian lebih mempercayai kemungkinan terakhir.

Mata-matanya telah memberikan laporan lengkap. Eleonora merupakan anak haram sang raja dengan seorang penari yang tidak diketahui bagaimana nasibnya.

Perempuan berwajah murung yang diabaikan oleh keluarga dan tak memiliki dukungan politik apapun. Sehari-hari waktunya dihabiskan mengurung diri di tempat penyimpanan obat atau perpustakaan Istana yang jauh dari keramaian.

Benar-benar sebuah beban, tapi setidaknya beban yang masih bisa Kilian atasi.

"Duke Lockhart?"

Sebuah suara membuat perhatian Killian teralihkan.

Namun, ia tak dapat mengatakan apapun saat melihat Eleonora dengan gaun beludru bewarna zamrud gelapnya yang membuat kulit pucatnya begitu menonjol. Rambutnya telah ditata dengan rapi. Meski dengan riasan yang ringan, cukup membuat pesona Eleonora terpancar.

Killian mengerutkan dahinya sambil bertanya-tanya apakah ingatannya keliru. Perempuan dihadapannya itu terlihat begitu agung dan penuh dengan kepercayaan diri. Sangat berbeda dengan perempuan pemalu yang dilihatnya tiga hari lalu.

“Maaf telah membuat anda menunggu,” ucap Eleonora dengan suara lembut.

“Bukan masalah besar,” balas Killian singkat.

Namun, ia menemukan sesuatu yang tak biasa dari kedua mata biru milik lawan bicaranya. Eleonora seolah sedang melihat hantu— atau mungkin sebuah keajaiban. Kedua mata birunya lantas berkaca-kaca. Membuat Killian menghela nafas panjang, “Ternyata bukan aku saja yang keberatan dengan pernikahan ini.”

Kali ini, Eleonora menggeleng tegas saat mendengar nada sinis tersebut, “Saya tidak keberatan sama sekali. Tapi, bolehkah saya mengajukan satu permintaan yang sedikit kurang ajar?”

Salah satu alis Killian terangkat naik, “Kurang… ajar?”

Tiba-tiba saja Eleonora bergerak maju dan memeluk Killian dengan erat. Perempuan itu berusaha keras menahan air matanya agar tidak menetes. Namun, ia gagal mengendalikan jantungnya yang berdebar-debar tidak karuan.

Dicengkeramnya jubah milik Killian dengan erat hingga ia bisa mencium campuran aroma wol, baja dan kehidupan.

Dia masih hidup. Dia masih bernafas. Dia nyata!

Laki-laki itu membeku. Tak yakin bagaimana ia harus bereaksi. Perempuan itu memeluknya seolah ia baru saja menemukan daratan setelah tenggelam di lautan yang dalam.

Sementara itu, Eleonora memejamkan matanya. Dalam hatinya, ia bersumpah takkan mengulangi kebodohannya. Kali ini, ia akan menjadi perisai untuk suaminya. Untuk Killian, Eleonora bertekad untuk mencari seluruh kebahagiaan dan kekuasaan yang diperlukan. Meskipun itu berarti ia harus menyerahkan jiwanya.

“Kita akan terlambat, Nona—“

“Panggil namaku Eli,” balas Eleonora setelah ia melepaskan pelukannya. “Saat kecil dulu, Ibu sering memanggilku begitu.”

"Yang Mulia Permaisuri?"

Eleonora menggeleng dan ia menyunggingkan senyum yang aneh saat berkata, “Bukan.”

Killian menatap wajah lawan bicaranya untuk mencari sesuatu. Tapi, tak ada apapun yang pantas ia curigai. Diulurkan tangannya yang memakai sarung tangan, hanya sebagai bentuk sopan santun, “Kita harus pergi sekarang.”

Perempuan itu menerima uluran tangannya dengan wajah penuh rasa syukur, “Saya benar-benar senang melihat anda disini.”

“Sebuah kehormatan bagi saya,” balas Killian datar sebelum mereka mulai berjalan menuju ruang perjamuan yang letaknya cukup jauh dari tempatnya sekarang.

“Bukankah cuacanya cukup bagus? Musim semi di Ibukota mungkin akan anda rindukan saat berada di Lockhart. Seperti yang anda tahu, disana  selalu dingin meskipun saat musim panas sekalipun,” kata Killian memecah kesunyian di antara mereka.

Eleonora mengangguk, “Tapi, bukankah itu tempat yang cocok untuk anda? Di kondisi wilayah yang kering seperti Lockhart, beberapa jenis bunga tidak dapat tumbuh disana. Alergi anda tidak akan kambuh dengan mudah.”

Ucapan itu membuat langkah Killian terhenti. Hanya segelintir pelayan di kastilnya yang tahu rahasia tersebut. Suara bernada kecurigaan terdengar saat ia bertanya, “Darimana anda mengetahui hal itu?”

 “Oh, saya hanya menebak,” jawab Eleonora sambil menyembunyikan kegugupannya. Faktanya, ia butuh dua tahun untuk mengetahui bahwa suaminya memiliki alergi pada serbuk bunga. Itupun karena sebuah kesengajaan. Tapi, tentu saja ia tak bisa mengatakan hal tersebut pada Killian. Untungnya, otaknya berputar dengan cepat, “Saya mencium aroma daun plantain dan sedikit lilin dari tubuh anda. Itu adalah obat yang umum untuk alergi serbuk bunga.”

Kedua alis Killian terangkat dan jantung Eleonora berdegup dengan kencang. Namun, sedetik kemudian ekspresi laki-laki itu normal kembali. Ia lantas melanjutkan langkahnya, “Ternyata, anda tahu banyak soal obat-obatan.”

“Hanya pengetahuan dasar,” sahut Eleonora lagi .

“Sangat disayangkan karena banyak tanaman obat yang tak bisa didapatkan di Lockhart. Saya berharap anda tidak mati kebosanan disana.”

Bahu Eleonora tersentak saat mendengar hal itu. Kata-kata ‘kematian’ membuat jantungnya terasa diremas oleh tangan dingin. Terbayang kepala suaminya yang menggelinding di atas salju serta kehidupannya yang berakhir di tali gantungan. Rasanya untuk beberapa saat, perempuan itu perlu waktu untuk beradaptasi dengan ingatan tersebut.

Eleonora mulai menyunggingkan senyumnya, “Asalkan anda dalam keadaan sehat, saya pasti akan baik-baik saja.”

Killian melirik perempuan itu dengan pandangan menyelidik. Ia bertanya-tanya apakah ucapan tersebut merupakan sebuah ketulusan atau taktik untuk membuatnya lengah. Laki-laki itu berpikir bahwa mungkin saja dibalik wajah cantik tersebut, tersembunyi kelicikan yang dia warisi dari ayahnya.

Tak ada salahnya untuk bersikap waspada, pikirnya lagi.

Ruang perjamuan itu terasa dingin dan kaku ketika keduanya masuk. Disana, Raja Normand telah duduk bersebelahan dengan istrinya, Ratu Annelise Merr de Elgresia. Sedangkan Putra Mahkota Julian Hord de Elgresia, duduk di sebelah kiri ibunya.

Perhatian ketiganya teralihkan saat Killian dan Eleonora masuk ke dalam ruangan setelah memberi salam singkat. Keduanya duduk berdampingan di meja yang berseberangan dengan keluarga kerajaan.

Ratu Annelise mengangkat dagunya dengan angkuh dan nada bicaranya penuh dengan keramahan palsu saat berkata, “Sungguh gaun yang bagus, Eleonora. Aku hampir tidak bisa mengenalimu. Seperti kata pepatah. Dengan pakaian yang tepat, seekor bebek liar pun bisa berubah menjadi angsa .”

“Pujian anda berlebihan, Yang Mulia,” ucap Eleonora sambil membungkuk sopan. Kedua matanya lantas menatapnya lurus-lurus, “Wilayah Lockhart memiliki warna bendera putih dengan lambang naga berwarna zamrud. Saya hanya ingin menyambut Duke Lockhart dengan semestinya.”

Annelise mengerutkan dahinya. Ia tidak menduga akan mendengar balasan Eleonora yang tegas. Biasanya perempuan itu hanya bisa menundukkan kepala dan membalas ucapannya dengan suara sepelan cicitan tikus. Rasanya, Eleonora sedikit berbeda hari ini.

Mungkinkah anak bodoh ini berpikir jika ia bisa bebas setelah menikah dan pindah ke tempat yang jauh dari sini, tanya Annelise dalam hati. Naif sekali! Akan kupastikan bahwa penderitaan akan mengikutimu dan tak ada satupun yang bisa menyelamatkanmu. Tidak Duke Lockhart sekalipun!

Sementara itu Pangeran Julian mencibir, “Seekor bebek akan tetap menjadi bebek. Tak perduli sebagus apapun pakaiannya, mereka tak bisa menyembunyikan jati diri mereka yang menjijikan. Aku sungguh merasa kasihan pada mereka yang bekerja keras untuk menarik perhatian.“

“Benarkah begitu, Yang Mulia? Karena saya mengenal beberapa orang yang bisa mendapatkan kekuasaan meski ia tidak melakukan apapun,“ balas Eleonora sambil tersenyum lembut. Ia tetap tenang dan terus mengangkat dagunya. Ucapan mengintimidasi dari saudara tirinya itu tidak membuatnya gugup sama sekali.

Baginya, Pangeran Julian adalah seorang pengecut yang bersembunyi di balik punggung ayahnya serta berlindung di bawah ketiak ibunya. Laki-laki yang usianya lebih tua dari Eleonora itu hanyalah bayangan yang menipu di atas tahta.

Dengan sengaja, ia menghindari tugas kenegaraan yang dianggapnya membosankan. Setiap kali ada pertemuan penting dengan perdana menteri atau fraksi bangsawan, ia selalu mangkir dengan alasan sepele. Bahkan ketika terjadi konflik sekalipun, Raja akan mengirim Duke Lockhart ke garis depan dengan dalih melindungi ahli waris kerajaan.

Seluruh hidupnya dihabiskan di balik meja judi dalam dekapan wanita bayaran. Julian sama sekali tidak memiliki kontribusi apapun dalam kerajaan. Dan sayangnya, itulah sosok raja di masa depan.

Ucapan bernada polos itu terasa seperti menampar wajah Julian. Kedua tangannya terkepal seolah hendak memukul adik tirinya tersebut, “Apa maksudmu? Dasar anak haram, kau—“  

Raja Normand berdehem untuk memutus apapun yang hendak dikatakan anak laki-lakinya tersebut. Kemudian ia melihat ke arah kedua orang yang duduk di hadapannya, “ Sungguh pasangan yang serasi. Kalian terlihat cocok satu sama lain. Karena itu, setelah melalui diskusi yang panjang, kuputuskan untuk menggelar acara pernikahan kalian dalam tujuh hari. Pestanya akan dilakukan di katedral istana. Aku telah menyiapkan beberapa kereta kuda dan pengawal istana untuk menemani perjalanan kalian menuju Lockhart.”

Baik Killian dan Eleonora membungkuk secara bersamaan sambil berkata dengan nada serempak, “Terima kasih atas kemurahan hati anda, Yang Mulia.”

Tujuh hari lagi, pikir Eleonora dengan hati penuh semangat dan kedua mata yang berkilat tajam. Aku tak sabar untuk membalas dan mencincang mereka yang telah menghancurkanku!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dari Puteri Yang Terbuang, Menjadi Duchess Yang Berkuasa   4. Serangan Para Bandit

    Upacara pernikahan berjalan persis seperti yang diingat Eleonora. Ia memakai gaun pengantin dengan potongan sederhana dan rambutnya disanggul rapi. Wajahnya yang tertutupi dengan cadar putih berjaring-jaring itu tidak menampakkan ekspresi khusus saat Raja Normand menuntunnya hingga ke altar.Killian telah menunggunya dengan setelan militer berwarna putih. Rambutnya disisir ke belakang dan ia mengulurkan tangannya untuk menariknya mendekat. Membuat Eleonora tiba-tiba memikirkan ucapan terakhir yang ia dengar saat suaminya itu dieksekusi.Apa maksudnya dengan melindungiku? Selama ini, Killian tak pernah memperdulikanku. Ia bahkan tak pernah menyentuhku, membuatku menjadi bahan olok-olokan sebagai istri yang tak diinginkan. Jadi, apa sebenarnya yang coba ia lindungi?Saat Pendeta memulai prosesi janji pernikahan, jantung Elelonora berdebar. Suara Killian terdengar tegas saat berkata, “Saya bersedia menikahi Eleonora Keller Elgresia dan menemaninya di kala susah dan senang, sakit maupun s

  • Dari Puteri Yang Terbuang, Menjadi Duchess Yang Berkuasa    3. Air Mata Malaikat

    Sama seperti di kehidupan pertamanya, Raja Normand secara pribadi mengundangnya ke ruang kerjanya, tepat setelah acara makan malam selesai.“Saya menghadap matahari kerajaan Elgresia. Semoga Dewa selalu memberkati kita semua,.”Raja Normand melihatnya dengan pandangan lembut dan perhatian yang dibuat-buat, “Eleonora, anakku. Bukankah waktu berjalan dengan sangat cepat? Sekarang, kau sudah dewasa dan akan menikah dengan orang yang jauh dariku. Kami pasti akan merindukanmu.”Di masa lalu, ucapan itu berhasil membuat Eleonora tersentuh. Tapi sekarang, ia telah melihat segalanya dengan jelas, “Saya harap Yang Mulia selalu dalam keadaan sehat.”Agar aku bisa melumatmu hidup-hidup, tambahnya dalam hati.“Kau sungguh baik sekali,” balasnya setelah menghela nafas. “Aku tak bisa membayangkan kalau kau berada di tempat sejauh itu tanpa ada orang yang kupercaya. Karena itu, aku akan mengirim seorang pelayan pribadi untukmu.”“Itu tindakan yang berlebihan, Yang Mulia. Saya yakin kastil Lockhart m

  • Dari Puteri Yang Terbuang, Menjadi Duchess Yang Berkuasa   2. Tekad Eleonora

    Duke Killian Lockhart duduk di bangku panjang yang terletak di dekat taman istana yang dirawat dengan baik, menunggu calon istri yang baru ia temui sekali saat dekrit kerajaan diumumkan.Setelah membantu memenangkan perang di daerah perbatasan, alih-alih mendapatkan kenaikan pangkat atau wilayah kekuasaan, Raja Normand malah memberinya hadiah yang paling tidak ia inginkan. Seorang istri.Killian tentu tak bisa menolak perjodohan tersebut karena ia tak sudi dieksekusi karena dianggap sebagai pembelot yang melawan perintah raja. Meski begitu, ia yakin jika raja pasti telah merencanakan sesuatu. Mungkin, pernikahan ini semata-mata hanya bertujuan untuk memperkuat kekuatan kerajaan.Atau untuk sesuatu yang lain. Sesuatu yang jahat dan tak akan ia sukai. Dan jika melihat perangrai raja, Killian lebih mempercayai kemungkinan terakhir.Mata-matanya telah memberikan laporan lengkap. Eleonora merupakan anak haram sang raja dengan seorang penari yang tidak diketahui bagaimana nasibnya.Perempua

  • Dari Puteri Yang Terbuang, Menjadi Duchess Yang Berkuasa   1. Musim Dingin Berdarah

    Eleonora Keller Lockhart selalu membenci musim dingin.Tapi kali ini, rasa benci itu kian bertambah saat dua pengawal kerajaan menyeretnya keluar dari kastil Lockhart yang telah ia tinggali selama lima tahun ini, menuju alun-alun kota yang ramai. Para penduduk kota melihatnya sambil berbisik-bisik.Perempuan itu tak lagi mengangkat dagunya sebagai seorang Duchess, melainkan sebagai saksi dari pelaku pemberontakan kerajaan yang merupakan suaminya sendiri, Duke Killian Eglias Lockhart.Killian yang dulu selalu berpenampilan rapi dan selalu dielu-elukan sebagai pahlawan medan perang yang gagah berani, kini nampak lesu dan letih dengan kedua tangan yang diikat di belakang punggungnya. Pakaiannya compang-camping dan wajah tampannya tersamarkan dengan luka memar akibat proses interogasi yang kejam.Saat Eleonora bertemu pandang dengan suaminya, ia tak menemukan amarah atau dendam disana. Melainkan sebuah ketenangan yang luar biasa.Perempuan itu merasakan sesuatu yang menyesakkan bergerak d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status