LOGINUpacara pernikahan berjalan persis seperti yang diingat Eleonora. Ia memakai gaun pengantin dengan potongan sederhana dan rambutnya disanggul rapi. Wajahnya yang tertutupi dengan cadar putih berjaring-jaring itu tidak menampakkan ekspresi khusus saat Raja Normand menuntunnya hingga ke altar.
Killian telah menunggunya dengan setelan militer berwarna putih. Rambutnya disisir ke belakang dan ia mengulurkan tangannya untuk menariknya mendekat. Membuat Eleonora tiba-tiba memikirkan ucapan terakhir yang ia dengar saat suaminya itu dieksekusi.
Apa maksudnya dengan melindungiku? Selama ini, Killian tak pernah memperdulikanku. Ia bahkan tak pernah menyentuhku, membuatku menjadi bahan olok-olokan sebagai istri yang tak diinginkan. Jadi, apa sebenarnya yang coba ia lindungi?
Saat Pendeta memulai prosesi janji pernikahan, jantung Elelonora berdebar. Suara Killian terdengar tegas saat berkata, “Saya bersedia menikahi Eleonora Keller Elgresia dan menemaninya di kala susah dan senang, sakit maupun sehat. Dan bersama-sama hingga maut memisahkan.”
HIngga maut memisahkan
Eleonora lantas mengulangi janji pernikahan itu dengan suara bergetar. Hal ini tentu disadari oleh Killian yang memegang tangan istrinya yang terasa sedikit gemetar.
Apa dia gugup? Konyol sekali.
Seorang laki-laki muda dengan pakaian formal hitam putih, datang membawa nampan berisi sebuah kotak beludru yang berisi sepasang cincin. Saat Killian mengambil cincin perak untuk istrinya, keningnya berkerut. Cincin perak sederhana yang ia pesan dari salah satu pengrajin terbaik di Lockhart, memiliki retakan halus yang panjang di sekeliling permukaan cincin.
Bagaimana bisa? Bukankah kemarin baik-baik saja? Sial, dimana aku harus mencari cincin yang baru? Buang-buang waktu saja!
Seolah dapat membaca pikirannya, Eleonora menarik tangan lelaki itu dengan lembut, “Saya akan menerima cincin itu. Bukankah anda tak suka berlama-lama dalam acara formal semacam ini?”
Kerutan di dahi Killian semakin dalam. Ada sesuatu dalam suara Eleonora yang seolah-olah tahu segala hal tentang dirinya. Dasar wanita aneh, pikirnya saat ia mendorong cincin perak itu ke jari manis istrinya.
Eleonora memandang cincin itu agak lama sebelum bergumam pelan, “Akhirnya kita bertemu lagi. Kali ini, segalanya pasti akan sangat berbeda.”
Setelah prosesi tukar cincin selesai, Pendeta itu berkata, “Kedua mempelai resmi menjadi suami istri dan sekarang mempelai pria bisa mencium mempelai wanita.”
Killian maju selangkah dan menempelkan bibirnya begitu saja ke arah wanita yang telah resmi menjadi istrinya. Namun saat bibirnya menyentuh sesuatu yang basah, Killian menyadari bahwa Eleonora sedang menangis.
“Kau membuatku terlihat seperti orang jahat. Orang-orang akan mengira jika aku sedang menculikmu atau semacamnya,” ucapnya sambil merogoh saku dan mencari sapu tangan sebelum memberikannya pada perempuan di hadapannya.
“Maaf,” jawab Eleonora sambil mengusap air matanya.”Ini takkan terjadi lagi.”
Killian tak menjawab meski tidak memahami maksud ucapannya. Saat ia menggandeng istrinya untuk keluar dari kapel, ia mendengar suara tepuk tangan dari tamu undangan.
Pesta itu diadakan secara tertutup dan sangat sederhana. Hanya mengundang beberapa bangsawan saja sebagai saksi. Killian menggelengkan kepalanya. Kerajaan ini nampaknya enggan membuang banyak anggaran untuk pernikahan Eleonora.
Tapi, ini bukan masalah baginya. Lagipula, tidak ada yang benar-benar menginginkan pernikahan ini.
“Kereta kuda sudah menunggu di bawah. Apakah ada barang yang belum selesai anda kemasi?”
“Tidak ada. Saya sudah memastikannya.”
“Perjalanan menuju wilayah Lockhart akan memakan waktu tiga hari. Saya harap anda bersabar dengan hal ini,” ucap Killian saat membantunya naik ke atas kereta kuda.
Sebuah senyum mengembang di bibir Eleonora, “Asal bersama anda, saya bisa melakukan apa saja.”
Sementara itu, di kereta yang berbeda, Rocy menggaruk lehernya yang gatal. Perempuan itu mengira bahwa cuaca panas membuat kerah pakaiannya menggesek kulitnya lebih kasar dari biasanya, “Aku tak sabar untuk segera sampai di Lockhart dan berendam air dingin disana.”
Ia sama sekali tak menyadari bahwa kulit lehernya telah memerah dan sedikit melepuh. Jelas sekali bukan disebabkan oleh pakaiannya.
*
Malam kedua dalam perjalanan, karena tak menemukan penginapan, Killian memerintahkan pasukannya untuk berhenti di dalam gelapnya hutan dan membuat tenda darurat untuk titik peristirahatan.
“Saya akan berjaga diluar. Jadi, anda bisa beristirahat disini,” ucap Killian saat ia mengantarkan istrinya ke dalam tenda sederhana yang dibuat dari kain katun cokelat.
Eleonora tak segera menjawab. Ia ingat ada kejadian yang kurang mengenakkan. Sekelompok bandit datang, menyerang mereka. Meski bisa dihentikan dengan mudah, tapi ada beberapa pengawal yang terluka sehingga membuat perjalanan itu terhambat.
“Bolehkah saya ikut berjaga? Saya tak bisa tidur.”
Killian mendengus tajam karena mengira jika istrinya itu enggan tidur diatas rerumputan yang hanya dialasi dengan kain. Bagaimanapun, Eleonora adalah putri seorang raja yang terbiasa dengan kemewahan, “Lakukan sesukamu. Panggil pelayanmu jika kau membutuhkan sesuatu.”
“Perjalanan ini pasti membuatnya lelah, jadi biarkan dia beristirahat.”
“Memanjakan seorang pelayan bukanlah hal baik, Eleo.. Mm, Elli.”
“Saya tidak sedang berbuat baik padanya,” balasnya dengan nada tenang sambil mengikuti langkahnya. Jika bisa, Eleonora ingin melemparkannya ke arah bandit-bandit itu. Tapi, untuk sementara ia harus menahan diri.
Keduanya lantas duduk di dekat perapian dalam keheningan karena tak ada satupun dari mereka yang memulai percakapan. Sekitar sepuluh menit kemudian, telinga Eleonora menangkap sebuah suara kasak kusuk yang mencurigakan.
"Killian, sepertinya--,"
Suaminya lantas berdiri sambil menarik pedang nya, “Masuklah ke tenda sekarang. Ini perintah.”
Nada suaranya terdengar mendesak dan membuat Eleonora tak bisa membantah. Sebelum bersembunyi di dalam tenda, ia berkata, “Usahakan jangan terluka. Dari yang kudengar, bandit-bandit di daerah sini melumuri senjata mereka dengan racun agar dapat melumpuhkan lawan.”
Tapi, Killian hanya mendecakkan lidah sebagai respon. Mana mungkin ia dapat mempercayai ucapan perempuan yang bahkan tak pernah pergi ke wilayah luar Ibukota. Lelaki itu lantas memberi kode berupa kerlingan mata ke para pengawal, tanda mereka harus bersikap siaga.
Para bandit yang semuanya menggunakan penutup wajah itu kemudian mengepung tempat mereka dan menyerang tanpa aba-aba. Pertarungan yang sengit pun tak bisa terhindarkan.
Meski kalah jumlah, Killian bisa melumpuhkan sebagian anggota bandit tersebut tanpa meneteskan sebutir keringat. Sayangnya, hal itu tidak terjadi pada beberapa pengawalnya.
“AAHHH!”
”Tidak, tanganku!”
"Dasar bandit keparat!"
Suara itu membuat Killian bergerak lebih cepat untuk menyerang semua bandit-bandit tersebut. Pertarungan itu pun diakhiri dengan kemenangan telak dari pihak Killian.
Laki-laki itu lantas mendekati ketiga pengawal yang terluka dan menghela nafas panjang saat melihat luka bernanah yang menjijikan di tubuh mereka. Istrinya ternyata mengatakan kebenaran. Bagaimanapun, senjata biasa tak mungkin memberikan efek seperti ini.
“Ikat para bandit itu dan kirimkan pesan ke bagian keamanan terdekat untuk segera meringkus mereka,” perintahnya pada dua orang pengawalnya yang berhasil selamat tanpa terluka. “Bawa tabib kemari untuk merawat luka mereka. Kita akan menunda perjalanan sampai mereka pulih.”
“Itu tidak perlu,” jawab Eleanor sambil membawa sebuah kotak kayu besar. “Saya bisa mengobati mereka agar kita bisa segera sampai ke Lockhart.”
Killian menghela nafas sebal saat melihat tekad di wajah istrinya. Ia kemudian mengalihkan pandangannya lagi pada para pengawal, “Tetap lakukan sesuai perintahku. Kalian bisa pergi sekarang.”
“Anda tak mempercayai saya?” tanya Eleonora ketika pengawal itu pergi.
“Infeksinya sudah menyebar. Sekali melakukan kesalahan, keadaan mereka bisa menjadi semakin parah.”
“Tidakkah mata-mata anda mengatakan bahwa saya sering membantu tabib Istana?”
Ada jeda sebentar sebelum Killian menyipitkan matanya, “Apa yang anda bicarakan?”
“Bukankah anda memiliki kebiasaan untuk memata-matai musuh sebelum turun ke medan perang?” balas perempuan itu dengan nada santai.
Ucapan itu membuat laki-laki berambut cokelat terang itu menggertakan gigi. Ditariknya tangan istrinya itu dengan kasar hingga mereka masuk ke dalam tenda.
Sambil mendekatkan wajahnya ke arah Eleonora, ia bicara tanpa menggunakan bahasa formal, “Siapa kau sebenarnya?”
“Saya adalah istri anda. Apapun yang terjadi saya selalu berada di pihak anda,” balas perempuan itu tenang. Selain tak mau menarik kecurigaan lebih dalam, ia sudah terbiasa dengan ucapan atau tindakan Killian di kehidupan pertamanya.
Sangat berbeda dengan Killian yang murka dan siap menerkamnya sewaktu-waktu, “Apa ayahmu yang menyuruhmu bersikap seperti ini? Berlagak seperti pahlawan di tengah keributan? Jangan-jangan bandit-bandit itu adalah kiriman dari orang-orangmu?!”
“Walaupun dibayar seribu koin emas pun, saya yakin takkan ada bandit yang mau menerima tawaran itu. Meski hanya berselisih jalan dengan anda, saya ragu ada bandit yang mau melakukannya.”
Ekspresi Killian melunak. Ucapan Eleonor terdengar masuk akal, tapi kecurigaannya masih belum sirna, “Apa yang sebenarnya kau inginkan?”
“Saya hanya ingin membantu agar perjalanan ini lancar. Bibit-bibit di dalam tas saya harus segera ditanam sebelum mereka busuk.”
“Lain kali, pikirkanlah alasan yang lebih masuk akal.”
Melihat suaminya yang telah memiliki prasangka kepadanya, sebuah ide gila terlintas dalam otak Eleonora. Tiba-tiba ia menggenggam tangan Killian dan berkata, “Bagaimana kalau kita bertaruh?”
"Bertaruh?"
“Dalam lima tahun ini, saya akan menyiapkan banyak hal untuk membantu anda menggulingkan kekuasaan Raja Normand.”
Kedua mata abu-abu milik Killian terbelalak. Dan dengan kasar, ia segera menarik tangannya, “Kau gila! Jika ada yang mendengarmu, kau bisa mati!”
“Apa anda mengkhawatirkan saya?” tanya Eleonora dengan senyum lebar. “Itu manis sekali. Tapi, ini serius. Setelah lima tahun berlalu, jika rencananya berhasil, anda bisa menceraikan saya. Jika gagal, saya akan menyerahkan nyawa saya pada anda.”
“Kau pikir nyawamu begitu berharga, ya?” sindir Killian dengan dengusan tajam. “Aku tak tahu apa yang terlintas di otak kecilmu itu, tapi aku tak tertarik dengan nyawa yang tak berguna.”
“Kerajaan Elsgresia telah mengambil sesuatu yang berharga dari hidup saya,” jawab perempuan itu sambil menerawang. Bayangan kepala Killian yang menggelinding di atas salju kembali menghantuinya. “Meskipun tujuan kita berbeda, namun sebenarnya kita berada di perahu yang sama. Saya yakin itu”
Ada jeda beberapa saat sebelum Killian bisa menjawabnya. Ia tak tahu bagaimana istrinya yang baru dinikahinya selama satu hari itu berhasil mengaduk-aduk emosi dan menggali niat terdalamnya.
Killian memang mencintai tanah airnya. Hidupnya yang sebagian besar dihabiskan di medan perang telah dianggap banyak pihak sebagai bentuk kesetiaan pada kerajaan.
Tapi, laki-laki itu tahu benar tentang apa yang paling ingin ia lakukan. Dia sudah muak pada kekuasaan Raja Normand yang lalim dan hanya berpihak pada hal-hal yang menguntungkan kepentingan pribadi. Jika bukan karena sumpah keluarga dan sebuah rahasia yang harus ia pikul sendiri, Killian mungkin akan melakukan hal yang sangat berbeda.
Pandangan Eleonora yang tegas dan penuh tekad juga membuatnya teringat akan potongan masa lalu yang berusaha ia lupakan. Masa kecilnya di kastil yang dilahap api serta lautan darah dibawah kakinya.
Semua ingatan itu datang kembali seperti tamu yang tak dikehendaki.
Mendadak, kepalanya terasa pening.
Laki-laki itu yakin jika ia cukup ahli untuk menilai seseorang. Tapi, perempuan dihadapannya ini membuatnya kembali mempertanyakan keahliannya, “Aku akan menganggap percakapan ini tak pernah ada. Kau bisa melakukan apapun yang kau mau sekarang. Namun jika saat tabib itu datang dan mengatakan hal yang buruk tentang perawatan lukanya, aku takkan ragu untuk mematahkan tangan kurusmu itu!”
Upacara pernikahan berjalan persis seperti yang diingat Eleonora. Ia memakai gaun pengantin dengan potongan sederhana dan rambutnya disanggul rapi. Wajahnya yang tertutupi dengan cadar putih berjaring-jaring itu tidak menampakkan ekspresi khusus saat Raja Normand menuntunnya hingga ke altar.Killian telah menunggunya dengan setelan militer berwarna putih. Rambutnya disisir ke belakang dan ia mengulurkan tangannya untuk menariknya mendekat. Membuat Eleonora tiba-tiba memikirkan ucapan terakhir yang ia dengar saat suaminya itu dieksekusi.Apa maksudnya dengan melindungiku? Selama ini, Killian tak pernah memperdulikanku. Ia bahkan tak pernah menyentuhku, membuatku menjadi bahan olok-olokan sebagai istri yang tak diinginkan. Jadi, apa sebenarnya yang coba ia lindungi?Saat Pendeta memulai prosesi janji pernikahan, jantung Elelonora berdebar. Suara Killian terdengar tegas saat berkata, “Saya bersedia menikahi Eleonora Keller Elgresia dan menemaninya di kala susah dan senang, sakit maupun s
Sama seperti di kehidupan pertamanya, Raja Normand secara pribadi mengundangnya ke ruang kerjanya, tepat setelah acara makan malam selesai.“Saya menghadap matahari kerajaan Elgresia. Semoga Dewa selalu memberkati kita semua,.”Raja Normand melihatnya dengan pandangan lembut dan perhatian yang dibuat-buat, “Eleonora, anakku. Bukankah waktu berjalan dengan sangat cepat? Sekarang, kau sudah dewasa dan akan menikah dengan orang yang jauh dariku. Kami pasti akan merindukanmu.”Di masa lalu, ucapan itu berhasil membuat Eleonora tersentuh. Tapi sekarang, ia telah melihat segalanya dengan jelas, “Saya harap Yang Mulia selalu dalam keadaan sehat.”Agar aku bisa melumatmu hidup-hidup, tambahnya dalam hati.“Kau sungguh baik sekali,” balasnya setelah menghela nafas. “Aku tak bisa membayangkan kalau kau berada di tempat sejauh itu tanpa ada orang yang kupercaya. Karena itu, aku akan mengirim seorang pelayan pribadi untukmu.”“Itu tindakan yang berlebihan, Yang Mulia. Saya yakin kastil Lockhart m
Duke Killian Lockhart duduk di bangku panjang yang terletak di dekat taman istana yang dirawat dengan baik, menunggu calon istri yang baru ia temui sekali saat dekrit kerajaan diumumkan.Setelah membantu memenangkan perang di daerah perbatasan, alih-alih mendapatkan kenaikan pangkat atau wilayah kekuasaan, Raja Normand malah memberinya hadiah yang paling tidak ia inginkan. Seorang istri.Killian tentu tak bisa menolak perjodohan tersebut karena ia tak sudi dieksekusi karena dianggap sebagai pembelot yang melawan perintah raja. Meski begitu, ia yakin jika raja pasti telah merencanakan sesuatu. Mungkin, pernikahan ini semata-mata hanya bertujuan untuk memperkuat kekuatan kerajaan.Atau untuk sesuatu yang lain. Sesuatu yang jahat dan tak akan ia sukai. Dan jika melihat perangrai raja, Killian lebih mempercayai kemungkinan terakhir.Mata-matanya telah memberikan laporan lengkap. Eleonora merupakan anak haram sang raja dengan seorang penari yang tidak diketahui bagaimana nasibnya.Perempua
Eleonora Keller Lockhart selalu membenci musim dingin.Tapi kali ini, rasa benci itu kian bertambah saat dua pengawal kerajaan menyeretnya keluar dari kastil Lockhart yang telah ia tinggali selama lima tahun ini, menuju alun-alun kota yang ramai. Para penduduk kota melihatnya sambil berbisik-bisik.Perempuan itu tak lagi mengangkat dagunya sebagai seorang Duchess, melainkan sebagai saksi dari pelaku pemberontakan kerajaan yang merupakan suaminya sendiri, Duke Killian Eglias Lockhart.Killian yang dulu selalu berpenampilan rapi dan selalu dielu-elukan sebagai pahlawan medan perang yang gagah berani, kini nampak lesu dan letih dengan kedua tangan yang diikat di belakang punggungnya. Pakaiannya compang-camping dan wajah tampannya tersamarkan dengan luka memar akibat proses interogasi yang kejam.Saat Eleonora bertemu pandang dengan suaminya, ia tak menemukan amarah atau dendam disana. Melainkan sebuah ketenangan yang luar biasa.Perempuan itu merasakan sesuatu yang menyesakkan bergerak d