Share

1. Kabar Mengejutkan

18 Tahun Kemudian.

"Jadi, Pak, saya di sini bekerja sebagai Cleaning Service?"

Raut wajah Alena seketika berubah kala pria dihadapannya mengatakan kalau dia terima di sini sebagai Cleaning Service. Tatakala dia dipanggil untuk datang ke perusahaan yang dimasuki surat lamaran kerja, dia pikir akan diterima dengan posisi yang bagus. Namun, ternyata ekspektasinya terlalu tinggi. Perasaan senang yang tadi dia rasakan seketika lenyap. Dan dia bertanya kembali untuk memastikan.

"Benar, Mbak. Bagaimana? Apakah Mbak terima?" Perubahan raut wajah Alena tentu terbaca oleh pria itu. 

"Saya terima, Pak," jawab Alena akhirnya. Meski awalnya dia sedikit kecewa karena fakta tidak sesuai dengan keinginannya, dia tetap menerima pekerjaan itu. Karena yang penting dia punya pekerjaan dan penghasilan sendiri setelah selama ini dia bersusah payah mencari pekerjaan ke sana ke mari.

"Bagus kalau begitu. Tugas Mbak di sini adalah bertanggungjawab untuk kebersihan seluruh area kantor ini dan kerjakan dengan teliti," jelas pria berjas di hadapannya yang merupakan direktur di perusahaan ini.

"Baik, Pak. Jadi kapan saya mulai bekerja?"

"Di sini pakai sistem shift, seminggu masuk pagi dan pulang sore. Seminggu lagi masuk sore dan pulang malam. Begitu setiap minggunya," terang sang direktur.  "Mulai besok kamu sudah boleh masuk. Besok pagi jam delapan kamu harus sudah ada di kantor dan pulang setengah empat sore," tambahnya.

"Baik, Pak."

"Oke."

"Kalau begitu saya permisi, ya, Pak. Terima kasih."

Pria itu mengangguk. Alena berdiri dan keluar dari ruangan tersebut.

Gadis itu mengehela napas lega seiring dengan langkahnya menuju keluar kantor. "Meskipun jadi CS nggak pa-pa, deh. Yang penting gue punya pekerjaan dan bisa bantuin Ibu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Lagi pula gue cuman tamatan SMA. Seharusnya gue tahu diri. Ya, gue harus bersyukur." Perempuan itu lalu menengadah memandangi langit-langit kantor yang mewah, berdoa kepada penghuni langit. "Ya Allah makasih akhirnya hamba diterima bekerja dan hamba bakal punya penghasilan sendiri." Perempuan berusia delapan belas tahun itu lalu tersenyum dan mempercepat langkahnya keluar kantor. Tak sabar ingin cepat pulang ke rumah dan mengabari ibu tentang kabar gembira ini.

***

"Stop, Pak." Alena mengetuk langit-langit angkot yang dia tumpangi kala kendaraan itu telah mendekati gang sempit di mana rumahnya berada. Angkot itu berhenti. Alena turun setelah membayar biaya angkot pada supirnya.

Sepeninggal angkot, gadis itu melanjutkan perjalanannya memasuki gang sempit dengan berjalan kaki. Rumah kontrakan Alena berada di gang sempit. Yang mana gang itu hanya cukup dilewati dua motor yang berdampingan dengan rapat, tidak untuk mobil apalagi truk. Jalannya terbuat dari semen dan membentuk jalan setapak. Di sepanjang gang itu rumah-rumah kecil dan sederhana berjejer rapat.

"Assalamu'alaikum, Ibu!" Alena memanggil ibunya tatkala dia membuka pintu yang tidak dikunci. Gadis itu langsung masuk mencari ibunya. Namun, dia tak menemukan ibunya di rumah. Dia pun keheranan karena sebelum dia berangkat ke kantor tadi ibunya masih di rumah dan tidak ada rencana pergi ke mana-mana. Hari ini ibunya juga istirahat dari bekerja karena majikannya sekeluarga sedang ke luar kota.

"Ibu!" panggilnya lagi sambil masuk ke kamar, tapi ibunya juga tak ada di sana. "Apa Ibu main ke rumah tetangga?" gumamnya.

Alena pun keluar rumah. Bu Sari, tetangga sebelahnya yang tengah melayani pembeli nasi kuning menyadari keberadaan Alena. "Eh, Alena, tadi saya lihat Ibu kamu di bawa warga ke rumah sakit." Bu Sari langsung mengabarkan.

Alena syok. "Ibu masuk rumah sakit? Kok bisa?"

Bu Sari menggeleng. "Saya nggak tahu. Sebaiknya kamu segera susul ibumu ke rumah sakit."

Alena mengangguk. "Makasih, Bu, infonya."

"Iya."

Alena pun kembali mengunci pintunya. Dan segera menghubungi sahabatnya, Farah. "Farah lo lagi sibuk nggak? Tolongin antarin gue ke rumah sakit. Gue buru-buru, Ibu gue masuk rumah sakit," jelasnya begitu sambungan telepon diangkat lawan bicaranya. Wajah Alena terlihat panik.

"Ini gue baru pulang dari kampus. Gue langsung ke rumah lo, ya?"

"Iya, iya, gue tunggu di depan gang aja." Alena mematikan ponselnya dan memasukkannya ke saku jins. Buru-buru keluar gang menunggu jemputan Farah di depan.

***

Setelah menanyai ruangan ibunya di rawat melalui resepsionis, Alena dan Farah berjalan tergesa di sepanjang lorong rumah sakit menuju ruang tempat ibunya dirawat. Perasaan Alena kian cemas. Tiap detik waktu terasa berjalan sangat lambat. Membuatnya kian cepat memacu langkah agar cepat mengetahui keadaan ibunya.

Sesampainya di ruangan ibunya, Alena langsung menghampiri ibunya yang tampak terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Farah mengiringi Alena. Mereka berdua berdiri di sisi ranjang itu.

"Ibu ...." Alena membungkuk menatap ibunya dengan rasa khawatir yang menjadi. "Keadaan Ibu gimana? Kata dokter Ibu sakit apa? Kenapa bisa sampai masuk rumah sakit?" tanya Alena beruntun. Sementara Farah di samping Alena hanya diam memandang iba Leyla.

"Alena, Ibu mau cerita sesuatu sama kamu." Bukannya menjawab pertanyaan anaknya, Leyla malah bicara hal lain.

"Cerita apa, Bu?"

"Maafkan Ibu sebelumnya karena sudah merahasiakan ini dari kamu. Sekarang Ibu rasa sudah waktunya buat kamu tahu semuanya ...." Alena mengernyit. Perasaannya semakin tak nyaman. "Ini tentang ayah kandung kamu,"

Alena tertegun.

Ayah kandungnya?

Kenapa tiba-tiba ibunya membicarakan itu?

Bukankah selama ini ibu sudah menceritakan yang sebenarnya tentang itu?

Apakah selama ini ibu menyembunyikan sesuatu tentang ayah kandungnya?

Aprillia D

Hmmm kira-kira rahasia apa ya yg disembunyiin ibu Alena? Pasti readers udh pada tahu kan? Kira2 gimana ya reaksi Alena?

| 1

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status