Share

Ngidam

Renata memandangi selembar kertas hasil pemeriksaannya di rumah sakit, beserta hasil USG di tangan satunya. Sungguh ia sudah tak sabar menunggu kelahiran buah hatinya. Seandainya suatu saat Alex menceraikannya, setidaknya ia masih memiliki seseorang yang paling berharga dalam hidupnya yaitu anak.

Tring

Notifikasi di ponselnya mengalihkah perhatiannya. Itu salah satu notifikasi pemberitahuan dari aplikasi miliknya jika saja ada berita terbaru. Renata mengambil ponselnya lalu melihat berita terbaru hari ini. Sebuah senyum keterpaksaan terlihat jelas di sudut bibirnya, saat melihat berita terhangat tentang pebisnis terkenal yang sedang mengadakan resepsi pernikahan mewah. Siapa lagi kalau bukan Alex Bimantara yang merupakan suaminya.

Sebagai seorang pebisnis terkenal tentu pernikahan Alex dan Laura di sorot media. Tanpa semua orang ketahui bahwa di rumahnya ada seorang wanita yang juga istri Alex. Renata mencoba abai dengan semua pemberitaan itu. Semakin dia memikirkan tentu akan semakin membuatnya sedih.

“Neng Rena,” panggil Bi Marni dari depan pintu.

Renata buru-buru menyimpan kertas hasil pemeriksaan miliknya. Begitu juga dengan ponselnya ia taruh di laci meja. Lalu bergegas menghampiri Bi Marni yang masih berdiri disana.

“Eh iya kenapa, Bi?” tanya Renata.

“Makan siang sudah siap. Ayo kita makan dulu!” ajaknya.

“Baik, Bi. Maaf ya Rena nggak bantuin Bibi masak,” ucapnya merasa tak enak.

“Tidak masalah.” Bi Marni mengukir senyum tulus.

Renata dan Bi Marni makan siang berdua. Hanya mereka saja yang di izinkan tidur dan makan di rumah besar itu. Sedangkan pelayan lain tinggal di paviliun belakang, begitu juga saat makan dan istirahat tidak boleh berkeliaran di rumah utama.

Setelah selesai makan siang, Renata pergi ke taman belakang. Entah kenapa ia menginginkan mangga muda yang di petik langsung dari pohonnya. Tentu Renata memetik mangga tanpa sepengetahuan semua pekerja di rumah itu. Jika saja ketahuan orang, ia takut kena marah. Untung saja hanya dengan menggunakan tangan ia bisa memetik mangga itu.

“Neng Rena bawa apa itu?” tanya Bi Marni yang tak sengaja melihat Renata berjalan mengendap-endap ke dalam rumah.

“Eh maaf, Bi. Tadi aku memetik satu mangga muda ini. Aku sangat menginginkannya.” Renata terlihat takut.

“Kamu tenang saja, saya nggak akan bilang ke Tuan. Sebaiknya bawa mangga itu ke kamar. Jika pekerja lain melihatnya, bisa saja mengadu kepada Tuan,” ujar Bi Marni.

“Baik, Bi.” Terlebih dahulu Renata mengambil pisau dan piring di dapur, lalu ia pergi ke kamar.

‘Ada yang aneh sama Neng Rena, kok mangga masih mentah di petik. Atau jangan jangan ....” Bi Marni tampak menduga-duga.

...

...

Menjelang jam makan malam Bi Marni mengajak Renata makan malam bersama. Namun, setelah melihat menunya Renata tak berselera. Bukan tak suka, tetapi Renata sedang ingin makan seafood yang di jual di restoran dekat supermarket.

“Neng Rena, kenapa masih diam? Apa mau Bibi ambilkan nasi dan lauknya?” tanya Bi Marni yang sudah bersiap makan.

“Tidak usah, Bi. Em sebenarnya aku belum lapar. Bibi makan duluan saja ya, aku mau ke kamar dulu.” Lalu Renata pergi dari sana meninggalkan Bi Marni yang sedang menatapnya heran. Biasanya Renata selalu semangat jika di ajak makan bersama karena menurutnya akan jauh lebih nikmat. Tetapi berbeda dengan sekarang.

Renata mengambil dompet miliknya. Ia melihat hanya ada uang lima puluh ribu saja. Kebetulan ia belum gajian, dan juga uang simpanannya sudah ia pakai untuk modal acara tujuh hari mendoakan ibu dan adik-adiknya.

“Ya Allah, bagaimana ini? Aku ingin sekali makan di restoran itu,” gumam Renata sambil menahan keinginannya.

Sayang sekali uang lima puluh ribu tidak dapat untuk membeli makanan apa pun jika dibawa ke restoran itu. Paling juga cukup untuk membeli minum saja. Restoran yang Renata maksud merupakan restoran untuk kelas atas. Dia sendiri bingung kenapa mengidam ingin makan di restoran itu, sedangkan sudah jelas dirinya tak mampu.

Renata keluar dari kamarnya. Ia yang akan mengambil minum tak sengaja melihat Alex berada di ruang makan sedang membuka bungkusan makanan dari restoran langganannya. Renata melihat nama restoran tertulis di kotak makan itu. Seketika ia meneguk air liurnya sendiri. Sungguh Renata menginginkannya.

Alex mengalihkan arah pandangnya saat merasakan ada seseorang yang memperhatikannya. “Ngapain kamu berdiri disitu?” tanya Alex ketus.

“Tuan, bolehkah saya sedikit meminta makanan itu?”

Tawa Alex menggelegar di ruangan itu. “Hahahaha ... Kamu nggak malu tanya begitu? Makanan ini nggak level di makan sama orang sepertimu.”

Renata menunduk sedih, lalu ia mengambil satu gelas penuh air putih dan meneguknya habis. Masih saja ia memandangi Alex, berharap mendapatkan kemurahan hatinya. Hingga ia melihat Laura menghampiri Alex dan bergelayut manja di lengannya.

‘’Sayang, ayo makan dulu!’’ ajak Alex.

‘’Terima kasih, sayang. Padahal tadi aku baru mau pesan makanan kesukaan kira, eh ternyata kamu sudah memesannya duluan.’’ Laura mencium kedua pipi Alex secara bergantian.

Renata hanya bisa menahan keinginannya. Terpaksa ia mengambil makanan buatan Bi Marni untuk mengganjal perutnya. Dari pada kelaparan, ia takut anaknya kenapa-napa. Walaupun tak berselera tetapi tetap ia paksakan.

...

...

Ting tong

Alex dan Laura yang sedang bermanja, mendengar ada yang memencet bel rumah. Alex sudah memanggil Bi Marni tetapi tidak ada sahutan. Akhirnya dia sendiri yang membukakan pintu rumahnya.

‘’Hai, Bro,’’ sapa Kenan dengan gaya coolnya.

‘’Eh Kenan, tumben Lo datang kesini. Kapan Lo pulang dari luar negeri?’’ Keduanya saling berpelukan.

‘’Pulang kemarin, Bro. Maaf ya Gue nggak datang ke pernikahan Lo, tapi Lo tenang saja, Gue bawakan hadiah spesial.’’ Kenan memberikan paper bag yang ia bawa kepada Alex.

‘’Thank’s, Bro.’’ Alex merangkul Kenan lalu mengajaknya masuk ke dalam rumah.

Alex memperkenalkan Kenan dengan Laura. Saudaranya itu memang sudah beberapa tahun ini tidak pulang ke Indonesia, jadi tidak pernah bertemu dengan Laura. Alex menyuruh Laura untuk memanggil pembantu dan menyuruh membuatkan minum.

Tak lama, Renata datang dengan membawa nampan berisi suguhan untuk Kenan. Sejak tadi kedua mata Kenan sama sekali tak berkedip melihat wanita cantik yang berpenampilan sederhana itu. Alex menyadari itu, tatapan tak biasa Kenan kepada Renata.

‘’Terima kasih, cantik,’’ ucap Kenan saat Renata menaruh minuman ke atas meja depannya.

‘’Sama-sama, Tuan. Kalau begitu saya permisi dulu,’’ ucap Renata lalu berlalu pergi dari sana.

‘’Segitunya ngelihatin dia, Bro,’’ sindir Alex.

‘’Habisnya cantik sih, oh iya apa dia pembantu disini?’’ tanya Kenan.

‘’Benar, dia pembantu yang so kecentilan,’’ sahut Laura tak suka.

‘’Kalau nggak di butuhkan lagi disini mending kasih aku saja. Aku bisa jadikan dia istri, bukan lagi pembantu. Habisnya dia terlalu cantik kalau jadi pembantu,’’ ucap Kenan.

Alex mengepalkan tangannya mendengar penuturan Kenan. Ia tak suka ada orang lain menginginkan sesuatu yang sudah menjadi miliknya. Begitu juga dengan Laura yang saat ini mengumpat dalam hatinya. Ia tak terima jika ada yang memuji kecantikan Renata. Hanya dirinya saja yang boleh terlihat cantik dimata semua orang.

‘Awas saja kamu Renata,’ batin Laura kesal.

Cukup lama mereka mengobrol, Alex dan Laura kini memilih untuk pergi istirahat di kamar. Sedangkan Kenan masih duduk sendiri disana. Kenan memutuskan untuk menginap untuk malam ini. Tentu tujuannya untuk mendekati Renata.

‘’Hai, Nona cantik.’’ Kenan mendekati Renata yang sedang berkutat di dapur. Kebetulan Kenan membawa gelas kotor miliknya.

‘’Ada yang bisa saya bantu, Tuan?’’ tanya Renata.

‘’Tidak ada, justru saya yang akan membantu. Biarkan saya mencuci gelas-gelas ini,’’ ucapnya lalu menyalakan kran di wastafel.

‘’Tidak usah repot-repot, Tuan. Kalau Tuan Alex tahu, takutnya saya yang kena marah.’’

‘’Alex nggak akan marah kok, lagian ini inisiatifku sendiri. Oh iya kalau ada waktu senggang, bisakah kita mengobrol berdua?’’ tanya kenan.

‘’Boleh, nanti malam saja setelah pekerjaan saya selesai,’’ ucap Renata.

‘’Baiklah, Nona.’’

Alex keluar kamar dengan bertelanjang dada. Kebetulan ia sedang bercinta dengan Laura, tetapi tiba-tiba merasa haus. Alex menghentikan langkahnya saat mendengar canda tawa dari dapur. Ia melihat Renata dan Kenan yang terlihat dekat. Sungguh ia tak suka dengan kedekatan mereka.

‘Dasar wanita penggoda, awas saja kau,’ batin Alex dengan kemarahan memuncak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status