Share

Desahan Madu Suamiku
Desahan Madu Suamiku
Author: Maey Angel

ular

Author: Maey Angel
last update Last Updated: 2022-08-09 12:27:43

1

Cahya mengintip dari jendela. Mobil suaminya sudah masuk ke halaman rumahnya. Gegas ia turun dan ingin menyambut kepulangan suaminya dengan suka cita. Seminggu sudah suaminya pergi ke luar kota untuk dinas pekerjaannya. Cahya pun senang karena akhirnya rindu itu terobati kala sang suami pulang tanpa mengabari.

Suara bel pintu membuat Cahya berlari dan membuka dengan segera. "Assalamu_"

Cahya tercekat kala mendapati suaminya pulang dengan membawa seorang wanita pingsan yang dibopongnya.

"Waalikumsalam. Siapkan kamar tamu, Ya," ujar Hardian.

Cahya gegas membuka pintu kamar tamu, tanpa ingin bertanya dahulu siapa wanita itu. Setelah memastikan wanita itu beristirahat di kamar, Hardian mengajak Cahya keluar.

"Maaf, Sayang. Kamu pasti kaget waktu Mas bawa Silvia ke rumah. Dia anak tetangga Ibu yang tinggal di kampung. Tadi Mas lihat dia mau bunuh diri dan melompat ke jembatan. Waktu Mas lihat, tadinya Mas kira dia mau ngapain. Tahu-tahu dia ternyata menyusul kekasihnya dan yang lebih menyakitkannya, dia hamil dan si lelakinya itu tidak mau bertanggung jawab."

"Terus, kamu kasihan, Mas?" tanya Cahya tampak tidak habis pikir dengan apa yang suaminya lakukan. Dia bahkan belum bertanya apapun dan Hardian sudah lebih dulu bercerita.

"Ya kasihan lah, Ya. Dia ini gadis yang ditipu dan dihamili tanpa mau si lelakinya bertanggung jawab. Brengs*k banget kan?"

"Terus? Kamu mau ambil alih tanggung jawab itu?" Cahya bersedekap sambil menatap lekat wajah suaminya yang terlihat salah tingkah.

"Eh, ya nggak begitu, Sayang. Gini gini. Jangan emosi dulu. Kita duduk dulu dan kita rundingkan berdua. Silvia ini gadis desa. Dia belum berpengalaman hidup di kota dan kamu nanti bisa lihat langsung kalau dia sudah siuman. Dia ini polos, Mas paham sekali sama Sivia ini. Dia anaknya Paijan, orang dusun yang kerjaannya hanya angon kambing. Bagaimana Mas nggak simpati dan kasihan. Kalau dia kembali ke desa, bukan hanya cibiran tetangga yang didapat. Malunya itu loh … kasihan kan? Bagaimana kalau kita adopsi anak dia yang ada dalam rahimnya, setelah itu kita biarkan dia pergi setelah memberikan anak itu pada kita. Anggap aja, ini pancingan biar kamu cepat hamil. Siapa tahu, dekat dengan Silvia kamu bisa ketularan."

Manik mata Cahya memancarkan kemarahan nyata. Hardian harus memikirkan banyak cara agar istrinya mau memahami keinginannya.

"Maksud Mas apa?" teriak Cahya.

"Sayang. Mas itu sayang sama kamu, sama ibu, sama emak juga. Kita nikah udah 8 tahun. Usaha dari yang herbal sampai medis sudah, nyatanya Tuhan belum juga kasih anak sama kita. Siapa tahu dengan membantu Silvia melahirkan anak tak diharapkan itu, hidup kita akan sempurna. Mas janji nggak akan macam-macam. Cinta Mas tulus sama kamu, serius dah. Swerr … kan kamu tahu sendiri. Ibu suka ngomel sama kamu kalau berkunjung dan nanyain anak. Mas nggak tega kalau harus ngeliat kamu dibentak atau dimarahi ibu. Nanti Mas akan minta Silvia jadi asisten rumah tangga kita selama tinggal di sini. Biar kamu nggak curiga sama Mas dan menganggap Mas ada perasaan sama Silvia itu."

"Nggak ada. Kagak jamin Mas nggak kegoda sama dia," tolak Cahya.

"Kok kagak jamin? Baiklah. Mas jamin, kagak tergoda. Lagian, Mas kan jarang pulang ke rumah. Nanti kamu bisa ngontrol sendiri pergerakan Silvia dan kamu pasti nggak akan curiga deh. Kasih kesempatan Silvia buat hidup dan merasa tidak sendiri. Ya?"

Hardian menghiba. Bahkan matanya yang sangat mengharapkan keturunan, membuat Cahya tak tega. Ia memikirkan ulang kata-kata Hardian mengenai anak pancingan.

"Baiklah. Selama tinggal di sini, dia ini aku awasi. Awas aja kalau Mas macam-macam."

Hardian segera memeluk tubuh Cahya yang sangat wangi. Sengaja Cahya menyambut kepulangan suaminya dengan cinta, walau ada sedikit rasa kecewa namun sikap Hardian yang lembut membuatnya luluh.

"Kamu tetap cantik dan mempesona, Sayang. Mas kangen banget," bisik Hardian saat merebahkan badan Cahya ke atas ranjang.

"Mas mandi dulu gih. Masa habis kerja nyosor aja," protes Cahya. Namun karena terlanjur berminat, Hardian langsung membawa Cahya dalam pelukannya.

"Mas udah kangen sama kamu. Mandinya nanti saja, kalau sudah mandi keringat sama kamu. Kamu cantik pake lingerine merah itu. Baru ya?" tanya Hardian lembut sembari memainkan jarinya di bagian tubuh Cahya yang terbuka.

"Nggak. Ini kan hadiah hantaran Mas waktu itu. Baru Cahya buka karena kasihan kalau kelamaan dianggurin," terang Cahya.

"Baiklah. Biar nggak lama nganggur, langsung dipake aja seisi-isinya."

Hardian langsung tancap gas. Menyalurkan hasrat yang sengaja ia keluarkan pada sang istri, setelah ia membawa Silvia ke dalam rumahnya.

Cahya merasa suaminya begitu bergairah, hingga ia kewalahan dan tertidur pulas setelahnya. Hardian mencium kening sang istri dan menutupi tubuh yang sudah ia sentuh lalu ia beranjak pergi setelah memakai semua pakaiannya. Hardian pergi ke luar dan mengecek keadaan Silvia yang tadi sempat pingsan karena terlalu lama menangis di dalam mobil.

Silvia Angeline. Mantan kekasih Hardian yang kembali dekat setelah wanita itu dipertemukan dalam sebuah keadaan yang sulit dijelaskan. Silvia yang memintanya bertanggung jawab atas perbuatan khilafnya saat itu dengan Hardian. Hardian yang memang masih memiliki sedikit empati, tak tega melihat Sivia yang menangis tersedu di depannya dan Silvia yang memohon agar dia mau membawanya pulang. Bahkan Silvia berjanji tidak akan menyakiti keluarganya dan tidak akan meminta anaknya nanti jika dia sudah dilahirkan.

Krek!

Hardian melihat Silvia yang masih terpejam. Melihat selimut yang sudah tersingkap, Hardian membantu menutupnya kembali.

"Mas … jangan! Jangan!" racau Sivia.

Sivia mimpi buruk dan bahkan sampai meracau. Hardian yang bingung, mencoba membangunkannya.

"Sil, hey. Kamu mimpi buruk, kah?"

Hardian yang memang cenderung penyayang itu, tidak tega melihat kegelisahan Silvia meski sedang dalam keadaan terpejam. Silvia yang tersadar dan terbangun, segera bangkit dan langsung memeluk Hardian.

"Kamu mimpi buruk?" tanya Hardian.

Sivia mengangguk sambil meneteskan air mata. "Sudahlah. Itu hanya mimpi. Lupakan mimpi burukmu itu dan jangan lupa berdoa sebelum tidur. Ya?"

Hardian hendak beranjak namun tangan Silvia mencegatnya. "Jangan pergi. Aku takut sendiri. Please…"

"Baiklah. Aku tunggu kamu terpejam tapi jangan lama-lama. Istriku ada di kamarnya," ucap Hardian pasrah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Desahan Madu Suamiku   Berawal dari sebuah kegagalan

    Hardian turun dari pelaminan. Dia langsung keluar dari gedung pesta yang digunakan untuk acara resepsi Arfan dan Cahya. Dia langsung kembali setelah urusannya selesai karena memang dia tidak berniat untuk merusak pernikahan Cahya maupun Arfan. Meski Hardian merasakan rasa yang menyakitkan, tetapi Ini semua adalah hasil dari apa yang sudah ia berbuat di masa lalu saat bersama Cahya."Jangan cemburu, A. Cahya gak mengundangnya," bisik Cahya saat mereka masih menyalami beberapa tamu namun wajah Arfan terlihat berubah dingin."Aku tahu, tapi kedatangannya merusak moodku," ucap Arfan kesal.Hiburan yang membuat acara pesta bertambah begitu meriah, menandakan resepsi Arfan dan cahaya sukses dan membuat semua yang hadir ikut merasakan kebahagiaan pengantin baru itu. Kini, acara telah usai dan keluarga sudah kembali ke rumah masing-masing. Tinggallah Arfan dan Cahya, yang akhirnya memilih menginap di hotel tempat mereka melakukan resepsi."Langsung tidur aja, ya? Capek kan?" tanya Cahya senga

  • Desahan Madu Suamiku   Cinta

    Di depan cermin besar Cahya tengah mematut diri. Wajah perempuan itu sudah selesai di rias, gaun dari bahan brukat terbaik melekat pas di tubuhnya yang ramping. Di bantu seorang asisten MUA ia memakai heels. “Masyallah, Mbak Cahya cantik sekali. Begini juga yang namanya bidadari kalah cantik, Mbak,” seloroh Tari yang ditugaskan menjemput calon pengantin. “Kamu jangan ngeledek. MUA dan semua yang aku pakai ini dari pemberian dari keluarga Arfan!”“Aku serius, kamu memang cantik banget. Suer!” Tari mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V. “Akhirnya kamu ketemu juga dengan laki-laki yang tulus mencintai kamu, Ya. Aku ikut seneng, selamat ya atas pernikahan kamu. Sekarang kamu udah sah jadi istrinya Arfan.” Tari dan Cahya berpelukan. Cahya merasa haru bercampur bahagia. “Makasih, Tari.”“Yuk keluar, kamu udah di tunggu banyak orang.”Hati-hati Tari membimbing Cahya keluar dari kamar hotel, membawanya ke aula yang di sana sudah hadir seluruh keluarga kedua mempela

  • Desahan Madu Suamiku   Perjuangan

    "Ya. Papa orang hebat, kamu juga anak hebat. Demi kalian, Mama rela. Mama ikhlas, menerima Cahya sebagai menantu. Kamu harus segera sembuh, karena setelah keluar dari rumah sakit nanti kita akan menambah Cahya untukmu bersama-sama."Arfan sangat bahagia. Ternyata perjuangannya tidak sia-sia. Dia sampai ikut menitikan air matanya. "Makasih, Ma, Pa."**Tiga hari kemudian Arfan sudah sembuh dan boleh pulang dari rumah sakit. Malm harinya keluarga Arfan termasuk papa, mama dan Hasbi sendiri datang ke rumah orang tua Cahya untuk meminang. Kalau takdir cinta sudah tertulis untuk bersatu, seperti apapun halangannya tetap akan bersatu juga. Begitu juga dengan restu dari mamanya Arfan, setelah dibujuk oleh Antonio akhirnya istrinya itu bersedia memberi restu. "Ya, Aa rindu. Aa datang," batin Arfan dalam perjalanan menuju rumah Cahya."Om ganteng banget," celetuk Naura."Iya doang. Naura bentar lagi punya Tante baru.""Tante baru?""Iya. Om mau nikah sama Tante Cahya. Naura seneng nggak?""Y

  • Desahan Madu Suamiku   akhir

    Akhir Perjuangan"Ma, kamu tidak kasihan lihat anak kita? Kamu sedih karena Arfan hendak menikahi janda? Apa yang kamu takutkan hingga kamu tak merestui pernikahan Arfan dan Cahya?" berondong Antonio saat dirinya sedang berusaha membujuk istrinya itu. Sengaja ia membawa istrinya ke rumah sakit untuk melihat wajah pucat dan badan yang mulai menyusut itu."Wanita bukan hanya Cahya, Pa! Kenapa sih, Papa nggak ngerti?" sahut Ratri tak suka dengan pertanyaan suaminya."Lalu, wanita mana yang pantas mendampingi anak kita, jika ditinggalkan Cahya saja dia sudah sakit begini? Papa tahu, Mama masih menyimpan dendam lama karena Papa menikah lagi. Tapi Papa janji, jika Mama merestui Arfan, maka Papa tidak akan kembali pada istri Papa yang tak setia itu. Papa sadar, Mama yang terbaik. Mama wanita hebat yang layak untuk disebut istri setia. Maaf kalau selama ini Papa menyakiti hati Mama. Jujur, Papa menyesal. Papa merasa ini karma dan hadirnya Cahya yang menjadi seseorang yang penting di hati anak

  • Desahan Madu Suamiku   bingung

    “Yang bikin Cahya bingung, Cahya sama sekali enggak punya perasaan apa-apa sama dia, Bu. Tadi sudah Cahya tolak, tapi….” Mengalirlah cerita yang tadi terjadi di rumah sakit. Gayatri mendengarkan dan sesekali mengangguk, lain kali ia menggeleng ketika merasa tindakan Arfan nekat. “Gimana ya, Bu? Cahya enggak mau menjadi zhalim karena hanya Arfan saja yang mencintai Cahya. Dan Cahya juga masih terauma dengan masa lalu, belum lagi mamanya Arfan yang tidak mau merestui hubungan anaknya dengan Cahya. Jujur Cahya pun enggan menjadi bagian dari keluarga itu, tetapi mulut ini sudah terlanjur menjawab iya.” Sulit. Ya, itu yang pertama kali muncul di kepala Gayatri ketika dimintai pendapat. Hubungan dengan cinta sebelah pihak saja sudah berat, harus di tambah dengan restu yang kemungkinan berat akan terhalang ini benar-benar pelik. Gayatri membenarkan posisi duduknya. Kemudian ia menatap wajah anak perempuannya lembut. Gayatri tersenyum kemudian mulai berbicara.“Nak, pernikahan itu bukan un

  • Desahan Madu Suamiku   Rasa

    “Astagfirullah. Cahya kamu dari mana saja, Nak. Kenapa hujan-hujanan?” Gayatri yang sedari tadi cemas menunggu kepulangan sang anak sangat kaget saat akhirnya menyambut kedatangan Cahya. Anak perempuannya itu pulang dengan pakaian basah kuyup, ia tidak mendapati siapapun bersama Cahya. Sebab memang Cahya pulang seorang diri. “Masuk. Ibu sudah siapkan air hangat. Ya ampun, kenapa tidak menunggu hujan reda. Kalau begini kamu bisa masuk angin! Mandilah dulu, Ibu bikinkan susu jahe hangat.” Cahya tidak banyak bicara, ia menuruti perintah Gayatri. Cahya segera membersihkan diri, air hangat yang digunakan mandi lumayan membuat dirinya merasa lebih rileks. Setelah mandi dan berganti pakaian, Gayatri menyusul anaknya ke kamar. Secangkir susu cahe hangat ia hidangkan untuk sang anak. “Di minum susu jahenya, mumpung masih hangat.”Cahya menerima minuman hangat itu dan menyeruputnya sedikit. Aroma jahe yang lembut dan sensai hangat meluncur melewati tenggorokannya, berakhir di dalam perut.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status